Malam hari, saat suasana begitu dingin, Raya berinisiatif pergi ke kamar Altas untuk meminta bantuannya. Masalahnya, ia tidak tau di mana letak kamar Altas.
Ia juga belum bertukar kontak dengan teman sekelas lainnya. Tidak mungkin kan ia mengetuk satu persatu pintu di asrama ini.
Akan tetapi, sepertinya tidak ada pilihan lain, Raya tidak ingin menunda-nunda. Ia mulai dari kamar yang berada di sampingnya, menahan napas sebelum mengetuk pintu di depannya.
Raya mengetuk pintu tersebut, tidak lama penghuninya membukakan pintu, menatap heran pada Raya yang mendatanginya malam-malam.
"Loh, Altas? Kamar lo di samping gue ternyata," Kata Raya, bersorak dalam hati karena tidak perlu membuang waktu untuk mencari Altas.
Altas tersenyum tipis, "Kenapa Ray?" Tanyanya.
Raya memegang tengkuknya, bingung harus menjawab apa. "Em itu, boleh ngomong di dalem aja?" Balas Raya ragu, apalagi dia ini perempuan yang meminta izin masuk ke kamar pria, sangat tidak sopan.
Walaupun bingung, Altas tetap mengizinkan Raya masuk. Altas mempersilahkannya untuk duduk di kursi yang ada di sana, sedangkan Altas duduk di ranjang menghadap Raya.
Raya mengambil kertas yang ada di sakunya, memberi kertas tersebut kepada Altas, "Ardinata Gelaga, guru program Kelas Unggulan lima tahun lalu, itu ayah gue Al," Ujar Raya mengeratkan genggamannya pada celana yang ia pakai.
"Gue mau minta tolong buat retas data sekolah, gue mau cari tau kematian ayah gue ada hubungannya sama program ini apa gak." Lirih Raya memandang Altas penuh harap.
Tanpa berkata apapun, Altas langsung mengambil laptop yang berada di atas meja. Mengetik angka demi angka yang tak Raya pahami, Altas menempelkan telapak tangannya ke layar. Seketika layar berubah-ubah dengan sangat cepat.
Yang bisa Raya lihat jika akses masuk ke dalam data sekolah berkali-kali di tolak. Sampai Raya melihat darah yang menetes dari hidung Altas. Ia langsung menarik tangan Altas agar menjauh dari layar.
Membantu membersihkan darah Altas dengan tisu yang ada di nakas. "Sorry, karena gue lo jadi mimisan." Ujarnya.
"Gak papa, gue juga yang mau bantu lo. Dan sorry juga belum bisa bantu lo, karena kemampuan gue kurang." Kata Altas.
Raya menggeleng, "Lo mau bantu gue aja, udah terima kasih."
Tiba-tiba terdengar suara yang lumayan besar dari arah kamar sebelah kanan nya.
"Samping kamar lo siapa?" Tanya Raya.
"Kalo gak salah Taska." Balas Altas.
"Kalo Taska gak curiga dia ribut," Kekeh Raya, lalu ia bangkit dari duduknya.
"Kalo gitu gue balik ke kamar dulu, thanks ya udah mau di repotin, lain kali gue repotin lagi gak papa ya." Canda Raya.
"Gak papa kok, gue seneng di repotin" Ucap Altas, Raya menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Oke? Kalo gitu see you besok" Raya pun pergi dari kamar Altas. Menyisakan Altas memandang Raya dengan senyum tipis.
Di luar kamar Altas, Raya memandang heran pintu kamar Taska yang sedikit terbuka, lalu pintu itu perlahan-lahan terbuka dengan lebar, Raya menunggu Taska memperlihatkan wajahnya. Tapi, mengapa Taska tidak kunjung keluar.
Brak
Pintu tertutup dengan sangat keras mengagetkan Raya yang sedang melamun memperhatikan pintu itu.
"Shit, bekas orang meninggal kali ya ni sekolah, serem amat," Guman Raya, langsung masuk ke dalam kamarnya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Unggulan
Teen FictionRaya pikir ia hanya manusia tidak berguna yang hanya hidup untuk memenuhi populasi manusia, tapi apa ini? Sejak kapan manusia mempunyai kekuatan diluar nalar seperti ini? Apa memang dari awal manusia mempunyai kekuatan semacam ini. Program Kelas Ung...