15. Sesak Ayah

115 14 0
                                    

Happy Reading!

[[ Apa Salahku Ayah ]]

Pagi kembali datang seperti biasanya, kicauan burung yang biasa menemani datangnya pagi tak begitu terdengar, mungkin itu adalah pertanda dengan apa yang terjadi hari ini.

Hari dimana rasa sesak itu kembali datang, Frendy membahas nilai Gerhana tepat disaat dirinya sedang menyuap sesendok nasi untuk mengisi perut.

"nilai kamu naik? berapa?" Tanya Frendy menyeduh teh setelah beberapa kata keluar dari mulutnya, Gerhana menoleh, tersenyum sejenak, mengingat yang di tanyakan padanya bisa saja membuat Frendy bangga.

"92 yah, kemarin aku baru tau maksud dari soalnya" Gerhana tersenyum bangga, ia mulai fokus pada makanannya, Laras tersenyum menatap bangga pada putra sulungnya.

"wahh, sel-"
"tertinggi ga?"

Belum selesai mengucapkan kata kata yang akan di berikannya pada si sulung, Frendy dengan tatapan dinginnya, menyela pembicaraannya.

Gerhana menoleh, terdiam sejenak lantas menjawab pertanyaan sang ayah.

"tidak ayah, yang tertinggi Hyma" kekehan terdengar, seluruh harapan Gerhana jatuh begitu saja, di injak injak layaknya hal tak penting, ia merasa percaya diri, namun setelah mendengar kekehan merendahkan dari Frendy, kini ia kembali terpuruk.

"Kamu gabisa ya? membuat ayah bangga? susah ?iya? susah? sampai sampai kamu ga bisa buat ayah bangga sedikitpun, buat apa nilai kamu nambah, kalau tetap di bawah" terdengar kata kata ringan menurut Frendy, namun menusuk hati si sulung, betapa sakitnya hatinya tak pernah di banggakan.

"Tapi ayah, Gerhana sudah berusaha"
"hasil kamu kurang, tandanya kamu kurang usaha"

Sesusah itu menahan air mata yang akan jatuh, Genala hanya terdiam, begitupun Laras.

"Itu susah ayah.." suaranya memelan, tatapannya menunduk, melihat makanan di depannya rasanya menjadi begitu hambar.

"Itu kamunya yang bodoh, pelajaran juga sama aja kan kaya ayah dulu, dulu aja ayah bisa, kenapa kamu gabisa? kamu itu tetap bodoh ya Gerhana walau sudah ayah kasih jam les bahkan les privat, gada yang berubah, sama saja" Sakit, hati Gerhana sakit, ucapan dari Ayah kandungnya sendiri, dari seorang lelaki yang seharusnya melindungi anak anaknya, yang kini menjadi sumber luka terbesar dalam dirinya.

Kemana ayah yang dulu? dulu ayah suka ngajak main Gerhana, dulu ayah selalu jagain Gerhana, bahkan saat Gerhana tak sengaja jatuh, melihat ayah begitu khawatir dengan buah hatinya.

Kini semuanya hilang, ayah berubah setelah kejadian yang datang pada masa lalu, menghilangkan nyawa seorang wanita pelindung bagi Gerhana, serta kebahagiaan bagi Frendy.

Gerhana selalu menyalahkan dirinya atas hal ini, namun ia juga tidak bisa di salahkan atas hal yang terjadi, itu semua ketidak sengajaan.

"Ayah, gabisa ya? dukung Gerhana sedikit .." Gerhana mengangkat kepalanya, menatap wajah sang ayah, melihat betapa banyak perubahan pada wajah yang selalu ia takuti selama ini, tiada lagi senyum hangat dalam wajah Frendy untuknya, semuanya sirna.

Kekehan kembali terdengar, " Kamu yang benar saja? banggain Ayah aja gabisa, taunya jadi pembunuh doang" Gerhana mengepalkan tangannya, air matanya tak bisa ia tahan.

"Mas, kamu berlebihan" Laras beranjak dari duduknya, Gerhana dan Genala kini menatap kearah Laras, Frendy masih terfokus pada makanan yang ia makan.

"Gerhana itu anak kamu, Gerhana darah daging kamu mas" Laras berseru pada Frendy, kedua buah hatinya kini hanya bisa terdiam.

"Kenapa kamu bela anak sialan itu, Laras? jelas jelas dia salah, dia gabisa apa apa selain membunuh orang, selain bisa kecewain kita, dia beban di keluarga ku" Sesak, hanya itu dalam dada Gerhana, Pelukan, hanya itu yang ia butuhkan, hanya itu.

Apa Salahku Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang