11. Insiden Penculikan

2.7K 120 1
                                    

Ansel menoleh, menyadari ternyata ada orang lain selain dirinya dan Aruna, "Gadismu? Maksudmu? Ah, sekarang kau berjanji pada lelaki ini jika dia yang terakhir untukmu? Begitu Aruna?

Mati. Aruna mati kutu menghadapi dua laki-laki dihadapannya ini. Aruna berharap bahwa ia lenyap saat ini juga.

Namun harapan hanyalah harapan. Chris, lelaki itu masih saja menatap tajam pada Ansel dan sebaliknya Ansel menatap Chris dengan tatapan jengkelnya.

Aruna menatap keduanya dengan gemetaran, hilang sudah selera makannya malam ini. Aura kedua laki-laki yang ada dihadapannya ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Tatapan yang diberikan Chris seakan membunuhnya detik itu juga, namun tatapan Ansel seperti akan menghakiminya lagi. Aruna menghela napas, jika sudah seperti ini sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu, gadis itu sudah tidak tahan ingin kembali bergelung dalam selimut. Ah.. Bagaimana ia bisa tertidur nyenyak jika masalahnya saja ada dihadapannya?

"Kau ingin aku membuktikannya?"

Itu suara Chris. Membuktikan? Membuktikan apa?

"Membuktikan bahwa dia adalah gadismu? Buktikan saja seka–"

Belum selesai Ansel berbicara, Chris sudah lebih dulu menarik tengkuk Aruna dan menciumnya didepan Ansel. Benar, didepan Ansel dan di cafe tempat keramaian berada. Sontak perlakuan tiba-tiba yang diberikan Chris membuat Aruna terkejut. Mata gadis itu terbelalak, sadar akan situasi, Aruna langsung mendorong Chris yang tengah menciumnya, ralat Chris hanya menempelkan bibirnya. Namun bukannya menjauh, Chris malah menekan tengkuk Aruna dan melumat bibirnya. Tangan Chris yang bebas menarik kursi yang diduduki Aruna, berusaha untuk membuatnya lebih dekat. Matanya terpejam menikmati ciuman sepihak yang ia lakukan. Aruna masih mencoba untuk melepaskan Chris dengan terus mendorongnya dan tindakan itu membuat Chris menggigit bibir bawah Aruna.

"Mmph!"

"Hei! Apa yang kau lakukan, bajingan?!"

Suara teriakkan dan gebrakan meja membuat kegiatan yang Chris lakukan harus terhenti, laki-laki itu menoleh bersama tatapan tajamnya pada Ansel dan dengan santai ia menjawab, "Bukankah tadi kau ingin aku membuktikan bahwa dia adalah gadisku? Mengapa kau terkejut seperti itu?"

Menyugar rambutnya, Ansel berkata, "Hah aku tidak menyangka bahwa dia sangatlah murahan."

"Apa katamu?!" Chris bangkit dari duduknya dan menarik kerah pakaian Ansel, bersiap untuk melayangkan pukulan karena berhasil membangkitkan amarah yang dari tadi Chris pendam. Namun belum sampai pukulannya pada wajah Ansel, jas yang ia kenakan ditarik. Chris menoleh, terlihat wajah Aruna yang memerah menahan tangis menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak setuju jika Chris melayangkan pukulan.

Ansel terkekeh sambil membuang tangan Chris dari kerah pakaiannya, "Wow bersikap seperti pahlawan, heh?"

"Urusan kita belum selesai." setelah mengatakan kalimat itu, Chris menarik tangan Aruna dengan paksa untuk berdiri dan membawanya pergi menuju mobil Chris. Aruna terseok-seok, langkah yang diambil Chris sungguh besar dan cepat. Aruna tidak bisa menyeimbangkannya, belum lagi tarikan yang lebih seperti cengkraman pada tangannya membuat ia meringis kesakitan.

"Chris bisakah kau melepaskan tanganku dulu?"

"Masuk." Chris mendorong tubuh Aruna pada badan mobil dan menarik tengkuknya untuk menunduk, "Cepat masuk, Aruna."

Setelah memastikan Aruna masuk, Chris memutari mobilnya dan ikut masuk lalu menghidupkan mesin.

Suasana yang tercipta sungguh canggung bagi Aruna, gagal sudah acara makan malamnya bahkan makanan yang di pesannya belum tersentuh sedikitpun. Di liriknya Chris yang saat ini tengah mengemudi, rahangnya mengeras pertanda ia sedang marah. Pegangannya pada setir mobil juga sangat kuat, terlihat dari otot lengannya yang timbul. Semarah itukah Chris padanya? Tapi apa yang ia perbuat hingga Chris bisa marah?

The BulletsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang