02 #2

5.2K 118 2
                                    

Jendra dan manager dikafe ku turun dari tangga, mereka berjabat tangan sambil berbincang-bincang. Jendra tersenyum, dan aku tahu itu senyuman paksa. Padahal dia sangat tampan kalau sering tersenyum.

"sudah selesai? Apa aku boleh libur?" tanyaku pada Jendra.

"ya, bisa kita berangkat sekarang?" katanya, senyumnya sudah pudar.

Aku hanya mengangguk. Kami berdua pergi menuju rumah Jendra. Aku harap keadaan Hayse tidak terlalu parah.

"apa Hayse demam?" tanyaku saat di mobil.

"tidak, dia hanya sakit" katanya singkat.

Jawaban yang singkat dan kurang jelas darinya, mampu membuatku bungkam. Apa aku melakukan hal yang salah padanya? Kenapa dia sedikit tertutup padaku, ini membuatku tidak nyaman.

"kau benar-benar berpikir kalau Hayse menyayangimu?" tanya Jendra,

"ini bukan yang pertama kalinya, kalau dia sudah bosan denganmu nanti dia juga tidak akan mencarimu lagi dan saat itu tiba aku tidak bisa menolongmu" lanjutnya, dan aku hanya mampu terdiam.

"berhenti, tolong berhenti didepan sana!" perintahku pada Jendra.

"a-apa?"

Jendra menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Aku lalu membuka pintu mobil dan beranjak ingin turun, namun Jendra mencekal lenganku.

"mau kemana? Apa kamu tidak punya pe-"

"lepasin! Kamu bilang kalau dia akan bosan denganku? Dia tidak akan mencariku lagi? Dan dia tidak sungguh-sungguh menyayangiku, begitu maksudmu, iyakan?"

"kalau benar semua itu, lebih baik aku turun saja dan pulang kembali. Ntah, aku sudah berbuat salah apa padamu, kenapa kamu begitu membenciku? Memang menurutmu aku ini apa? Aku sama sekali tidak ada niatan denganmu apalagi dengan harta-hartamu itu, tolong jangan samakan aku dengan yang lain."

Aku melepas cekalan tangannya, dia hanya membeku mendengar ucapanku. Tanpa basa basi aku langsung pergi dari hadapannya, menghentikan taksi lalu kembali ke tempat kerja.

Sungguh aku kesal setengah mati dengannya. Dia seperti mengancamku saja kalau Hayse akan meninggalkanku suatu saat nanti, aku seperti dimanfaatkan saja oleh mereka.

Air mata sudah menumpuk dipelupuk mataku, jatuh setetes demi setetes. Jendra bahkan tidak mengejarku, ternyata memang aku hanya dimanfaatkan saja olehnya. Aku tidak akan menurutinya lagi!

Saat aku sampai didepan kafe, Gibran terkejut lalu terburu-buru menghampiriku.

"loh kenapa kembali, kalian bertengkar?" tanya Gibran, aku hanya menggeleng.

"gue malas cerita gib, gue mau kerja aja"

Gibran terdiam, tidak mau bertanya apapun lagi padaku. Ponselku tiba-tiba berdering, nomor jendra muncul dilayar. Kesal, aku tidak menerima panggilan itu dan mematikan ponselku.

Mobil Jendra terparkir lagi dihalaman kafe, segera saja aku mengumpat ke belakang dapur dan meminta Gibran untuk memberitahu Jendra bahwa aku tidak ada disana.

"kenapa jadi kekanak-kanakan gini sih?" ujar Jendra saat menemukanku sedang ada didapur. Aku terdiam menatapnya jengkel.

"ngapain kamu?" tanyaku sinis.

"saya sudah bilang kalau Hayse sedang sakit dan dia ingin bertemu dengamu, apa kurang jelas?"

"kenapa? Kalau aku tidak mau bagaimana? Memangnya aku siapanya Hayse?" ujarku memberanikan diri, Jendra sudah menatapku tajam dan dia menahan amarah.

Me & Introvert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang