Bagian 12

2 0 0
                                    

Kak Arkhan pun duduk di sebelahku dan tanpa menunggu lama, dia berkata, "Kita belum kenalan secara resmi, ya?" Sambil mengulurkan tangannya ke arahku, dia melanjutkan;

"Namaku Arkhan Putra Gudistra. Umurku 20 tahun. Aku mahasiswa jurusan Kedokteran semester 5." Aku merasa ragu dan gugup, namun tanganku perlahan menerima uluran tangannya. Dalam hati, aku berbisik, "Udah tau kali, kak. Tiga tahun aku menyukaimu, semua informasi sudah kudapatkan, hehe."

Kak Arkhan mengulurkan tangannya dan menyambut sapaanku dengan ramah. "Namaku Anastasya Putri Gumara, biasa dipanggil Acha. Umurku 16 tahun, Aku Mahasiswa Administrasi Bisnis semester 1" jawabku sambil mencoba menahan gugupku. 

Kak Arkhan terlihat sedikit heran, "Loh, kok bisa umurmu masih 16 tahun?" Aku pun memberikan penjelasan singkat mengapa aku bisa masuk kuliah dengan usia yang cukup muda, karena hanya mengikuti 2 tahun SMA dan masuk ke jenjang kuliah lebih cepat. Kak Arkhan terlihat mengerti, dan kami pun melanjutkan percakapan dengan lebih nyaman.

Dari situlah, kami mulai mengenal satu sama lain dengan lebih baik. Kami berbagi cerita tentang minat dan hobinya, serta pengalaman-pengalaman yang sudah kami alami selama masa kuliah. Perlahan-lahan, ketegangan awal kami mulai mereda, dan aku merasa semakin nyaman berbicara dengan kak Arkhan. 

Siang itu, di perpustakaan yang tenang, kami berhasil menjalin kenalan yang lebih mendalam, dan aku merasa bahwa kisah kami masih akan terus berlanjut dengan banyak hal menarik di masa depan.

Setelah percakapan kami berdua selesai, aku melangkah masuk ke dalam kelas dengan perasaan yang bahagia, tersenyum-senyum sendiri. Namun, senyumku tak lepas dari perhatian Arya yang tak ingin melewatkan kesempatan untuk menggodaku, 

"Kenapa, Cil, senyum-senyum?" dengan nada sedikit mengejek. Aku hanya menggelengkan kepala dan menjawab, "Apasih."

Aku melanjutkan kuliah dengan penuh semangat, meresapi setiap pelajaran dengan tekun. Setelah kelas selesai, aku pulang menggunakan sepeda seperti biasa, sementara Arya mengikuti di belakang dengan mobil mewahnya. Sampai pada suatu titik, aku memutuskan untuk berhenti dan berbicara, "Arya, kenapa sih kamu selalu ngikutin aku? Gak ada kerjaan lain ya?"

Arya menjawab dari dalam mobil dengan atap yang terbuka, "Emang aku gak ada kerjaan... hahaha. Bunda kamu yang suruh aku jagain kamu, bocil. Lagian kenapa sih kamu pakai sepeda segala, kan bisa bareng aku?" Aku memberi pandangan tajam padanya, "Eh, kan kamu udah ada pacar, kenapa gak bareng Syifa aja sih?"

Arya hanya tertawa lepas, "Heh, kamu ini. Cuma pacar aja kok selalu kepikiran. Lagian, ngapain juga aku ngikutin Syifa kalau ada kamu yang lebih seru?" Kata-kata itu membuatku merasa tidak enak, jadi aku memutuskan untuk meninggalkannya dan melanjutkan perjalanan pulang.

Namun, dalam lubuk hatiku, ada perasaan aneh yang muncul. Meskipun Arya selalu menjadi sumber tawa dan keceriaanku, kali ini ada nuansa yang berbeda. Setiap kali aku melihatnya, hatiku berdegup tidak wajar. Aku mencoba merenungkan perasaanku sendiri, sambil terus memutar pertanyaan di dalam pikiranku. Apakah perasaanku terhadap Kak Arkhan hanya karena perhatiannya kepadaku? Ataukah ini lebih dalam, lebih dari sekadar perasaan teman?

Rentang Ragu dalam RelasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang