17. Begitu cepat

102 10 1
                                    

Happy Reading!

[[ Apa Salahku Ayah? ]]

Kini Laras masih setia menunggu di ruang tamu, dirinya menoleh mengintip kearah jam untuk mengetahui pukul berapa saat ini, tangannya menggenggam erat ujung baju yang ia kenakan.

Kini ia tersulut dalam masa lalu yang begitu menyakitkan baginya, memori yang kini berputar di kepalanya membuat dirinya tak bisa tenang.

Jantungnya berdetak kencang, kedua mata itu terlihat berkaca, butiran air mata tertahan di ujung kelopak matanya.

Dia hanya terdiam, tidak tau apa yang harus dilakukannya, kebahagiaan yang Atiya dapatkan, terpaksa harus ia rebut karena keegoisan, ia menyadari betapa buruknya dirinya.


Bagaimana jika Gerhana tau? bagaimana jika semua kelakuan buruknya terbuka, semua perbuatan yang ia lakukan karena keegoisan serta perasaan.

Hari yang begitu menyedihkan, yang Laras kira akan berakhir tak lama, kini menjadi luka bagi seorang Gerhana, begitu pun Frendy, Ia tau, Frendy tak akan membenci Gerhana, meski tatapan benci selalu di berikan pada Gerhana.

Kini Laras tak tau akan berbuat apa selain menunggu, menunggu Frendy - mantan Suami Atiya - yang kini adalah suaminya.

Nomor Frendy kembali di hubungi, tertara bahwa nomor Frendy kini tidak aktif, terdiam penuh kekhawatiran.

Laras memutuskan pergi mengintip buah hatinya,melangkah menuju anak tangga, menyeret langkah lesu, mulai mendekat ke arah kamar si sulung, membuka pintu, menghela nafas berat .

"PLAK ! " Tamparan keras mengenai pipi si sulung, Laras terkejut, melihat mata sembab berair, rambut tak tertata serta pipi yang kurus kini memerah.

Berlari mendekat ke arah Gerhana, mengadahkan kedua pipi milik si sulung, air matanya kini mengalir, tak peduli dengan tatapan si sulung padanya.

"Kamu kenapa nak? . . kamu kenapa ?" Dirinya menatap wajah pucat di depannya, yang kini terdiam menunduk, pikirannya berputar, kepalanya nyeri.

"Gerhana jawab nak . . Jawab mama . . " Suara Laras terdengar serak, ia mendesah kecewa karena dirinya sendiri, ia merasa begitu tidak berguna untuk anak anaknya, meski Gerhana bukan anak kandungnya, namun Laras tak membedakannya, semuanya sama di mata Laras, wajah lelah Gerhana menjadi bukti betapa lelahnya kehidupan disulung.

"Maa . . " suara lemahnya mulai terdengar, mata berair menatap Laras penuh kekecewaan, entah apapun yang berada di hatinya, yang ada di pikirannya.

Laras memeluk raga lelah si sulung, mengelus tengkuk milik Gerhana, meneteskan air mata yang sedari tadi bersembunyi di balik wajah Laras yang terlihat baik baik saja.

"Semua salah Gerhana ma, Gerhana yang salah lahir ke dunia ini" kata kata yang sama sekali tak di inginkan dengan mudah di ucapkan oleh buah hati.

Seraya di tusuk dengan paku tajam, di dalam hati begitu sakit mendengarnya, apakah dunia benar benar melelahkan baginya? apakah dunia memang benar benar terlalu menyakitkan untuk seorang sulung dengan hati yang terluka atas perlakuan sang ayahanda?

"Gerhana, jangan mikir gitu yah? " sejenak ia jeda ucapannya sebelum di lanjutkan pada kalimat kalimat penenang yang selalu di ucapkannya.

Meraih kedua pipi tirus milik Gerhana, membawanya untuk menatap wajah Laras yang ditetesi air mata kekecewaan, memperhatikan sehancur apa sang buah hati.

"Mama bangga punya Gerhana, bunda pasti juga bangga punya kamu, tolong bertahan ya nak? kamu bisa nak, Gerhana pasti bisa sayang" Kembali di bawanya tubuh lelahnya kedalam pelukan hangat yang tenang.

Apa Salahku Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang