Bagian 29

947 27 1
                                    

Sinar mentari pagi menerobos jendela kamar milik Rendra dan Naura. Setelah subuh tadi, laki-laki itu kembali tidur. Sementara Naura sendiri berada di depan lemari tengah memilih milih baju milik suaminya yang akan di bawa.

"Bun..jam berapa ini?" tanya Rendra membuat Naura mengalihkan perhatiannya.

"Masih jam tujuh kurang yah, kalau mau tidur sebentar lagi juga masih ada waktu"

"Ayah mau mandi aja deh bun biar bisa bantuin bunda beresin barang-barang ayah" kata Rendra beranjak dari kasurnya dan langsung menyambar handuk di gantungan.

Seperti perkataanya tadi, begitu selesai mandi Rendra membantu Naura mengemasi barang-barangnya. Ya, meskipun cuma bantu ngeribetin. Untuk sarapan, tentu saja istrinya itu sudah memasak banyak karna sebelum setelah subuh tadi saat Rendra tengah mengambil wudhu Naura telah sibuk di dapur dengan berbagai macam bahan makanan.

Beres. Rendra, Naura juga Jihan sudah mandi dan berganti baju. Hidangan untuk sarapan pun sudah tertata rapi di meja makan. Saat akan memanggil suami juga putrinya yang tengah menonton televisi, Naura mendengar suara mobil yanf memasuki halaman rumah.

"Papa sama mama bun" kata Rendra sebelum Naura sempat bertanya.

"Hayuk kedepan kalau gitu. Sekalian nanti papa sama mama kita ajakin sarapan bareng" sahut Naura yang diangguki oleh Rendra sembari berjalan menuju ruang tamu.

Pas sekali. Begitu pintu dibuka, papa mama Rendra baru keluar dari mobil mewah mereka.

"Ren, kita langsung berangkat aja. Rekan-rekanmu udah nungguin di bandara soalnya. Mana kopermu? Masukin dulu ke bagasi" sahut papa Rendra usai bersalam salaman.

"Tapi Naura udah masak banyak pa. Apa nggak bisa kita sarapan bersama dulu? Rendra sengaja belum sarapan biar bisa bareng-bareng" kata Rendra

"Gampang itu. Ra, kamu masukin aja makanan-makanan yang udah kamu masak ke wadah. Kita bawa biar nanti kita makan di bandara, disana makin rame pastinya. Kamu sarapan roti aja dulu Ren buat ganjel perut, tuh mama mu udah bawa"

"Lahh masak ke bandara kita mau makan pa" protes mama Alya

"Kan ada rooftof disana. Sekalian biar kita kayak piknik gitu"

"Oke pa, Naura tata dulu makanannya sebentar" kata Naura tersenyum.

Mungkin ayah mertuanya ini sebenarnya rindu liburan tapi terlalu gengsi untuk bilang atau memang tidak ada waktu yang longgar mengingat jika pastinya jadwal atau tugas beliau sebagai pemimpin perusahaan pastilah sangat padat sehingga jarang bisa bersantai.

Setelah semua selesai, satu keluarga itupun berangkat menuju bandara.

"Bun, ayah berangkat dulu. Hati-hati dirumah ya jangan lupa kunci pintunya kalau lagi di belakang" pesan Rendra saat pesawat yang akan di tumpanginya berangkat.

"Iya yah, nanti kabarin kalau udah sampai" balas Naura

Petugas bandara kembali mengumumkan jika penumpang harus segera bersiap untuk memasuki pesawat. Detik itu juga Naura dan yang lainya melambaikan tanganya melepas kepergian sebagai salam  perpisahan karena tidak akan berjumpa untuk beberapa hari kedepan.

*****

"Heuhh panass banget diluar" keluh Jihan yang baru saja sampai di rumah.

Naura hanya tersenyum sambil menyerahkan botol minuman kepada putrinya yang telah ia buka setelah Jihan duduk di sofa. Memang, beberapa bulan terakhir ini cuaca begitu sangat terik bahkan kabarnya banyak daerah-daerah yang sampai kekeringan air. Gersang dimana-mana mengakibatkan polisi udara semakin meningkat. Entahlah kapan musim kemarau ini akan berakhir.

"Ra, kebelakang sebentar yuk ambil minum. Sekalian ada yang mau mama bicarain sama kamu" kata mama Alya tiba-tiba.

"Mau bicarain apa ma? Kalau mau ngobrol yaudah disini aja" sahut papa mertua

"Ih papa nggak usah ikut-ikutan deh. Ini masalah perempuan tau" jawab mama Alya

"Yuk Ra" lanjutnya

Naura yang tangannya di tarik oleh mama mertua pun hanya bisa diam dan menurut. Dirinya hanya penasaran apa yang ingin mama Alya bicarakan bersamanya sehingga harus kebelakang seakan-akan tidak boleh di ketahui oleh papa mertua.

"Ma, apa yang mau mama bicarain sama Naura?" tanya Naura begitu keduanya telah berada di dapur

"Mama...ingin Rendra menikahi Resti. Jika kamu tidak ingin pisah dengan Rendra, maka izinkan dia poligami"

Bagai petir disana bolong, perkataan mama Alya barusan benar-benar mengoyak hati Naura. Benarkah yang dirinya dengar ini bahwa mama mertuanya yang selama ini dianggap olehnya seperti mama sendiri tega ingin menyuruh suaminya poligami?.

"Kenapa mama bilang seperti itu ma? Apa alasan mama sampai-sampai menginginkan mas Rendra menikahi mbak Resti? Apa ma?"

"Tidak ada alasannya. Mama cuma ingin saja"

"Ingin? Enteng sekali mama bicara seperti itu" kata Naura menyeka air matanya kasar. Ah, entahlah kapan air mata itu menetes, dirinya tak sadar sama sekali.

"Sebenarnya apa kurangnya Naura selama ini ma? Kenapa mama berubah sekarang? Ah, lebih tepatnya semenjak kedatangan mbak Resti" lanjutnya

"Kamu tidak ada kurangnya sama sekali sayang. Hanya saja mama ingin kamu dan Resti menjadi menantu mama. Tolong kamu terima Resti menjadi madumu..hm"

"Itu hal yang mustahil bisa Naura terima ma. Sampai kapanpun"

"Ra, mama mohon...anak laki-laki mama cuma Rendra"

"Kalau begitu kenapa tidak menyuruh papa saja yang menikahi mbak Resti kalau gitu ma. Dengan begitu, mama sama mbak Resti akan terus sama-sama"

"Ra, kau gila?!" sentak mama Alya

"Maaf, Naura ke depan sekarang karena sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan" sambar  Naura cepat dan buru-buru meraih minuman dingin di atas meja saat melihat mama Alya kembali ingin bicara.

Cukup. Cukup sudah pembicaraan tak penting tadi. Naura tidak ingin kembali membahasnya. Biarlah dirinya dianggap tidak sopan oleh mama Alya. Sebagai wanita tentu saja poligami adalah hal yang sangat menakutkan. Bukanya Naura ingin menentang syari'at. Hanya saja, poligami itu sendiri tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus tau betul ilmunya, prosedurnya dan tidak boleh ada unsur perselingkuhan atau nafsu di dalamnya.

_________________________

Wahh, mamanya Rendra nih minta di hempasin apa ya kok jadi ikutan gemes  Relca tuhh😬😬😬

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang