Empat Puluh Tujuh

176K 11.2K 4.4K
                                    

[ Bagian Empat Puluh Tujuh ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Bagian Empat Puluh Tujuh ]

"Mulut mungkin bisa berkata bohong, tetapi hati tak bisa berhenti memohon."

"Jadi sebelum berpisah, mari resapi kembali."

***

🥀5.5k votes, 3.2k comments, 4.8 followers🥀

Part kali ini campur aduk, so be prepared!

***

"Kamu tidak biasanya seperti ini." Suara Wiryoe akhirnya terdengar setelah cukup lama mendiami putranya. "Kalau Dewan yang seperti ini, bapak bisa abaikan. Bapak sudah angkat tangan untuk mengurus dia, tetapi kamu ... kamu mau buat keluarga ini seperti apa nanti, kalau di umur segini masih gegabah dalam mengambil keputusan."

Sankara hanya duduk dan mendengar. Tidak ada niatan satu pun untuk menjawab atau membantah. Pria itu memang selalu begitu, selalu menerima ucapan orangtuanya dengan seksama. Tidak pernah ada niatan untuk mendahului atau pun membuat mereka semakin emosi. Apalagi kala tahu ayahnya baru saja sampai di Indonesia. Belum sempat istirahat dan sudah dihadapi dengan masalah.

"Eyang Kakung peringati kamu, itu bukan suatu hal yang main-main, kamu tau itu. Tetapi kenapa kamu malah serang tempat Wicaksono seperti itu? Kenapa seseorang seperti kamu malah ikuti cara Dewan yang tidak tahu aturan?" Wiryoe terdengar kecewa dengan apa yang anaknya lakukan. "Eyang Kakung sudah kasi kamu kesempatan lima hari untuk negosiasikan kepada Hartanto, tentang rencana dia kepada keluarga Wicaksono. Kita mau bantu, kalau dia bisa diajak bicara dan mau dibantu. Tetapi apa? Dia tetap kekeuh ingin mengikuti ambisinya itu. Dan kamu tahu kalau rencana bodoh seperti itu tidak akan berhasil, jadi harusnya kamu mundur. Lima hari dari Eyang Kakung sudah habis, tinggalkan Hartanto dan urusannya itu."

Sankara yang sejak tadi hanya diam, akhirnya membuka suaranya. "Sankara ngga bisa, Pak," ujarnya pelan. "Mau bagaimana pun, Pak Hartanto itu bapaknya istriku. Aku ngga bisa abaikan gitu aja kalau tahu nyawanya dalam bahaya. Terlebih apa yang dilakukan Pak Hartanto ngga salah. Apa yang harus aku bilang ke istriku nanti kalau dia tanya dan semua sudah terjadi?"

"Bapak tidak pernah ikut campur dengan urusan rumah tanggamu. Tetua juga tidak pernah, sama seperti yang kamu minta. Kita percaya kamu mampu untuk mengurus keluargamu. Sekalipun bapak berulang kali menerima kabar nyeleneh tentang istrimu itu. Bapak ngga pernah ikut campur. Bapak biarkan kamu yang urus dia dengan caramu. Tetapi kalau sampai sejauh ini kamu menjaga dia, bapak pasti akan tegur. Keluargamu bukan hanya istrimu itu, jangan asik sendiri kamu. Semua yang di sini adalah keluargamu juga. Kamu dididik dengan darah dan keringat dari Admoejo, harusnya kamu tahu diri dan mengabdikan semuanya untuk Admoejo. Jangan sok pahlawan kamu di sini."

Sebelum BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang