Walaupun jurusan yang kami ambil sekarang adalah pilihan yang telah ditentukan, aku percaya bahwa suatu hari nanti Arya akan menemukan cara untuk mengejar hasratnya dengan penuh keberanian dan dukungan yang kuat.
Tak lama Setelahnya kuliah pun dimulai, dan ternyata aku selalu berada dalam satu kelas dengan Arya. Tiap hari menjadi lebih berwarna dengan kehadiran Arya, yang tak pernah gagal membuatku tertawa. Kami saling mendukung satu sama lain dalam belajar dan menjalani kehidupan kampus.
Namun, suatu hari, aku merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Arya. Dia tampak agak aneh dan tak seperti biasanya. Awalnya, aku tidak terlalu ambil pusing, berpikir mungkin dia hanya dalam suasana hati yang buruk atau menghadapi masalah pribadi.
Tetapi, suatu saat dia mendekatiku dan bertanya dengan wajah cemas, "Acha, gimana nih? Syifa marah denganku tadi malam, aku gak bales chatnya."
Aku tersentak mendengar ceritanya. Syifa adalah teman baik kami, dan aku tahu bahwa hubungan mereka cukup dekat. Meskipun begitu, aku mencoba memberi nasehat, "Terus, harus gimana, Arya? aku tahu kok, kamu jago dalam urusan seperti ini. Pergi saja temuin dia dan minta maaf."
Tak butuh waktu lama bagi Arya untuk mengambil langkah. Dia pergi dengan cepat setelah percakapan kami, menuju perpustakaan dimana aku duga Syifa ada. Sedangkan aku, kembali fokus pada pelajaran dan mencoba menyelesaikan tugas yang harus diselesaikan.
Namun, tak lama setelah itu, aku tanpa sengaja bertemu dengan kak Arkhan di perpustakaan. Dia sedang asyik berbincang dengan temannya, dan aku merasa agak ragu untuk mengganggunya. Namun, seiring dengan langkahku mendekat, kak Arkhan tiba-tiba mengangkat kepala dan tersenyum hangat ke arahku.
Kak Arkhan menyapaku dengan senyum ramah, "Hai, Acha." Tanggapanku tak lebih dari senyuman balasan, dan suara candaan dari salah satu temannya tak bisa kusia-siakan.
"Siapa tuh, cantik banget. Bakalan melepas masa jomblo yang bertahun-tahun nih," godaan itu terdengar, diiringi pukulan ringan dari kak Arkhan yang mengenai temannya menggunakan buku.
Aku tersenyum canggung mendengar komentar tersebut, sambil mencoba untuk tetap merasa santai. Namun, ketika aku ingin mengambil buku yang ada di atas rak, ternyata buku itu terlalu tinggi dan tak bisa kujangkau. Kak Arkhan dengan cepat memberi bantuannya, mengambil buku itu untukku. Aku merasa sedikit malu karena situasi tersebut, namun kak Arkhan hanya tersenyum dan membantu tanpa ragu.
Saat aku membalikkan badan dan matanya secara tidak sengaja bertemu dengan mataku, aku merasa hati ini berdetak lebih cepat. Waktu seakan berhenti sejenak, dan aku hanya bisa terpaku pada pandangan matanya. Namun, lamunanku terganggu oleh suara dering ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Dia tersenyum kepadaku dengan ramah sebelum menjauh untuk mengangkat telepon tersebut.
Aku merasa sedikit kecewa bahwa momen tatap mata itu terputus begitu saja. Namun, aku juga merasa bersyukur karena suara dering telepon itu membantu mengalihkan perhatianku dari rasa gugup yang tiba-tiba muncul. Meskipun singkat, tatap mata itu meninggalkan kesan mendalam dalam pikiranku, dan aku tak sabar untuk melanjutkan perjalanan kuliah dan menghadapi berbagai pengalaman yang menanti di depan.
Akusegera mencari tempat untuk membaca bukuku, dan dari kejauhan aku melihat kakArkhan mendekat. Setelah selesai telepon, dia mulai berbicara denganku,"Hai, Acha. Boleh duduk di sini?" Aku merasa ragu, namun tetapmengangguk, "Boleh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentang Ragu dalam Relasi
Romance"Rentang Ragu dalam Relasi" mengisahkan tentang ikatan kuat persahabatan antara Acha dan Arya, dua sahabat sejak kecil yang melewati beragam cobaan bersama. Ketika rahasia dan perasaan tersembunyi mulai timbul, hubungan mereka diuji oleh perbedaan p...