18. Remaja

38 6 0
                                    

Happy Reading!

[[ Apa Salahku Ayah ? ]]

Gerbang sekolah baru saja tertutup, keadaan yang cukup ramai di sekolah hari ini, banyaknya manusia yang mulai berjalan masuk kedalam kelas, banyak juga yang harus melakukan hukuman karena terlambat, beruntung kedua kakak beradik ini sudah masuk meski kurang 1 menit lagi mereka pasti akan di hukum.

"Abang, Nala kekelas dulu, dadah" tangannya melambai, tersenyum dengan gigi kelincinya dan mulai berjalan menuju tujuannya, Gerhana membalas lambaian tangan sang adik, tersenyum tipis lalu berjalan menuju kelas miliknya, sudah lama ia merindukan sekolah, padahal hanya tidak berangkat beberapa hari.

Baru saja berjalan masuk kedalam kelas, telinganya sudah berdenyut, kelasnya tidak pernah tenang, hanya tenang saat ujian, ulangan, ataupun jika walikelas mereka sedang murka.

Seorang pemuda melambai kearah Gerhana, tersenyum menyapa seseorang yang ia tunggu sedari tadi, Gerhana menoleh, lantas tanpa pikir panjang ia segera berjalan menuju tempat dimana ia harus duduk.

Keempat temannya kini terdiam menatapnya duduk dan bersiap untuk mengobrol, karena wajah pucatnya, benar benar sulit di singkirkan.

"Lu kenapa ?" Tanya Melvin yang sedari tadi hanya bisa melirik sahabatnya yang seperti tak bersemangat untuk memulai hari ini disekolah.

Revan, Arsa maupun Dewa hanya bisa terdiam, entahlah, mereka akan menyerahkan hal ini pada Melvin yang hanya bisa di andalkan.

"Gua kecapean aja vin, udah ga usah khawatir sama gua" alasan yang selalu di buat akan selalu sama, seperti kemarin kemarin, sungguh Melvin tau semua yang sahabatnya alami.

"bohong ya lu , Ger? kalau cape lu bisa nangis kok, lu juga bisa cerita, gua , Revan, Dewa sama Arsa disini" mengelus punggung sang sahabat, Melvin tersenyum hangat yang membuat Gerhana bersyuku bertapa beruntungnya dia mendapatkan teman teman yang benar benar selalu ada untuknya.

Sejenak setelah mereka sedikit berbincang, Raya, gadis itu berjalan pelan menuju meja mereka, membawa sebuah map biru yang entah berisi apa.

"Gerhana, ini filenya udah aku print buat presentasi takut kalau nanti gabisa di pake laptopnya"Gadis dengan rambut sebahu itu menyodorkan sebuah map yang sedari tadi di bawanya.

Gerhana menerimanya dengan suka rela, entah mengapa senyum mengembang di wajahnya, hal itu tentu diperhatikan oleh ke 4 temannya, mereka sudah tau bagaimana mimik wajah temannya jika hatinya sedang mempersiapkan tempat yang spesial untuk seorang gadis.

Revan memukul pelan lengan remaja disampingnya, tersenyum menggoda sang sahabat dengan ekspresinya yang cukup membuat orang kesal, tak lupa dengan seorang Arsa yang tidak bisa diam di samping Dewa, Remaja itu tengah memutarkan lagu Dua Sejoli Karya Dewa 19 lewat ponselnya, sengaja Arsa kencangkan suara pada ponsel remaja tersebut.

"Makasi ya, Ray" Senyuman tulus itu kembali di tampakkan, Raya mengangguk pelan, lantas berjalan menuju sekelompok gadis yang tengah berbincang dan menggosip panas tentang apa saja yang mereka benci.

Arsa melirik Gerhana, bersiul menggoda sang sahabat, sengaja memalingkan wajah saat Gerhana menatapnya tajam, sungguh, Arsa puas dengan ekspresi seperti itu.

"Ger, naksir ya lu? pepet lah"
"Kalian apaan dah, begitu doang ribut banget" Gerhana memutar matanya malas, lalu mengeluarkan beberapa lembar yang ia , Raya dan Ael kerjakan di cafe kemarin sore.


Cukup puas dengan pekerjaan, bisa dilihat dari senyumannya yang mengembang saat membaca beberapa lembar yang baru saja ia terima.

" Itu tugas apa?" Dewa mulai memberikan pertanyaan, sedari tadi remaja itu sibuk mengirimkan pesan untuk Mazaya, sang kekasih, padahal mereka masih 1 sekolah, baru berpisah beberapa jam saja, mungkin akan terasa 3 abad lamanya, tentu ke 4 temannya sudah biasa dengan hal itu, memang 2 adam dan hawa ini susah di pisahkan.

Gerhana menunjukkan judul dari tugasnya di lembar teratas, lantas kembali membaca lembaran yang belum selesai ia baca.

Dewa menganggu paham, menoleh kearah Arsa, ponselnya benar benar masih memutarkan lagu Dua Sejoli sedari tadi, bahkan remaja itu malah menaikkan kakinya di pahanya , benar benar membuat Dewa kesal.

"Sa, berisik tuh hp lu, matiin dulu"Dewa memukul pelan lengan remaja di sampingnya, ia benar benar kesal dengan sifat Arsa, namun mau bagaimanapun, mereka sudah lama berteman, mau saling benci juga terlihat kekanak-kanakan.

Sementara itu, Gerhana menoleh kearah Melvin, entah apa yang ia pikirkan, ia menatapnya dengan tatapan datar, membuat Melvin memasang mimik wajah kebingungan dengan sifat sahabatnya yang satu ini.

"Lu kenapa? ada yang salah sama gua? ngeliatinnya gitu banget" Melvin menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

Revan menoleh, ia hanya bisa diam menyimak sahabatnya, pagi ini benar benar tak terlalu beruntung untuknya, bagaimana tidak? hanya dirinya yang berangkat dalam presentasi kelompoknya hari ini, apa kepalanya tak akan meledak dengan semua catatan yang ditulis dengan pena hitam diatas sebuah kertas putih yang lusuh, ia bingung mengapa ia menuliskannya di kertas lusuh itu, entahlah Revan pun tak mengerti.

"Emang Gerhana kenapa? kesurupan?" di sentuhnya pelan tubuh Gerhana yang hanya menatap Melvin datar, entah apa yang ada di pikirannya.

"Ger, woy, lu kenapa?"
"Iya Ger, kenapa gitu natap gua?"

Gerhana menunduk, tentu membuat kedua temannya heran, mengapa temannya yang satu ini bersikap aneh pagi ini? apa dia salah makan? atau posisi tidurnya tak benar? entahlah.

"Gua kapan bisa pinter ya , Vin?"

Pertanyaan yang benar benar Melvin dan Revan benci, sudah sering mereka berdua mendengar kata kata itu keluar dari mulut sahabatnya yang satu ini, sudah tak bisa dihitung jari bagaimana seorang Gerhana mengulang kembali kata katanya.

Dielusnya pelan punggung rapuh yang kini menunduk lelah, air matanya masih bisa di tahan, namun seluruh energi negatif pada pikirannya tak bisa di hilangkan, benar benar penuh dan menyiksa.

Revan sebenarnya tak mengerti, tadi baru saja senyuman tulus datang pada wajah Gerhana, kini di gantikan wajah lesu dengan bibir pucat yang hanya bisa berbicara dengan pikirannya yang beradu.

"Ger, lu udah pinter Ger, liat nilai lu, udah selalu tinggi dan ga pernah turun dari 3 besar ,Ger"

Revan memutuskan untuk memeluk raga lelah disampingnya, mengabaikan Arsa yang menatapnya bingung , begitupun juga lelaki di samping Arsa yang hanya bisa menatap bingung pada Melvin.

Melvin hanya bisa tersenyum tipis, ia yakin Gerhana kini di takuti oleh pikiran negatifnya lagi, ia hanya butuh pelukan, hanya butuh di mengerti.

"Ger, lu boleh nangis ko, nangis bukan berarti lemah, nangis itu bukan sebuah dosa dan kejahatan yang benar benar di larang, semua orang berhak lelah, ga akan ada kata itu jika semua orang ga berhak untuk lelah, cape, atau sekedar butuh istirahat " Revan mengelus pelan punggung Gerhana, membiarkannya menangis pelan pada bahunya yang kini dibasahi air mata.

Dari jarak yang tak dekat, Raya melirik kearah Gerhana, dirinya khawatir, ia tau lelaki itu sedang tidak baik baik saja, ia merasakan hal yang sama, ia merasakan ketakutan yang sama, mungkinkah luka mereka sama?

[[ Bergabung]]

Apa Salahku Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang