17. Tubuh Terpatah

2.1K 444 53
                                    

Isvara pernah merasakan sakit saat kaki kirinya hancur. Dia begitu kesakitan sampai kehilangan kesadaran. Saat ini dia merasakan sebuah tangan kekar memegangi lehernya seperti mencengkeram leher ayam, sebelum dia bisa melarikan diri, lehernya dipatahkan begitu saja.

Normalnya, leher dipatahkan seperti ini sudah cukup untuk membuat seseorang terbunuh. 

"SAKIIIIIIT!" Isvara berteriak kesakitan, dia berguling di tempat tidur dengan posisi kepala terkulai. Matanya melebar, kedua pupil gelapnya terus mengucurkan air. Suara tawa gembira seorang pria membuat seluruh tubuh Isvara semakin dingin. Isvara mencoba merangkak menjauh, menyeret kepalanya yang patah hanya disambungkan oleh kulit lehernya saja.

Tidak masuk akal.

Tidak masuk akal.

Dia tidak mati setelah tulang leher sepenuhnya patah, tidak masuk akal.

Tangisan Isvara sangat histeris. Dia mencoba menjauh tapi salah satu kakinya dipegangi. Dia masih tidak berani melirik ke arah iblis yang menghantuinya, dia menjerit lebih keras saat kaki kanannya dipotong. Darah muncrat ke mana-mana. Sebagian besar darah itu muncrat ke wajahnya sendiri.

Jeritan Isvara sangat pilu dan menggema. 

"Ini hukuman untuk tukang selingkuh."

"Isvara jelas istri aku, tapi dia justru pelukan dengan pria lain. Dia pacaran dengan bajingan yang juga tukang selingkuh."

Isvara terengah-engah. Tubuhnya semakin lemah. Rasa sakit membuatnya tidak mampu bergerak lagi, dia tengkurap di tempat tidur yang basah, diwarnai oleh darah dari potongan kakinya.

Napasnya semakin lemah.

Pandangannya kabur.

Dia kehilangan banyak darah.

Dia begitu sakit sampai berharap segera mati, tapi seolah ada sulur tak terlihat yang mengikat jiwa dengan tubuh rusaknya, dia menjadi gila karena kesakitannya.

Tolong biarkan dia mati. Terlalu sakit. Dia tidak tahan lagi.

Isvara tidak tahu dia memohon pada siapa? Dia merasakan saat sebuah tangan besar merayap lembut dari paha ke punggungnya. Suara bisikan muram di telinganya membuat tubuh Isvara kaku.

"Sekarang ... aku bakalan cabut jantung Isvara."

Sebuah tangan menusuk punggungnya begitu saja, meremas jantung Isvara seolah organ vital itu hanyalah seonggok mainan yang tidak berguna.

Isvara memekik dan memuntahkan banyak darah. Jantungnya dicabut dengan mudah.

Ya ... jantungnya sudah dicabut. Jadi ... kenapa dia belum mati?

KENAPA DIA BELUM MATI?!

---

Mata Isvara terbuka, dia beringsut bangun dan sepenuhnya terjaga.

Pupil gelapnya bergerak liar, dia pertama-tama memegangi lehernya, dadanya, lalu menyingkirkan selimut dan melihat sepasang kakinya yang masih utuh.

Seluruh tubuhnya berkeringat basah. Napasnya terengah-engah.

Isvara gemetar ketakutan. Dia melihat sekelilingnya yang sunyi. Penerangannya redup, tapi Isvara tahu dia berada di kamarnya.

Isvara menggigit bibir bawahnya linglung, dia menekuk lutut kanan, memeluk kakinya putus asa.

Sangat menakutkan.

Sangat menyakitkan.

Isvara merasa itu bukanlah mimpi. Rasa sakitnya begitu nyata, saat satu demi satu organ tubuhnya dihancurkan ... Isvara bahkan tidak mau lagi memikirkannya.

The Bride ; SchadenfreudeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang