Prolog

41.4K 1.5K 34
                                    

"ibu,"

"ibu... Ella mohon bertahanlah, hiks hiks bertahanlah bu." gadis kecil itu berusaha mengguncangkan tubuh ibunya yang terbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang kumuh.

Namun ibunya hanya memutar kepala sembari memberikan sebuah senyum yang hangat. Teramat hangat hingga membuat si cantik takut.

Ia takut dengan senyuman yang sehangat mentari pagi itu tiba tiba redup dan tak kembali. Tak kembali layaknya malam tanpa pagi. Layaknya malam yang hampa yang kosong tanpa iringan bintang.

Akhirnya Ella memutar tubuh. Berlari tak tuk siapapun yang bisa membantu dirinya. Dan seolah mendapatkan secercah cahaya, ella tersenyum karena melihat ayahnya ada dan sedang berdiri di depan sana.

Ella pun berlari lalu berlutut memegang kaki itu "Ayah..."

"Ayah... Ella mohon tolong selamatkan ibu..."

"Ayah tolong. Tolong ibu, tolong..." tangisnya dengan suara bergetar.

Melihat anaknya yang memohon membuat Robert berdecih "Ck." Setelah itu Robert menarik kakinya kemudian mengeluarkan dan menghirup cerutunya.

"Sialan, kau tak tau berapa banyak uang yang sudah ku habiskan untuk membantu persalinan mu. Dan sekarang kau berkata ingin meminta lagi?" Gumam robert dengan wajah kesal.

"Aku tak mempunyai banyak uang untuk memelihara kalian!" Teriaknya pada ella sambil menarik kaki hingga si kecil itu tersungkur ke tanah.

Setelah itu ia menoleh ke depan "Istriku di Denharg sedang menungguku. Jika dia tau aku memiliki kau habislah aku. Dan terlebih lagi salahkan ibumu dia duluan yang tak bisa menjaga diri lalu menggoda aku. Jadi, enyahlah!" Seru Robert lalu menendang pasir dan berlalu pergi.

Ella menangis dan menutupi wajahnya. Ia menangis meratapi nasib ibunya.

Sedangkan ayahnya terus berjalan lurus sambil sesekali menguap akibat mengantuk karena malam tadi ia habiskan dengan judi dan berfoya foya.

Setelah itu ayah ella melambaikan tangan saat melihat kereta kuda yang akan siap membawanya ke ibukota. Saat melihat kereta kuda tersebut wajahnya berubah menjadi secerah mentari pagi.

Senyumnya mengembang terlihat begitu semangat. Siap pergi dari desa kumuh ini dan menuju Denharg tuk memulai kehidupan baru lagi. Kehidupan yang tentunya lebih makmur dari kehidupannya di desa buruk ini.

Baginya desa ini tak pantas untuk di pijak oleh seorang calon bangsawan seperti dirinya. Fikirnya dalam hati seraya tersenyum senang.

Karena senang sebentar lagi ia akan mendapatkan gelar bangsawan atas usaha keras istri sahnya di sana.

Awalnya ia hanya berniat bermain main dengan ibu ella, namun siapa sangka ternyata ia sempat jatuh cinta pada wanita itu. Namun, mendengar istri pertamanya yang ternyata berhasil merekomendasikan surat bangsawan untuk dirinya, maka ia lebih memilih istri pertamanya saja.

Dengan kaki yang bergetar Ella kecil yang cantik berusaha berdiri. Dan kembali pada ibunya.

Sesampainya di rumah yang lebih pantas dipanggil gubuk. Ella menggenggam tangan ibunya berusaha memberi kekuatan walau hanya sedikit.

"Ibu bertahanlah, Ella pasti akan mencari cara agar ibu tak sakit lagi." Ujar ella penuh keyakinan.

Bella tersenyum, ia senang karena mendapatkan anak yang sebaik dan secantik ella. Namun senyum itu tiba tiba berubah saat nafasnya terasa sesak, dan dadanya naik turun.  Membuat ella panik tak karuan.

Ella menggeleng "Ibu, ibu kenapa?"

"Ibu, ibu tidak ibu kenapa,"

Dengan nafasnya yang tersenggal, bella berusaha berbicara  "Sayangku isabella...ku... matahariku... maafkan ibu... Karena tak bisa selamanya bersamamu." Ujarnya seraya memegang pipi putih putih ella yang berdebu.

730 Day's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang