10. Cafe

1.8K 106 0
                                    

Sejak malam dimana Aruna mengetahui bahwa sepertinya ada kamera tersembunyi di apartemennya, ia menjadi sulit untuk tidur dan selalu was-was ketika ingin melakukan sesuatu. Bahkan terkadang ia tidak bisa tertidur dan hanya terjaga semalaman. Seperti saat ini, ia tengah menatap langit-langit kamarnya serta selimut yang ia pakai hingga bahunya. Apa Aruna melapor saja? Tapi jika melapor, apa yang jadi barang buktinya? Buket bunga terakhir yang ia dapat dengan sengaja Aruna buang. Aruna terlalu terbawa emosi kemarin hingga tidak memikirkan solusi yang akan diambilnya. Meminta Kinasih? Sepertinya juga sulit. Kemarin saat meminta tolong, Kinasih berkata bahwa ia tidak di rumah sampai beberapa minggu kedepan, ada kerjaan yang mendesak katanya. Lantas pada siapa ia meminta tolong? Ibu pemilik toko? Aruna terlalu sering merepotkan. Apa ia kembali ke kampung halamannya? Tidak, terlalu malu untuk menginjakkan kakinya ke tempat ia dilahirkan.

Aruna mengubah posisi tidurnya jadi menyamping ke kanan, tangannya memeluk tubuhnya sendiri dibalik selimut. Chris, nama itu sangat merepotkan untuknya, baik dimasa lalu maupun saat ini. Chris masih memegang kendali penuh atas hidupnya, entah apa yang dilakukan ia dimasa lalu sampai ia harus berhadapan dengan laki-laki seperti Chris. Aruna terlalu takut, Aruna terlalu cemas, Aruna terlalu pengecut untuk menghadapi sosok Chris. Lelah memikirkan bagaimana nasibnya kedepannya, gadis itu lebih memilih untuk tidur berharap ia kembali ke masa dimana ia dilahirkan dan memilih untuk tetap tinggal di kampung halamannya daripada harus berhadapan dengan peristiwa yang membuatnya terguncang. 

Kegiatan itu masih dalam pengawasan Chris, lelaki itu masih memandangi layar besar dihadapannya yang menunjukkan semua sudut apartemen Aruna. Dimulai dari Aruna yang selesai membersihkan diri lalu naik keatas tempat tidurnya dan menatap kosong langit-langit kamarnya kemudian tertidur menyamping. Chris tahu betul bahwa Aruna ketakutan, namun tak ayal gadisnya itu malah memilih untuk tetap tinggal di apartemen kecil miliknya. Atau mungkin memang Arunanya itu memiliki rencana sehingga ia mengelabui Chris dengan tetap tinggal? 

"Hah! Jikapun Aruna berpikiran seperti itu, aku akan tetap menemukannya dan mengurungnya seorang diri." senyum miring milik Chris terbentuk, sangat cocok dengan wajah tampannya. Cukup untuk hari ini, ia akan kembali mengecek gadisnya ketika malam hari tiba, ketika gadisnya pulang bekerja. 

Dilain tempat, pada pagi hari sekitar pukul enam pagi, Aruna terbangun dari tidurnya yang bisa dikatakan tidak nyenyak sama sekali. Takut jika terbangun ia sudah tidak berada di kamarnya. Kembali melihat kearah langit kamarnya, gadis itu memikirkan kegiatan apa yang akan ia lakukan hari ini selain bekerja? Ia terlalu suntuk untuk kembali mengulang kegiatannya yang monoton, bekerja lalu pulang dan tertidur. Ia membutuhkan sedikit hiburan untuk mengembalikan perasaannya yang memburuk akhir-akhir ini. Pada akhirnya, Aruna bangun dari tempat tidurnya dan bergegas membersihkan diri untuk bergegas pergi bekerja. Aruna masih membutuhkan uang, setidaknya sampai ia dapat mengumpulkan sedikit uang untuk rencana pelarian dirinya. Ya, Aruna berniat untuk lari dan meninggalkan segala sesuatu yang ada dalam dekapannya saat ini, baik itu Chris, Kinasih, maupun keluarganya dan memulai hidup baru yang lebih tenang. Jika perlu ia akan mengganti identitasnya dan menyamar agar tidak ada yang mengenalinya. 

Setelah siap dengan keperluannya, Aruna keluar dari kamarnya, berjalan menuju dapur dan mengambil roti serta segelas susu dingin yang akan ia hangatkan untuk sarapannya pagi ini. Tidak ada semangat yang terpancar pada wajahnya juga tidak ada binar bahagia dari matanya, rasanya semua terasa sia-sia saat ini. Yang Aruna butuhkan hanyalah istirahat, istirahat dan istirahat. Selesai dengan sarapannya, Aruna dengan gontai mengambil tasnya lalu mengambil kunci dan pergi berangkat ke toko buku. 

Penuh kesabaran dan memasang paksa senyumannya, Aruna berusaha untuk tetap melayani siapa saja yang datang ke toko buku hari ini. Dimulai dari yang membeli dari yang paling banyak hinga paling sedikit dan sampai yang hanya melihat-lihat saja. Gadis itu tidak ingin terlihat lemah dihadapan banyak orang meski kenyataanya keberaniannya hanyalah seujung kuku jarinya. Helaan napas terdengar dari bibir kecilnya, ia merentangkan tangannya guna untuk menghilangkan rasa pegal. 

Dilihatnya jam menunjukkan pukul tujuh malam, tak terhitung sudah berapa jam ia berdiam diri di toko buku hingga akhirnya ia memilih untuk bangkit dan pulang ke apartemennya. Sesaat setelah mengunci pintu toko, Aruna termenung memikirkan rencananya tadi pagi untuk mencari hiburan. Gadis itu berbalik dan berjalan kearah berlawanan dari apartemennya, ia berencana untuk makan malam disebuah cafe didekat sini agar nanti tidak terlalu jauh berjalan pulang. Matanya mengerjap melihat bangunan yang kini tengah ramai oleh segelintir orang yang menuntaskan rasa lapar atau hanya sekedar untuk berdiam diri menikmati secangkir kopi panas. Kakinya membawa Aruna masuk kedalam cafe ramai itu, matanya melirik tempat yang akan ia gunakan. Pilihannya jatuh pada meja dengan tiga kursi yang ada didekat tangga dan langsung menghadap jendela, menunjukkan indahnya malam dikotanya itu. 

Tangannya yang putih itu melambai pada pelayan dan segera memesan makanan yang akan ia makan malam ini. Tangannya merogoh tasnya dan mengambil handphonenya lalu memainkan benda pipih itu berharap menghalau rasa bosannya. Beberapa menit menunggu akhirnya makanannya datang, "Terima kasih," Aruna berucap dengan senyuman yang manis, namun senyuman itu seketika luntur mendapati seseorang dibelakang pelayan yang tengah tersenyum sinis menatapnya, seseorang yang ia hindari akhir-akhir ini, Chris.

"Senang bertemu denganmu lagi, Aruna." kalimat sapaan itu terasa membakar seluruh saraf Aruna, sapaan yang terdengar biasa saja, namun memiliki arti tersembunyi. Tanpa dipersilakan, Chris duduk disamping Aruna. Lelaki itu dengan santai mengeluarkan handphonenya, mengabaikan Aruna yang saat ini sudah berkeringat dingin. 

"Mengapa kau memilih duduk disini, Chris?" suaranya sangat kecil, namun masih bisa didengar dengan jelas oleh Chris. Ia menoleh pada Aruna dengan tatapan tajam dan gelapnya yang siap memburu aruna kapan saja.

"Kau tidak lihat jika kursi disini sudah penuh semua? Kau ingin aku menunggu diluar dan mati kelaparan?"

Aruna tahu bahwa itu hanya alibi Chris saja, karena Aruna yakin Chris sengaja duduk dimejanya untuk kembali menghadirkan rasa tidak nyaman disekitarnya. Lalu tanpa diduga, Chris memajukan badannya dan berkata, "Lagipula kita juga sudah dekat bukan? Apa kau tahu aku menunggu balasan bungaku." desis tajam mengakhiri kalimat yang Chris katakan. 

Dapat Chris lihat mata gadis didepannya ini sudah berkaca-kaca, tangannya yang memegang garpu mulai gemetar mendengar kalimat terakhir yang Chris katakan. Lelaki itu kembali menyunggingkan senyum sinisnya untuk Aruna, "Kau kali ini kalah, Run."

Setelah mengatakan itu, Chris kembali menyandarkan badannya pada kursi dan Aruna masih pada posisinya, menatap makanannya yang sepertinya sudah tidak terlihat memikat lagi. Keduanya diam dengan pikiran masing-masing, hingga sebuah suara mengejutkan mereka dan membuat mereka menoleh kearah suara itu.

"Ansel?"

Laki-laki yang disebutnya tersenyum kemudian duduk dikursi yang tersisa. Mengapa tidak ada yang menanyakan apakah Aruna bersedia mereka duduk dimeja yang sama dengannya?!

Chris menoleh pada Aruna, dapat Chris lihat bahwa gadisnya itu makin berkaca dan tangannya yang semula berada diatas meja kini sudah turun dan berada diatas pangkuannya. Aruna menoleh pada Chris, tatapannya seperti memohon? Tangan yang ada diatas pangkuannya ia pegang erat. Matanya melirik pada laki-laki bernama Ansel itu, kemudian rentetan kalimat yang keluar berhasil membuat bulu kuduknya berdiri dan berhasil membangunkan sisi lain dalam diri Chris.

"Kau tampak biasa saja ya setelah berhasil pergi hari itu. Oh dan apa ini? Kau sudah memiliki kekasih? Bukankah kau berkata aku adalah yang terakhir?"

Chris menggeram, ia menatap tajam laki-laki yang entah siapa namanya itu yang saat ini tengah lancang menatap gadisnya, "Maaf? Siapa kau berani mengatakan bahwa kau yang terakhir untuk gadisku?"

Ansel menoleh, menyadari ternyata ada orang lain selain dirinya dan Aruna, "Gadismu? Maksudmu? Ah, sekarang kau berjanji pada lelaki ini jika dia yang terakhir untukmu? Begitu Aruna?

Mati. Aruna mati kutu menghadapi dua laki-laki dihadapannya ini. Aruna berharap bahwa ia lenyap saat ini juga.

----

Hai hai~~

Aku balik lagi dengan bawa karakter baru hoho, spoiler dikit dia ini yang bakal jadi kunci kenapa teteh Aruna bisa takut begitu sama kelakukan Chris ☝🏻

Jangan lupa buat vote sama komen yaa cinta, nanti aku bakal lagi, dadah~

The BulletsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang