Raya pikir ia hanya manusia tidak berguna yang hanya hidup untuk memenuhi populasi manusia, tapi apa ini? Sejak kapan manusia mempunyai kekuatan diluar nalar seperti ini? Apa memang dari awal manusia mempunyai kekuatan semacam ini. Program Kelas Ung...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mereka makan dengan selingan canda tawa yang memenuhi seisi kantin yang sepi karena jam pelajaran kedua sudah di mulai.
Tapi tidak bagi mereka, karena mereka punya jam pelajaran yang berbeda dari siswa lainnya.
Satu jam lamanya mereka duduk bersanda gurau bersama, tidak ada jam pasti kapan mereka istirahat atau masuk kelas. Jadi bebas saja jika mereka satu jam berada di luar kelas, toh pak Gana tidak melarang, yang penting masih batas wajar.
"Udah, sekarang kita balik ke kelas, takut pak Gana udah masuk duluan," Ucap Ender mengintrupsi teman-teman yang lainnya.
"Ah, gue males ke kelas kalo nanti belajar pelajaran umum," Celetuk Taska.
"Kenapa kita gak belajar untuk memperbesar potensi kita sih," Sahut Jimmy kesal.
"Helloo? Yang potensi-nya belum keluar gimana nih?" Sarkas Shania menaikkan sebelah alisnya.
"Sorry? Emang potensi lo apa?" Ujar Dita menimpali.
"Yah, kalo di tanya langsung sama orang yang udah ketauan potensi-nya apa, gue diem aja deh," Ucap Julian dengan wajah lesunya.
Yang lain tertawa melihat interaksi mereka.
"Udah udah, ayo ke kelas sekarang!" Ujar Ender bangkit dari duduknya diikuti oleh teman-teman yang lainnya.
Mereka berjalan ke gedung Kelas Unggulan bersama-sama, saat ingin memasuki kelas Raya berkata, "Kalian duluan aja, gue mau ke asrama dulu ada yang perlu gue ambil."
"Mau gue temenin Ray?" Tawar Dita yang di balas gelengan oleh Raya.
"Gue sendiri gak papa kok, byee." Teman-temannya melihat Raya curiga.
"Pasti mau bolos," Batin mereka menatap kepergian Raya.
Mereka masuk ke dalam kelas, melihat pak Gana yang sudah duduk tenang di bangku nya dengan kacamata dan buku yang ia baca.
Buru-buru mereka duduk di tempatnya masing-masing, lalu Ender mewakili teman-temannya berucap, "Pak, maaf kalo kita telat masuk kelas, karena kita gak tau pasti jam masuk sehabis istirahat jam berapa."
Pak Gana meletakkan kacamata-nya di meja, lalu menatap satu-persatu siswa-siswinya dan tersenyum, "Gak papa karena memang saya tidak memberikan waktu pasti kapan kalian istirahat atau masuk, saya kasih waktu satu jam untuk istirahat, lalu kalian harus masuk tepat satu jam, bagaimana?" Ucap pak Gana yang langsung di setujui oleh mereka.
"Maaf pak, gimana kalo lebih dari batas waktu yang bapak kasih?"
"Ada hukumannya, dan itu rahasia," Kata pak Gana, yang di sahuti desahan kecewa dari murid-muridnya.
"Sekarang saya mau minta kalian untuk-" Pak Gana menjeda ucapannya.
"Buat masing-masing satu rumus matematika."
"Hah!" Seru satu kelas kompak.
"Kenapa malah pada 'Hah' ayo kerjain sekarang."
"Yah, pak kok buat rumus sih, saya gak bisa." Taska mengeluh dengan wajah masamnya.
"Semua pasti bisa, coba dulu jangan langsung nyerah aja."
Menyadari sesuatu pak Gana mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, "Loh, mana Raya?"
"Dia ke asrama, katanya mau ada yang di ambil di sana," Ucap Ender.
"Alesan aja itu pak, dia mah mau bolos," Celetuk Julian.
"Kalo gitu gue juga mau ikut Raya bolos aja dari pada di suruh buat rumus matematika," Kata Taska menjatuhkan kepalanya ke atas meja.
Bora melemparkan bola kertas ke arah Taska dan tepat sasaran, bola kertas itu mengenai kening Taska, "Ck, siapa lagi sih yang lempar-lempar."
"Gue, mau apa lo, mankanya jangan ngeluh aja kerjaannya," Ujar Bora, membuat Taska merengut diam.
Di sisi lain Raya yang katanya pergi ke asrama ia malah menjelajahi kakinya menyusuri gedung Kelas Unggulan ini, dari luar memang terlihat besar dengan gedung bertingkat dua, tapi tidak Raya sangka jika dalamnya benar-benar seluas ini.
Ia berjalan di lorong gedung lantai dua yang memperlihatkan sebuah taman hijau dengan pohon yang begitu rindang, dan ada seseorang lelaki paruh baya yang menyapu di sana, itu adalah orang yang Raya temui saat ia baru pindah ke asrama.
Mencoba membuka satu demi satu pintu yang ada di sepanjang lorong, tapi banyak yang terkunci, saat menemukan ruangan yang tidak di kunci pun tidak ada hal menarik di dalamnya, hanya ruangan kosong atau ruangan yang berisi barang-barang bekas seperti gudang.
Sampai ia di pintu terakhir yang juga di kunci, karena kesal Raya menghiraukan larangan pak Gana untuk tidak mencoba membuka ruangan yang terkunci.
Ia membobol pintu tersebut dengan jarum yang ia sembunyikan di selipan bajunya. Dan ternyata berhasil, pintu itu terbuka.
Raya membuka pintu itu dengan hati-hati, seakan takut ada orang yang mendengar langkahnya.
Gelap, tidak ada penerangan setitik pun, ia mengambil ponsel di kantung bajunya dan menghidupkan senter di ponsel, Mencari saklar listrik untuk menghidupkan lampu di ruangan ini. Tidak lupa menutup kembali pintu-nya, agar tidak ketahuan oleh orang lain.
Ia menemukannya dan langsung menghidupkannya, banyak tumpukan barang-barang bekas di ruangan ini, sama seperti ruangan lainnya yang ia temui sebelumnya.
Tapi mengapa pintu ini terkunci dan lainnya tidak? Ia melihat tumpukan kain hitam yang menutupi sesuatu di dalamnya, dengan penasaran ia membongkar tumpukan kain-kain hitam itu.
Yang Raya lihat hanya sebuah kardus dengan tumpukan buku yang memenuhi-nya.