5. gagal lagi?

119 42 18
                                    

Mobil hitam itu melaju cepat, melewati mobil mobil lain yang melambat, cuaca tiba tiba saja mendung, awan berubah menjadi abu.

Frendy menatap tajam jalanan, Gerhana terdiam menatap piagam dan medali perak yang ia genggam.

Genala pergi bersama Laras ke rumah sepupu mereka, Lanka karena Genala akan menginap, jadi Gerhana dan Genala tak pulang bersama.

Sepertinya cuaca mulai menandakan akan turun hujan,Frendy masih melajukan mobilnya, tatap tajam itu, raut wajah itu, Gerhana takut,
sebisa mungkin tangisnya ia tahan, tangannya gemetar bersamaan dengan batuk yang selalu mengikuti, dadanya sesak, apa yang akan terjadi?

Mereka sudah memasuki komplek perumahan, Mobil milik Frendy mulai masuk ke halaman rumah.

Mobil berhenti, Frendy menghela nafas, menatap anak sulungnya yang masih setia menunduk, matanya mulai berair, namun ia tahan tangisan itu.

"Apa ini?" Frendy mengambil medali perak dari Gerhana, menatap anak sulungnya,"Kalau orang tanya itu jawab! Bukan malah nunduk nunduk gitu" ucapan itu membuat Gerhana mengangkat kepala, menatap medali perak itu.

"Ini apa Gerhana? Ini apa?" Frendy dengan kasar mengambil piagam bertuliskan Juara 2 Olimpiade IPA itu, emosinya memuncak, matanya merah menatap si sulung.

"M-medali yah.. sama piagam" jawab Gerhana, tentulah jawaban itu benar, namun bukan itu yang ingin Frendy dengar," juara berapa?"Gerhana menoleh ke arah Frendy, matanya berkaca kaca, air matanya siap jatuh, namun terbendung sejenak.

"2 yah.."

Frendy dengan kasar membuka pintu mobil, berjalan ke arah pintu penumpang, lalu membuka pintu itu kencang, menarik si sulung keluar dari mobil, Gerhana terjatuh, pakaiannya basah dan kotor karena genangan air hujan, yang sedari tadi membasahi halaman rumahnya.

Gemuruh suara petir di dampingi kilat, Frendy menutup pintu, lalu membuang medali perak serta piagam itu di depan Gerhana, ia menginjaknya, menganggap itu adalah sebuah sampah yang tak penting.

Gerhana terdiam, air matanya lolos, mengalir membasahi pipi, wajah itu menatap medali di depannya, medali itu kotor, yang awalnya mengkilat dan indah, kini menjadi kotor, piagam itu juga basah, mungkin bisa sobek.

"Ayah minta kamu juara 1 Gerhana! AYAH MINTA KAMU JUARA SATU! BUKAN JUARA 2, DASAR SAMPAH" Frendy menendangnya Gerhana, cukup keras membuat Gerhana terbaring sejenak, dadanya sesak sekali, air matanya setia mengalir, basah sudah seragamnya yang rapi, air hujan selalu mengiringi, tatap Frendy selalu membuatnya takut.

"A-ayah, Gerh-" Frendy menarik kerah seragam Gerhana, memaksanya berdiri lalu ia bawa si sulung ke arah kamar mandi dekat garasi.

Ia membuat si sulung terduduk, melepas kerah seragam si sulung yang awalnya ia genggam, mengambil sebuah gayung, lalu menyiram anak sulungnya dengan air dingin.

Dingin, air itu dingin, tubuh Gerhana menggigil hebat, angin sore itu juga tak bersahabat, tak hanya sekali Frendy menyiram Gerhana, tapi berkali kali, air itu membasahi tubuhnya,bibirnya pucat, matanya lelah.

Frendy melempar gayung, ia menatap Gerhana,"Dingin? Baru begini dingin? Memang lemah kamu, sudah lemah bodoh lagi, kenapa kamu gabisa banggain ayah,gerhana?" Kata kata itu keluar, nadanya membentak,Gerhana menunduk.

"KAMU BISANYA APASIH GERHANA? CUMA NYUSAHIN? CUMA BEBANIN AYAH? SESUSAH ITU KAMU BANGGAIN AYAH?!"bentakan Keras Frendy membuat Gerhana sesak, begitu jahat kata kata Frendy, sakit hati Gerhana, sakit.

"Kamu bisu kah? Mulut kamu ada kan? Ngomong, orang di tanya begitu" nadanya mulai di pelankan, namun kata katanya tidak, Frendy menatap Gerhana, menatap si sulung yang mengecewakan baginya.

Apa Salahku Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang