Delapan

182K 11.5K 342
                                    

[ Bagian Delapan ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Bagian Delapan ]

"Kita terjebak dalam situasi, yang mengharuskan kita menerima pernikahan yang tidak kita inginkan."

"Jadi sebelum berpisah, mari saling menginginkan."

***

Tujuan Tian datang ke rumah Agnita adalah untuk membahas pekerjaannya yang jadi menumpuk akibat wanita itu tidak masuk kerja. Bahkan saking banyaknya pekerjaan yang harus di handle kemarin, Tian jadi benar-benar tidak tertidur. Lihat saja kantung mata laki-laki itu begitu hitam.

"Mbak, parah banget sih lo, masa sekarang ga masuk kantor lagi? Gue beneran ga tidur loh, ini buat handle semua kerjaan," keluh Tian dengan wajah yang terlihat pias. Laki-laki itu benar-benar terlihat seperti habis disiksa selama seharian penuh. "Mana lo tau sendiri artis-artis lo itu ribet banget. Si Baskara gamau syuting kalau ga lo yang temenin, jadi gue harus negosiasi sama kru dan produsernya biar jadwal syuting bisa diundur. Terus juga Veronica, dia masa lupa kalau harus recording kemarin, tiba-tiba udah ada di Paris aja. Sumpah gue gedeg banget sama ini cewek. Lagak bener gayanya setelah jadi simpenan aki-aki bule di sana, dia jadi nyepelein kerjaan banget, padahal dulu dia sendiri yang ngemis-ngemis job ke kita."

"Baskara mah, gampang, nanti gue yang ngomong. Terus kalau Veronica, ya udah lah biarin aja, dia lagian emang lebih laku jual diri ketimbang nyanyi," ucap Agnita enteng. Wanita itu berjalan mendekati Tian yang duduk di sofa dengan membawa semangkuk salad. "Mau ga?" tawar Agnita setelah duduk di samping pria itu.

Tian terlihat ragu dengan makanan yang dibawa oleh Agnita.

"Tenang, bukan gue yang buat. Ini punya Sankara gue curi," ucap Agnita. Tanpa dosa wanita itu menyuap sayur-sayuran tersebut ke dalam mulutnya.

"Emang parah lo, Mbak, ga takut diomelin emang?" celetuk Tian.

Agnita mengangkat bahunya acuh, "Kalau dia berani ngomel, tinggal gue omelin balik aja."

Tian ikut-ikutan memakan salad tersebut dengan sendok yang Agnita sediakan di sana. "Kadang gue kasian sama Mas Sankara karena berakhir nikah sama lo, Mbak," celetuk Tian yang tentunya langsung dihadiahi pukulan di kepalanya.

"Sembarangan banget! Yang ada gue kali yang kasian."

Tian meringis, "Ini lo udah sehat walafiat kenapa ga masuk kerja aja sih, Mbak?" protes laki-laki itu.

"Tadi pagi gue masih demam, ga diijinin kerja."

"Lah, sejak kapan lo perlu ijin dari Mas Sankara? Perasaan dari dulu lo hidup seenaknya."

Entahlah, Agnita juga tidak paham dengan dirinya sendiri. Terkadang ada saat dimana dia tanpa sadar bahkan secara sukarela menuruti perkataan Sankara. Misalnya saat ini, saat pria itu tak mengijinkannya pergi kerja. Ia bahkan tidak berpikir untuk mendebat perkataan pria itu, seolah alam bawah sadarnya memahami mana perkataan Sankara yang mutlak untuk ia turuti.

Sebelum BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang