Side story 02. Danau

184 10 0
                                    

Akhir pekan yang selalu dinanti telah tiba kembali. Rasanya baru kemarin malam Nasira mengobrol dengan suaminya melalui telfon, sekarang pria itu sudah duduk dihadapannya sambil menyeruput teh buatannya.

"pada kemana? kok sepi, Nas?" tanya Jendra heran, sebab hari ini masih pagi tapi suasana dirumah sepi, padahal biasanya udah ribut dengan suara televisi.

'sepi'.. oh..

Nasira melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 7 lewat,  seharusnya mereka berdua sudah pulang. Sejak pagi tadi seusai sholat subuh, Hayse dan Hanan pergi keluar untuk jogging mengitari komplek perumahan.

"Biasa lagi pada jogging, bentar lagi juga pulang," jawab Nasira dengan santai.

kedua alis Jendra menggerut, " Loh, kenapa aku gak diajak?" ucapnya.

Nasira tertawa, muncul lagi sifat kenakan-kanakan suaminya. "mungkin mereka kira kamu capek habis pulang dari luar kota, makanya kamu gak diajak. Lagian kamu langsung tidur lagi abis kita sholat subuh kan?"

Jendra mengingat kembali saat subuh tadi, ia langsung terlelap tidur setelah melaksanakan sholat. Jendra pun berdeham, benar ia lelah tapi lelahnya bukan apa-apa kalau menyangkut kedua anaknya.

Bagaimana jika Hayse kambuh?

Hanan, adiknya memang sudah remaja, dan Jendra tahu kalau dia bisa jaga diri dan juga kakaknya, tapi sejak dulu Jendra punya aturan sendiri. Setidaknya harus ada orang dewasa dekat Hayse, baru dia bisa duduk tenang. Makanya dulu sebelum menikah, Hayse kecil sering rewel karena kalau mau main ke luar harus nunggu ayahnya punya waktu luang dulu.

Jendra menghela nafas, lalu ia melirik ke arah jam dinding. Bersamaan dengan itu terdengar suara langkah kaki yang berjalan masuk dari luar pintu rumah.

"Assalamualaikum!," ucap Hanan dengan semangat saat memasuki rumah.

Nasira menjawab salamnya "waalaikumsalam",  kemudian menghampiri Hanan. Di belakangnya disusul Hayse yang berjalan kaki dengan santai.

"tumben lama, dari mana dulu?" tanya Nasira.

"oh.. beli bubur dulu nih, agak ngantri soalnya," jawab Hayse sambil mengangkat tangan menunjukkan plastik yang dia bawa.

"bubur?" tanya Nasira heran. tidak biasanya, baru kali ini ia melihat Hayse membeli bubur sendiri.

"Iya, bubur yang depan gapura itu loh ma, kemarin lusa aku cobain sama temen-temen aku rasanya enak banget! jadi pengen beli lagi," ucap Hanan menanggapi.

oh, ternyata adiknya yang inisiatif.

Bubur ayam itu nampak sama saja seperti bubur pada umumnya dimata Nasira. Namun, saat ia membuka dan mulai mencicipi bubur itu sekarang kini dia paham kenapa anaknya terobsesi dengan makanan itu.

Ada taburan kaldu bubuk yang banyak diatas bubur itu sehingga rasa buburnya begitu nikmat, siapa yang tidak akan ketagihan kalau begini?

Ketika bubur itu menyentuh lidah Nasira, keningnya langsung berkerut. Itu mirip setumpukkan MSG.

"asin banget ini, Kakak jangan makan ya," ucap Nasira mengingatkan.

Hayse mengangguk pelan. Sebenarnya ia sendiri sudah paham, tapi adiknya sangat ingin membeli bubur itu makanya ia menurutinya.

Jendra nampaknya juga kurang suka dengan rasa asin dari bubur itu, dia menyudahi makannya padahal baru beberapa suap. "Boleh makan ini sesekali, tapi enggak untuk tiap hari, oke?," ucap Jendra pada Hanan.

"Iya ayah," balas Hanan sambil cekikikan.

"oh iya Jendra, ntar malem jadi kita makan sama keluarga Pak Irfan?" tanya Nasira.

Me & Introvert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang