Bagian 23

939 29 0
                                    

Ting tong
Ting tong

"Iya sebentar" kata Naura setengah berteriak.

Dirinya yang tengah bersantai sambil menonton televisi langsung beranjak dari duduknya dan segera menyambar jilbab instan di sampingnya untuk segera kedepan, melihat siapa yang bertamu di jam segini.

"Loh Jihan? Mari masuk buk guru" kata Naura terkejut.

Bagaimana tidak? Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh kurang tapi Jihan sudah pulang dengan diatar guru wanita yang dirinya tau bernama Dila. Tanpa berkata-kata putrinya itupun langsung memasuki kamar setelah menyalaminya sehingga membuat Naura semakin bingung.

"Mari masuk buk" kata Naura mempersilahkan

"Ah tidak usah buk Naura saya kemari hanya sebentar saja untuk mengantarkan Jihan"

"Maaf buk Dila, ini ada apa ya? Kenapa Jihan pulang cepat dan ibuk mengantarkanya?" tanya Naura

"Begini buk Naura, Jihan pulang cepat karena badanya sangat panas dan lemas jadi saya mengantarkanya kemari"

"Ya Allah, pantas saja wajahnya tadi pucat. Kenapa aku tidak menyadarinya saat dia menyalamiku tadi"

"Kalau begitu saya mohon pamit, masih ada pekerjaan di sekolah. Mari"

"Baik buk, Terimakasih banyak atas bantuanya" kata Naura melepas kepergian sang guru.

Tergesa, Naura lantas mengunci pintu rumah dan naik ke lantai atas menuju kamar putrinya. Disana, dilihatnya Jihan merebahkan diri tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu. Naura tidak marah dan hanya memakluminya karena mungkin putrinya begitu sangat pusing. Lagipula biasanya hal seperti itu bukanlah kebiasaan juga yang termasuk anak disiplin dan patuh ketika di nasehati.

"Sayang, kepala Jihan pusing ya?" tanya Naura lembut yang di jawab anggukan oleh putrinya

"Ganti seragamnya dulu yuk, pasti nggak nyaman. Abis itu makan dan minum obat" lanjutnya

"Iya bund" jawab Jihan lirih lantas mengikuti perintah bundanya sementara Naura menyiapkan baju ganti, makanan dan obat penurun panas.

Disaat seperti ini dirinya tidak boleh panik terlebih dahulu dan harus percaya jika Jihan hanya demam biasa. Yang terpenting dirinya sudah memberikan pertolongan pertama pada putrinya terlebih dahulu. Dan setelah semuanya beres juga memastikan Jihan telah meminum obatnya, Naura keluar dan menutup pintu kamar putrinya agar istirahat Jihan tidak terganggu. Naura pun harus menyetrika pakaian yang sudah menumpuk.

Baru saja Naura menyetrika beberapa baju, suara ponsel yang berada di dekatnya mengalihkan perhatian. Dilihatnya, nama Aneta lah yang menelephone hingga dengan segera dirinya mengangkatnya.

"Halo Assalamualaikum Net, ada apa? Tumben nih telephone"

"Gue ada di depan nih Ra"

"Loh, ya ampun...kamu kesini? Oke-oke, tunggu bentar ya" kata Naura kemudian bergegas mencabut colokan setrika dan melesat ke ruang tamu untuk menemui Aneta.

"Huahhh panasnya gusti" kata Aneta begitu memasuki rumah dan langsung duduk di sofa

"Mau minum apa? Kasian amat mukanya sampek merah gitu"

"Eh..hehe enggak Ra, aku udah beli minuman nih. Udah nggak usah repot-repot ah, sini aja duduk" kata Aneta yang di turuti oleh Naura

"Jihan masih sekolah ya" lanjutnya

"Enggak, Jihan nggak enak badan. Tuh di kamarnya lagi istirahat"

"Ya ampun. Udah kamu priksain?"

"Belum, tadi udah aku kasih obat penurun panas. Semoga aja nanti reda panasnya"

"Syukurlah kalau begitu. Oh iya, kemaren tuh gue abis dari bogor nah mampir kerumah ortu lo, dapet titipan deh dari mereka. Nih" kata Aneta sembari menyerahkan sebuah paper bag yang lumayan besar

"Masyaallah, makasih Net"

"Sama-sama. Apa gue perlu periksa Jihan? Eh tapi nggak bawa peralatan gue" kata Aneta sudah berdiri dari duduknya

"Udah nggak papa Net. Insyaallah nanti Jihan udah baikan lagi setelah istirahat. Biasanya gitu"

"Oh, oke-oke. Kalau gitu gue langsung aja ya, mau cepet-cepet ke RS soalnya. Assalamualaikum" pamit Aneta

"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan, jangan ngebut bawa mobilnya" pesan Naura yang di angguki oleh Aneta.

*****

Malam mulai larut. Suhu badan Jihan yang tadinya sudah turun entah kenapa kini kembali meninggi. Maka, Naura memutuskan untuk mengompres dahi Jihan. Rencana, besok pagi-pagi sekali dirinya akan mengajak Rendra untuk membawanya kerumah sakit karna tidak mungkin jam segini mereka pergi karna belum tentu juga masih ada yang buka mengingat jam sudah hampir tengah malam. Khawatir, sudah pasti. Lagipula ibu mana yang tidak khawatir jika anaknya sedang sakit dan rewel seperti ini.

"Yah, mau kemana?" tanya Naura yang melihat suaminya tampak rapi seperti hendak pergi kesuatu tempat.

"Ayah mau keluar sebentar bun, jangan lupa kunci rumah. Nggak usah nungguin karna ayah udah bawa kunci cadangan" pesan Rendra masih tidak bersahabat

"Tapi yah, Jihan masih sakit loh masak mau kamu tinggal"

"Ck kamu cerewet banget sih bund. Udah ayah mau berangkat sekarang" kata Rendra membentak Naura

Naura yang mendapat bentakan dari suaminya itu tentu saja merasa sangat terkejut. Pasalnya baru kali ini suaminya itu meninggikan suaranya di hadapanya. Suaminya yang dulu sangat lembut dan perhatian terhadap anak juga istrinya entah kemana menghilangnya kini. Seperti bukan suaminya.

"Astagfirullah, ada apa denganmu yah? Meskipun hubungan kita sedang tidak baik-baik saja, tapi lihatlah kondisi Jihan sekarang" gumam Naura dengan rasa  sedih juga kecewa menjadi satu.

Perih, sungguh perih kini rasa hatinya bagai dihujam ribuan belati. Suami yang dulu begitu perhatian dan sangat khawatir saat melihat putrinya tengah sakit mengapa kini sangat terlihat tidak peduli. Lagi pula mau kemana tengah malam begini suaminya itu? Rasa-rasanya selama pernikahan mereka Rendra sangat jarang keluar rumah saat tengah malam kecuali jika di kantor sedang lembur. Belum selesai memikirkan tentang sikap Rendra, perhatian Naura teralihkan dengan Jihan yang tiba-tiba saja seluruh tubuhnya kejang membuatnya begitu panik

"Ya Allah, kamu kenapa nak..." gumam Naura lantas mencoba memanggil suaminya namun nomor lelaki itu malah tidak aktif.

Tak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap putrinya, Naura bergegas menyambar jilbab instan juga kunci mobil beserta dompetnya untuk membawa jihan ke puskesmas atau rumah sakit yang terdekat agar segera mendapat pertolongan. Semoga saja ada yang masih buka. Sebelumnya dirinya juga telah menyempatkan untuk menulis pesan singkat kepada Raina terlebih dahulu untuk mengabarinya sekaligus berjaga-jaga jika ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi.

__________________________

Loha kesayangan aku semua. Jan lupa bersyukur hari ini😘😘😘

Enjoy it and happy reading😍😍

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang