07. Teror

3.1K 151 3
                                    

Tidak pernah terpikirkan oleh Aruna bahwa Chris akan kembali melakukan hal itu padanya. Bahkan tidak pernah terlintas Chris akan melakukannya tanpa persetujuannya dahulu. Aruna terkejut bukan main, itu bukan Chris yang ia kenal. Terlalu banyak perubahan yang tidak bisa Aruna cerna dengan baik. Apa bertahun-tahun tidak bertemu dengannya membuat Chris berubah? Tidak mungkin, itu bahkan terlalu mustahil Chris lakukan. Lantas mengapa ia berbuat demikian?

Selepas kejadian yang mendadak itu, Aruna langsung meminta pulang dan Chris kembali mengantarnya. Tidak ada percakapan dalam mobil hari itu, hanya terdengar musik yang diputar dan lagi lagunya mengingatkan Aruna pada masa mereka menjadi sepasang kekasih. Aruna bingung, apa mungkin Chris memang bermaksud untuk mengingatkannya? Hari itu terasa sangat cepat, ketika turun dari mobil Aruna langsung bergegas masuk ke apartemen tanpa melihat apakah Chris masih ada ditempatnya atau Chris sudah pergi meninggalkannya. Aruna tidak memikirkan itu, pikirannya terlalu berat. Yang ia pikirkan hanya ingin cepat sampai dan bergelung dalam selimut. Dan itu terjadi, tanpa mengganti pakaiannya ia langsung terjun ke tempat tidur.

Terhitung ini sudah hari kedua selepas kejadian di kamar Chris. Gadis itu masih enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Yang ia lakukan hanyalah bangun, mandi, makan dan kembali tidur. Bahkan telepon dari Kinasih pun tidak ia angkat. Entahlah energinya seperti tersedot habis oleh Chris. Dan entah sudah berapa lama Aruna menangis dalam selimutnya.

Seperti saat ini, gadis itu tengah meringkuk sambil memeluk guling dibawah selimut. Matanya terpejam namun pikirannya kemana-mana. Hari ini juga ia tidak pergi bekerja ke toko, padahal jelas-jelas ia sudah berjanji untuk pergi. Sepertinya nanti Aruna harus meminta maaf pada ibu pemilik toko.

Ketukan pintu apartemennya mengembalikan kesadaran Aruna. Dengan malas, Aruna membuka selimut dan turun dari tempat tidur. Saat kakinya menginjak lantai, dingin langsung menyapa. Kakinya terasa lemas bukan main, apa karena gadis itu tidak makan dengan teratur dua hari ini? Mengabaikan rasa lemas, Aruna berjalan gontai menuju pintu apartemen. Saat dibuka, tidak ada siapa-siapa. Aruna mengendarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri. Tapi nihil, tidak ada siapa-siapa. Apa orang yang mengetuk pintunya sudah pergi? Tanpa pusing, Aruna hendak berbalik namun pandangannya jatuh pada buket bunga mawar tergeletak didepan pintu. Seketika ia merinding, berjongkok guna mengambil buketnya, Aruna segera berbalik dan mengunci pintu. Dilihatnya buket itu, cantik. Bahkan pada awal melihatnya Aruna terpukau saking cantiknya bunga itu. Tangannya menarik secarik kertas yang ia yakini sebagai catatan dari si pengirim.

'Masih marah karena kemarin, Ru? Aku rasa kau menikmatinya juga.'

Aruna membulatkan mata, tangannya mencengkram buket bunga dan tanpa pikir panjang ia segera membuang buket itu. Napasnya naik turun, menikmati? Jelas-jelas hanya Chris yang menikmatinya! Aruna yakin, jika ia tidak kehabisan napas maka Chris juga tidak akan menghentikannya. Aruna jadi semakin yakin bahwa Chris memang lelaki brengsek.

'Brengsek! Bisa-bisanya aku dulu mengaguminya sebegitu besar, tapi ternyata dia sama saja seperti laki-laki diluaran sana. Sialan!'

Dengan menghentak-hentakkan kaki, Aruna kembali ke tempat tidurnya dan menjatuhkan badan kehangatnya selimut. Dan semua itu tidak luput dari penglihatannya Chris. Semua terekam dengan jelas, bagaimana ekspresi terkejut Aruna dan bagaimana cara ia membuang buket bunga pemberiannya. Haruskah Chris mengirim buket bunga itu setiap hari?

Keesokannya harinya Aruna pergi ke toko buku untuk bekerja. Setelah dipikirkan, ia juga ternyata membutuhkan uang untuk hidup. Dengan langkah gontai Aruna berjalan menuju basement dan melangkah keluar guna untuk pergi ke toko. Sesampainya disana ia langsung disambut dengan pertanyaan hangat sang pemilik toko.

"Aruna! Kemana saja kau dua hari ini? Kau baik-baik saja bukan? Ibu khawatir jika kau begini terus, telepon tidak diangkat! Pesan juga tidak kau balas! Kau tidak apa bukan?"

Sederet pertanyaan itu membuat senyum Aruna mengembang, "Aku tidak apa bu, kemarin aku hanya sakit kepala, jadi untuk membuka handphone pun rasanya sangat berat. Lagipula aku sudah memberitahumu kan bahwa aku sakit?"

Ibu pemilik toko tersenyum dan mengangguk, "Meski begitu aku tetap khawatir, nak. Jarang sekali kau sakit seperti ini. Kau sudah membaik sekarang?"

"Aku sudah sangat baik, bu. Oleh sebabnya aku ada disini,"

Tersenyum hangat, Aruna kembali melanjutkan aktivitas biasanya, menjadi penjaga toko dan bertemu orang-orang yang memiliki kebiasaan yang sama dengannya. Ini menyenangkan, membuatnya lupa akan yang telah terjadi dengannya kemarin. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan waktu untuk pulang. Ibu pemilik toko juga sudah pulang terlebih dahulu. Aruna pun kembali melangkah pulang ke apartemennya. Saat berada di perjalanan pulang, handphonenya berbunyi.

Kinasih.
| Aruna kau sudah membaik?

Aruna tersenyum, sahabatnya ini memang selalu perhatian.

Me
Aku sudah membaik, Kin. |

Kinasih.
| Syukurlah jika kau sudah membaik, bagaimana jika kita bertemu?

Me
Baik, tentukan saja kapan dan dimana. |

Aruna kembali menutup handphonenya dan berjalan menuju pintu apartemennya. Sesampainya di pintu, Aruna dibuat terkejut lagi mendapati adanya buket bunga yang sama dengan kemarin. Kali ini apa lagi? Ia mengambil buket itu dengan tergesa dan segera mengecek catatan yang diselipkan pengirim. Kalian juga pasti sudah tahu siapa pengirim buket yang Aruna terima.

'Kau sudah kembali bekerja, Run? Bagaimana jika aku menjemputmu?'

Menjemput? Apa Chris sudah gila? Aruna kini paham dengan jelas apa maksud menjemput yang Chris tulis. Tanpa pikir panjang Aruna membuang buket bunga itu dan masuk kedalam apartemennya. Aruna ingin cepat-cepat tidur dan berharap ketika bangun ia sudah berada di tempat yang sangat indah.

Keesokan harinya, Aruna kembali bekerja dengan perasaan campur aduk. Sebenarnya ia sangat ingin bergelung di tempat tidurnya, namun alasan apalagi yang harus ia buat? Bisa bisa gajinya bulan ini yang melayang. Jam demi jam Aruna lalui dengan gundah, entah mengapa kini perasaannya jadi tidak enak. Padahal ia sudah yakin membuang bunga dari Chris.

Waktu kini sudah menunjukkan waktu pulang, tidak langsung pulang, Aruna berjalan menuju minimarket untuk membeli beberapa perlengkapannya yang sudah habis. Memasuki minimarket dan mencari beberapa barang lalu berjalan menuju kasih untuk membayar. Tidak ada hal menarik dari minimarket hari ini, padahal ia menunggu ada diskon entah untuk produk apapun. Ia pemburu diskon!

Selepas sampai di dalam apartemennya, Aruna menaruh barang belanjaannya di meja dapur dan mengambil air mineral. Betapa terkejutnya ia melihat ada buket bunga baru di dapurnya.

'Sialan! Darimana buket itu datang?!'

Aruna bergegas mengambil buket bunganya dan membaca catatan yang terselip. Tangannya langsung gemetar, matanya berkaca-kaca menahan tangis, pandangannya menyusuri setiap sudut apartemennya. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Chris mengetahui hal apa saja yang ia lakukan? Apa.. Apa mungkin ada kamera tersembunyi di apartemennya? Aruna mengambil handphonenya, saat ini hanya satu orang yang bisa ia minta tolongi. Kinasih. Teleponnya tersambung, "Kinasih.. Apa kau ada di rumah sekarang? Aku.. Aku takut.."

'Mengapa kau selalu membuang buketku, Run? Apa kau akan kembali bergelung didalam selimutmu itu dan menangis? Perlukah aku membawamu?'

---

Hai hai~~ balik lagi sama aku, chapter ini kayaknya gaje banget deh 😩😩

Next bakal lebih seru lagi aku jamin (kayaknya) tapi semoga kalian suka ya sama ceritanya 😓😓

Jangan lupa buat vote sama komen ya cinta :3

Btw, selamat seribu pembaca! 🤍

The BulletsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang