Chapter IX
Family forever
Terburu-buru aku melangkah memasuki rumah sakit, sambil menggendong istriku yang sedang pingsan. Aku panik, ini semua terjadi karena kami bertengkar begitu hebat. Dan aku tak sengaja menamparnya, aku terlalu emosi saat itu.
Sampai dirumah sakit, dia langsung ditangani oleh dokter. Aku menunggu, mengusap wajahku. Dalam hati aku terus berdoa, semoga dia baik-baik saja, aku sangat mencintainya.
Aku sangat menyesal, benar-benar menyesal sudah menamparnya. Dia pasti kecewa berat padaku.
Beberapa menit kemudian, aku masuk dan berbicara pada dokter setelah dia ditangani.
"sekarang istri anda sudah baik-baik saja, dia hanya shock dan menderita stress ringan. Kami sudah memasang infus supaya tubuhnya tidak lemah. Kondisi janinnya juga baik-baik saja, sebentar lagi pasti dia siuman."
Aku lega mendengarnya, namun ada hal yang tidak kumengerti. Dan membuatku bingung.
"ja-janin ? apa yang anda bicarakan?" tanyaku.
"loh, anda tidak tahu? istri anda sedang mengandung dan sepertinya masih tahap awal, jadi janinnya baik-baik saja. Saya ucapkan selamat ya, kalau begitu saya permisi dulu."
Aku terdiam, membeku dan menarik napas berkali-kali, tanganku mengusap wajahku pelan dan langsung melakukan sujud syukur.
"ya allah, terima kasih banyak. Aku tidak pernah meminta lebih pada-Mu, tapi Engkau selalu memberikan lebih padaku. Terima kasih, terima kasih."
Entah mengapa, air mataku jatuh setetes. Aku tidak pernah merasa bahagia lebih dari ini sebelumnya.
Aku langsung menggenggam tangan Nasira lalu mencium keningnya dengan lembut, "maafin aku sayang, ini semua salahku. Aku minta maaf, maaf aku sudah menyakitimu." Lirihku pelan.
Aku terus menggenggam tangannya, dan terus meminta maaf dalam hati.
Jadi, dia sengaja menyembunyikannya dariku karena ingin memberikan kejutan? Saat kami berbicara ditelfon dia terlihat senang, dan merindukanku, dia bahkan ingin aku cepat-cepat pulang.
Aku tidak berpikir itu penting, tapi ternyata.. itu sangat penting. Aku ini tidak peka, seharusnya dia bilang langsung saja padaku, kenapa dia harus melakukan semua ini dan menderita?
Aku mengelus kepalanya pelan, mencium tangannya. Air mataku masih jatuh sedikit demi sedikit.
Ponselku berbunyi. Ada telfon dari Arfan, adik iparku. Segeralah kuangkat telfon itu.
"ya, fan?"
"kak Jendra udah pulang? Hp kak Nasira gak bisa dihubungi, gak diangkat." Katanya.
"iya, tadi dia tiba-tiba pingsan, lebih baik kamu kesini sama mama dan papa juga. aku akan menjelaskannya nanti."
"apa? oke, oke kalau gitu aku sama mama bentar lagi kesana, tunggu ya kak."
"oke," aku menutup telfonnya, lalu menoleh ke arah Nasira.
Saat percakapan ditelfon berakhir. Mata Nasira terbuka perlahan, dia mengerjapkannya berkali-kali. Lalu matanya mendelik berpendar ke seluruh ruangan. dia langsung terbangun, meski tubuhnya masih lemah.
"jangan bangun, Tidur saja tubuhmu masih lemah. Jangan memaksakan diri."
Raut wajahnya terlihat bingung, aku tahu dia sedang stress. Tiba-tiba saja dia langsung menerjang tubuhku dengan pelukan, dan dia menangis. Menangis begitu kencang dan memelukku erat sekali.
Aku membalas pelukannya, mengusap punggungnya dan mencium kepalanya.
"maafin aku Jendra, semua ini salahku, aku nggak pantas jadi seorang ibu. Aku nggak mau kehilangan Hayse, jangan tinggalin aku sendirian, aku takut."
Dia menangis sambil mengatakan hal itu. air mataku jatuh lagi, cepat-cepat aku menghapusnya supaya dia tidak melihatnya, lalu aku menangkup kedua wajahnya dengan tanganku. Aku menghapus semua air matanya dan mencium keningnya.
"kamu nggak salah apa-apa sayang, semua ini salahku. Maaf aku sudah menyakitimu, maaf aku selalu hilang disaat kamu membutuhkan aku. maaf aku tidak pernah mengerti kamu. Aku minta maaf, aku sangat menyesal, Nasira." tuturku.
Aku mengusap pelan pipinya. Terlihat jelas sekali bekas tamparanku, pipinya merah dan terlihat bengkak. Sekali lagi aku membawanya dalam dekapanku, seberapa keras aku menamparnya tadi? Hatiku seakan mendapat pukulan yang keras, pukulan rasa penyesalan.
"Jendra, Hayse gimana-"
"dia baik-baik saja sayang, disana sudah ada Sandy dan Kihara yang menjaganya." Ucapku.
"kamu pikirin kondisi kamu dulu ya, kalau kamu lemah gini gimana dengan bayi kita nanti?"
"ka-kamu udah tahu?"
Aku mengangguk sambil tersenyum, "iya aku tahu, kenapa kamu sembunyiin kabar bahagia ini? Seharusnya kamu kasih tahu aku sejak awal.." lirihku.
"aku pengen buat kejutan, maaf aku sudah gagal." Kata Nasira.
"bagiku kabar seperti itu sudah kejutan. Ini pertama kalinya bagi kita bukan? Ini kejutan untuk kita berdua dari tuhan."
Nasira tersenyum, dia tersenyum lebar. Aku duduk disampingnya, masih memeluknya karena aku terlalu rindu dengannya. Kemudian tangannya berpegangan pada kedua bahuku.
Dia mencium bibirku, lalu berkata "aku cinta kamu, Jendra."
"aku juga, aku juga cinta kamu, Nasira."
Kami pun berciuman, begitu lama dan sangat lembut. Kami saling merindukan satu sama lain, sampai kapanpun, hari apapun, dimana pun, aku akan selalu merindukannya.
Detik itu juga, aku berjanji kepada Tuhan bahwa aku tidak akan pernah meninggalkannya, aku tidak akan pernah menyakitinya lagi, aku akan berusaha mengendalikan emosiku demi dirinya dan juga Hayse.
Sekembalinya kami berdua ke kamar Hayse, anak itu sudah siuman. Meski masih terlihat lemah, seperti biasa dia selalu berusaha ceria dihadapan semua orang. Semuanya sudah berkumpul disana.
Aku dan Nasira langsung menghampiri Hayse, kami memeluknya penuh haru. Kami menyayanginya, aku akan selalu menyayanginya seperti anak sendiri sampai kapanpun, dia adalah putraku.
"mama, papa, Hayse. we are family.." katanya dengan bahasa inggris.
Itu berhasil mengundang tawa seluruh ruangan. tingkah lucunya itu membuat semua orang gemas. Aku mencium kedua pipi Hayse.
"kurang dong sayang. mama, papa, Hayse dan dede bayi.." kata Naisra menambahkan, sambil mengusap perutnya.
"we are family forever." Tambahku juga.
Kami bertiga berpelukan, aku mencium putraku dan juga istriku. Hidupku sudah bahagia, kebahagiaan yang abadi. Bahkan sebelumnya aku tidak pernah sebahagia ini.
Nasira dan Hayse mengubah segalanya, seluruh hidupku penuh warna. Seluruh tangis dan sedihku hanya untuk mereka, hanya untuk keluarga kecilku.
Sekarang aku berkerja dengan niat, menghidupkan keluarga kecilku. Setiap langkahku, selalu akan teringat pada mereka berdua. Dimanapun aku berada, hatiku hanya untuk mereka berdua.
Aku sangat sangat menyayangi keluarga kecilku, tidak akan kubiarkan hal apapun menjadi penghancur keluargaku. sampai kapanpun tidak akan pernah, kami berpisah.. selamanya sampai akhir hayat, hidupku akan selalu bersama dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me & Introvert Husband
Romance[END] Kisah tentang seorang gadis sederhana berusia 21 tahun bernama Nasira Humaira, dan pernikahannya yang tidak biasa dengan seorang pria hebat, Majendra putra. . Awalnya keduanya tidak saling mencintai, namun hanya karena Hayse, semuanya berubah...