Matahari mulai menampakkan dirinya, hari itu hari Senin, dimana hari semua orang memulai aktivitas biasa, para pekerja berangkat untuk bekerja, anak anak berlarian ke arah sekolah, menuntut ilmu untuk masa depan, para pedagang menjualkan dagangannya.
Jalanan pagi itu tak cukup ramai, di sebelah jalanan ada sebuah gang, terlihat rumah besar berwarna putih disana.
Gerhana baru saja selesai mandi, dia mulai bersiap sekolah, menggunakan sweater lengan panjang,memasukkan buku ke dalam tas.
"Gerhana, ayo kemari sarapan sudah siap" Seru Laras,Ibu tiri Gerhana dari arah dapur, ia menoleh ke arah pintu, membawa tas nya dan mulai menuruni anak tangga.
Ia melihat meja makan, terlihat ada Frendy, ayahnya, tengah memainkan ponsel genggamnya, menatap benda itu kosong.
Frendy mulai sadar bahwa Gerhana memerhatikannya, ia mengangkat kepalanya, menatap Gerhana dingin.
"Ada apa? Kamu tak ingin makan?kalau begitu diamlah disana dan jika ingin makan maka kemarilah, kau punya kaki kan" ucap sang ayah yang langsung fokus kembali dengan ponsel genggamnya.
Gerhana menelan ludah, berjalan menuju meja makan, menaruh tas di samping kursi, ia menoleh, melihat keberadaan meja makan, tampak kosong, ah ternyata Genala belum turun dari kamarnya.
"ayah, Genala kemana?" Tanyanya, ia sedikit takut untuk bertanya.
"Kau lihat ada Genala disini? Matamu tidak rusakkan? Genala tidak ada disini"
Jawaban yang sama sekali tak menjawab pertanyaan Gerhana, ternyata memang benar Genala belum turun dari kamar, ia bermaksud untuk naik kembali untuk memanggil adiknya itu, namun langkahnya terhenti sekejap.
"Nilaimu turun kan" sang ayah berbicara dingin, Gerhana berbalik, ia menatap sang ayah.
" ayah tau dari mana?" Tanyanya.
"Kertas ulangan IPA milikmu terjatuh di depan pintu,kamu hanya dapat 85 bukan? Mengecewakan"Gerhana menunduk, ia meminta maaf kepada sang ayah, lantas berbalik dan menaiki anak tangga, sedikit berseru memanggil si bungsu untuk turun.
Keluarga itu memakan sarapannya bersama, Memakan makanan Laras dengan lahap, menu pagi itu adalah nasi goreng, makanan kesukaan Gerhana.
"Wahh nasi goreng, bukannya ini kesukaan Abang?" Tanya Genala yang di balas dengan anggukan dari Gerhana.
Frendy hanya melirik Gerhana sekejap.
"Genala, ayah dengar dengar kamu masuk final olimpiade Matematika ya?"Tanya Frendy, Genala mengangguk lalu tersenyum.
"iya ayah aku masuk final, Mas Gerhana juga masuk final ayah" Frendy melirik Gerhana, Gerhana hanya menunduk.
"Haha keren sekali ini ayah, kamu semangat ya Genala, pasti juara"Frendy Tersenyum, mengelus kepala anak gadisnya.
"Ayah ga semangati Mas Gerhana?"
Gerhana menoleh, Frendy terdiam, lalu mereka saling menatap, lalu Frendy beralih kepada Genala.
"Udah ,tadi pagi" kata itu bohong, Gerhana menatap keduanya, sedih melihat itu, tadi pagi ayahnya tidak menyemangatinya, ia hanya merusak mentalnya,pagi yang sangat buruk, Gerhana mengingat kata kata tadi pagi, ia berkata dalam batin, bertanya mengapa ia tidak di dukung, apa salahnya? Kenapa selalu begini?
Gerhana menunduk, Laras yang melihat itu, lalu menggenggam tangan milik Gerhana, Gerhana menoleh kepada Laras, Laras tersenyum, Ia mengerti apa yang putranya rasakan, ia hanya meminta agar Gerhana tetap semangat, ia tau itu sulit, tapi ia yakin Gerhana bisa.
Selesai Sarapan Gerhana dan Genala berangkat di antar sang ayah, Frendy berpamitan dengan Laras, mengecup nya dan bersalaman.
Mereka berangkat,jalanan cukup sepi, karena mereka berangkat lebih pagi dari biasanya, di karenakan Frendy ada meeting di kantor.
Tepat jam 06.25 Mereka tiba di sekolah, Genala berpamitan dengan Frendy, Frendy mengecup kening Genala, tepat di depan Gerhana, Gerhana bisa apa? Ya memandang itu saja, Genala turun dari mobil terlebih dahulu.
"kamu jangan mengecewakan" Gerhana yang hendak turun menoleh.
"Gausah nyusahin, jadi anak mandiri, kamu cowo gausah lemah, belajar perbaiki nilaimu yang sangat buruk itu, kamu lebih tua namun lebih bodoh dari adikmu"ucap Frendy.
Gerhana terdiam mengangguk lalu turun dari mobil, pagi ini tidak sebagus itu, pagi ini termasuk pagi terburuk.
Ia masuk ke dalam sekolah bersama Genala, lalu berpisah di lorong sekolah.
Gerhana tiba di kelas, duduk di kursi paling pojok, menatap pemandangan asri dari jendela.
"Ger, lu gapapa?" Gerhana menoleh, terlihat remaja yang seumuran dengannya bertanya, namanya Revan, teman dekat Gerhana.
"Gua gapapa" ucapnya, lalu melipat tangan di atas meja menjadikan kedua tangan itu sebagai bantal, dia sebenarnya sangat mengantuk karena semalaman belajar.
"Gausah bohong, ga pinter bohong lu" Malvin disana, teman Gerhana, dia adalah ketua kelas, dia sangat pengertian, ia tau bahwa Gerhana sedang berbohong.
"Lu kenapa Ger? Jujur aja dah"Revan membujuk Gerhana, berharap ia ingin cerita, wajah lesunya membuat Revan penasaran.
"Gua ga papa, cuma cape"
Revan dan Malvin saling bertatap, mereka tau Gerhana orang yang tertutup selalu menutup lukanya sendirian, mereka tau itu sebenarnya adalah karena keluarganya, mereka mendengar sang ayah memarahinya di mobil, seorang adek kelas membocorkannya kepada Revan dan Malvin.
"Ger, kalau cape cerita, lu boleh nangis ko" ucap Revan yang sadar bahwa mata Gerhana berkaca kaca, Melvin hanya bisa menghembuskan nafas panjang.
"Van, gua ga papa"
Revan menoleh ke arah Melvin, dia tak tau harus bagaimana, Melvin hanya diam menggeleng pelan.
"Ger, kita ada disini, kita keluarga kedua lu"
~Bersambung
Melvino Enggra Harvihs
"Dia memang tak sempurna, tapi perjuangannya sempurna"Davion Revan Pratama
"Dia indah kalau senyum, tapi kehidupannya penuh tangisan, bukan senyuman"
Note: Hallo, aku Author dari cerita ini, cerita ini adalah cerita asli dari saya, ide saya dan tidak mengcopy pihak manapun, jangan lupa vote dan komen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Salahku Ayah?
Fanfic"Kamu kalau hanya merepotkan, mengapa harus lahir di dunia ini" ucapan yang sangat menyayat hati kecil milik gerhana, dia tidak mengerti mengapa ia sangat di benci, keberadaannya menurut sang ayah adalah sebuah barang yang sangat buruk, alur hidupny...