Pada akhirnya, karena Isvara tidak menanyakan apa-apa lagi, Deva hanya bisa tertawa kecil. Mendorong kursi roda Isvara, memasuki wilayah perpustakaan lebih dalam.
Isvara mengepalkan tangan sesaat, lalu rileks. Mencoba menenangkan diri dan tidak terganggu oleh apa pun. Dia memindai sekeliling terkejut. Tidak menyangka kalau perpustakaan di vila ini sangat luas dan penuh. Ada ribuan buku yang berjejer rapi di rak. Pencahayaan di perpustakaan cukup terang, ada beberapa jendela besar, menunjukkan pemandangan hijau dan warna-warni bunga yang tumbuh segar.
Isvara menyusuri dari satu rak ke rak lain, bukan hanya buku-buku sejarah, ada juga banyak novel dan komik. Semua buku itu disusun berdasarkan genre dan warnanya.
"Kamu mau cari tahu soal Jikininki, kan?" Deva bertanya dengan nada antusias. Dia mengambil sebuah buku, menghampiri Isvara dan menyerahkannya. Buku itu terlihat sudah cukup tua. Kertasnya sedikit kekuningan namun dirawat dengan baik. Isvara menerima buku tersebut, mengusap sampulnya berwarna gelap dengan judul merah terang.
Tirani.
Judulnya agak di luar perkiraan Isvara. Jika dia harus mencarinya sendiri, dia mungkin tidak akan pernah menemukannya. Setidaknya membutuhkan waktu satu minggu sampai satu bulan untuk menemukan satu di antara ribuan buku.
"Makasih." Isvara mengangkat wajah, tersenyum kecil pada Deva. Entah kenapa Deva terlihat sangat antusias? Ada jejak keinginan dan ketidaksabaran di ekspresinya. Dia ingin Isvara segera membuka buku itu dan membacanya.
Pria ini sangat mencurigakan.
"Kamu bisa baca dengan santai. Saya keluar dulu sebentar."
"Ya."
Isvara melihat Deva melangkah pergi. Dia menatap sosok jangkung yang perlahan menghilang di balik pintu, lalu kepala Isvara kembali menunduk, menatap buku tebal di pangkuannya sekarang.
Jikininki.
Mungkin itu adalah iblis penguasa di pulau ini? Walau Isvara tahu dia tidak akan bisa mengetahuinya, tapi tidak apa-apa untuk lebih banyak informasi tentangnya.
Begitu Isvara membuka sampul pertama. Yang menyambutnya adalah sebuah gambar monster yang menakutkan. Sosok itu memiliki warna kulit kuning terang, dengan perut besar seperti ibu hamil 9 bulan. Kedua kaki dan tangannya panjang, kurus. Namun yang menakutkan adalah ... ada banyak mata.
Terlalu banyak mata.
Isvara bahkan tidak berani menghitungnya. Dia mulai membuka lembar demi lembar.
"Mata ini kelemahan Jikininki." Isvara bicara dari sela-sela giginya. Bahkan walau dia tahu kelemahannya, jika dia tidak bisa menghancurkan semua mata itu, apa gunanya?
Jikininki adalah iblis yang rakus. Di masa lalu, mereka hanya memakan bangkai. Namun lambat laun mereka semakin serakah, mereka mulai suka membunuh manusia baru memakan mereka.
"Jumlah Jikininki nggak banyak." Isvara bergumam ragu. "masing-masing di antara mereka biasanya terkurung di suatu wilayah. Mereka nggak bisa meninggalkan penjara yang mereka tempati tanpa perjanjian dengan manusia."
Jikininki akan memberikan apa pun yang kamu inginkan.
sebagai gantinya, kamu harus memberinya makan.
Kekayaan, balas dendam, kehormatan, kekuasaan, umur panjang. Apa pun yang manusia inginkan, dia bisa mengabulkan segalanya.
Tapi harga yang harus dibayar terlalu mahal. Selama manusia itu memiliki nurani, mereka tidak akan bersedia menyembah Jikininki untuk kepuasan diri.
Lambat laun, perilaku Jikininki semakin tiran. Mereka bahkan berani mengumpulkan sekelompok manusia di wilayahnya, membiarkan mereka berkembang biak, hanya untuk dipanen untuk dimakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride ; Schadenfreude
TerrorPasca mengalami kecelakaan yang menyebabkan kaki kirinya lumpuh dan ditipu sampai tidak memiliki aset apa-apa di sakunya, Isvara akhirnya menerima undangan kakeknya untuk tinggal di desa agar mereka bisa hidup bersama. Semua warga desa memperlakukan...