12. Jikininki

3K 557 73
                                    

Beringsut dari tempat tidur, Isvara mengulurkan tangan menyentuh leher belakangnya, tidak ada bekas luka atau rasa sakit. Seolah ... ingatan daging yang digigit kejam tadi malam hanyalah mimpi buruknya saja.

"Ini bukan mimpi." suara Isvara serak dan parau, matanya masih bengkak dan sedikit sakit, dia benar-benar berusaha keras untuk tidak menjerit. Perasaan daging dikoyak tadi malam begitu nyata, bahkan suara kunyahan nikmat di belakangnya terlalu realistis.

Dihantui.

Isvara tahu sosok yang mengaku sebagai 'suami'nya kemungkinan besar adalah penguasa yang sebenarnya dari Pulau Pengantin ini. Isvara diundang datang untuk dijadikan tumbal. Bukan untuk menikah dalam artian menikah yang sebenarnya, melainkan ... menjadi hidangan 'lezat' untuk iblis pemakan manusia yang sampai saat ini, Isvara tidak yakin siapa orangnya?

Deva.

Sejujurnya di antara semua orang, Deva menjadi sosok yang paling mencurigakan di mata Isvara. Dia terlihat paling bebas dan disegani. Dia terlalu tampan untuk menjadi manusia.

Deva mengaku sebagai pendatang, tapi dari awal sampai akhir, dia tampaknya tidak memiliki kekhawatiran sama sekali. Dia jelas bisa pergi meninggalkan pulau yang aneh ini, tapi dia justru kembali.

Sikapnya terlalu ambigu. Dia tampak mengetahui banyak hal yang tidak cocok diketahui oleh pendatang di pulau ini.

"Mbak Isvara sudah bangun?" 

Ada suara ketukan pintu. Isvara menoleh, dia melompat dengan satu kakinya yang utuh, duduk di kursi roda baru dia menjawab, "Ya."

"Mbak Isvara mau sarapan dulu atau mandi dulu?"

"Saya mau mandi."

Isvara merasa tubuhnya lengket dan berkeringat. Bahkan AC yang ada di suhu rendah hampir tidak bisa menurunkan panas tubuhnya. Dia menggerakkan tuas kursi roda menuju kamar mandi, lalu mulai membuka pakaiannya, satu per satu.

Saat Isvara meluruskan pandangan ke cermin, dia melihat sosok jangkung yang berdiri di belakangnya, Isvara tertegun beberapa detik. Jelas dia sendirian masuk ke kamar mandi. Tidak ada seorang pun di belakangnya. 

Wajah pria itu tidak bisa terlihat, sosoknya ditutupi kabut di cermin.

Sikap Isvara sangat tenang, bersikap seolah tidak melihat apa-apa, dia menjatuhkan pakaiannya ke lantai, lalu berdiri, berpegangan ke bath tub dan masuk.

Jantung Isvara berdegup kencang, keringat dingin mengalir dari pelipisnya, dia mencoba untuk tenang, seolah tidak menyadari apa-apa.

Jangan bereaksi, Isvara, jangan sampai dia yakin kalo kamu bisa lihat dia.

Isvara terus mendoktrin dirinya sendiri. Setan itu jelas sengaja. Dia ingin melihat bagaimana reaksi Isvara saat mereka bertatap muka. Selama Isvara tidak melakukan apa-apa, bersikap seolah tidak bisa melihatnya, gangguan demi gangguan masih bisa dia atasi.

Tapi Isvara tidak yakin ... apa yang akan dilakukan setan itu selama Isvara menunjukkan reaksi yang ditunggu setan tersebut.

Isvara menyalakan keran, air hangat mulai mengalir, suara deru air menyamarkan degupan jantung Isvara yang keras, dia memejamkan mata, bersandar ke bath tub.

"Hahahahaha!"

Tawa seorang pria begitu renyah dan lucu. Tapi seperti yang Isvara katakan, selama Isvara pura-pura buta, sosok itu tidak terlalu banyak mengganggunya.

Isvara mengepalkan tangan. Dia rileks begitu suara tawa menghilang. Namun saat Isvara akan bersandar, ada sebuah tangan yang tiba-tiba terulur, memegangi bahunya.

The Bride ; SchadenfreudeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang