Di tengah keramaian resepsi yang dipenuhi cahaya gemerlap dan tawa riang, saat Albi dan Naisha melangkah masuk, Caden seketika terpancar kegembiraan di matanya melihat sahabatnya datang.
"Albi, lo akhirnya dateng juga," seru Caden dengan senyum lebar, menyambut pelukan hangat dari sahabatnya.
"Zora mana?" tanya Caden.
"Dia lagi main petak umpet sama om gantengnya," jawab Albi.
"Haikal?" gelak Caden.
"Bisa siapa lagi? Kemungkinan Papa juga udah dateng sekarang, biarin lah mereka main."
Caden tertawa.
Di samping mereka, Naisha menyapa sekaligus memberikan ucapan selamat istri Caden.
"Selamat, ya, semoga kalian menjadi keluarga yang bahagia dan penuh cinta, kalian serasi banget."
"Makasih~." Tanaya membalas dengan senyum yang begitu tulus.
"Akhirnya, ya, Den, setelah banyak drama ini itu, berhasil juga lo jinakin bokapnya Tanaya dan nikahin anaknya. Selamat," ucap Albi.
"Ini semua juga ada campur tangan lo, Al. Dua tahun lalu kalo aja lo nggak dateng tepat waktu mungkin kita nggak ketemu di sini, dan sorry bikin lo hampir pergi waktu itu," ucap Caden.
"Oh? Jadi yang nolongin Kak Caden waktu itu Kak Albirru?" Tanaya menyahuti di tengah obrolan kedua pria itu.
"Kalo aja Albi nggak kuat, mungkin dia nggak di sini sekarang," ujar Caden.
"Kenapa kayak gitu?" tanya Naisha.
"Kamu inget luka di dada aku? Itu ada gara-gara dia, Sayang," ungkap Albi. Saat ia dan Caden saling melempar senyum, bayangan masa lalu menyelinap ke dalam pikiran mereka seperti kabut kenangan. Senyum itu membuka lembaran waktu, membawa kembali ingatan mereka ke sebuah kejadian menegangkan dua tahun lalu, di mana takdir mereka bersinggungan dengan ketegangan yang membelit.
Saat Albi menemukan Caden terkapar lemas, tubuhnya dihajar habis-habisan oleh preman-preman tak dikenal. Kejutan terbesar datang saat keterlibatan ayah Tanaya, istri Caden, terungkap sebagai otak di balik kekejaman itu. Suasana malam yang sejuk berubah menjadi arena pertempuran tak terduga.
Tanpa berpikir panjang, Albi memasuki pertarungan tanpa peduli pada risiko yang mungkin dihadapinya. Namun, nasib berkata lain. Di tengah kekacauan, pisau tajam preman itu menemui sasaran, menancap di dada Albi. Ketajaman pisau itu seperti menciptakan lukisan darah yang menyala di dalam kegelapan malam.
Untungnya, seiring dengan suara keributan, Gio dan yang lain muncul bak seorang penyelamat. Dengan cepat, mereka mengamankan Albi dan Caden dari pertarungan yang semakin ganas. Dalam keremangan malam, mereka berhasil sampai ke rumah sakit terdekat, tempat Albi mendapatkan pertolongan medis yang mendesak.
"Gue bener-bener minta maaf, ya, Nai. Hampir aja jodoh lo gue pulangin lebih awal," ucap Caden.
Naisha terkekeh seraya menyelipkan tangannya di lengan Albi. "Yang penting kenyataannya Kak Albi ada di sini sama aku, itu cukup buat aku."
"Yakin?"
Naisha melempar senyum pada suaminya. "Iya. Kalo kamu nggak ada, bayangin Zora muncul dari mana?"
Albi berdeham dengan lembut, dan sambil tersenyum manis, matanya penuh kasih saat menatap istrinya. Suara dehamnya seperti melodi yang menyatu dengan senyumnya. Dalam tatapan lembut itu, terlukis kehangatan cinta diantara keduanya.
"Eh, eh, Kalian jangan terlalu romantis di sini. pengantinnya kami ya, bukan kalian. Sopan dikit, Al, sama tuan rumah," tegur Caden dengan ekspresi serius yang disusul senyumnya yang ceria. Naisha tertawa dengan riang, sementara Tanaya hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Flutter (SIDE STORY) ✓
Romance[SIDE STORY] Na-Bi's Endless Love & The Rainbow Reappears, Albeit Missing One Color. ‼️ Alur cepat ✨✨✨ Dalam riak kebahagiaan, kontras adalah bayangan yang menyoroti keindahan. Kebahagiaan seperti matahari yang menerangi, tapi kontrasnya bagaikan ba...