10 | Malam Tahun Baru

3.2K 505 249
                                    

Minta tolong 400 vote + 300 komen buat lanjut ya
.
.

Pukul 10 malam, suasana di rumah klandestin begitu hidup dan hangat. Tiga member terlihat sibuk dengan bagian masing-masing di halaman depan rumah. Cahaya kecil dari lampu hiasan menyinari langkah-langkah mereka.

Mereka menata beberapa makanan, termasuk ubi dan jagung, yang akan mereka bakar menjadi hidangan utama di malam tahun baru.

Aji, si pemuda jangkung bermodal kaos hitam polos dan celana piyama panjang, terlihat sangat telaten menyusun kayu untuk api unggun. Cahaya gemerlap dari bara api membentuk bayangan di wajahnya yang penuh konsentrasi. Setiap kayu disusun dengan hati-hati, menciptakan struktur api yang akan menjadi pusat kehangatan malam tahun baru mereka.

"Aji ati-ati, ya. Jangan sampe tangan lo luka. Gue bakal marah kalo sampe luka," tutur Haikal.

"Iya. Ini ati-ati."

Haikal duduk bersila di teras rumah, fokus mengupas kulit jagung dengan khidmat. Sarung berwarna hitam putih menggantung di tubuhnya dengan nyaman, menyatu dengan suasana malam yang damai. Rambutnya yang acak-acakan menunjukkan jejak dari tidur singkatnya setelah menunaikan sholat isya'.

Cahaya lampu kecil di sekitarnya menciptakan bayangan halus pada wajahnya yang tenang. Suara dedaunan yang bergesekan dengan hembusan angin malam menjadi serambi latarnya.

Dari dalam rumah, Reihan muncul dengan langkah ringan, membawa baki berisi aneka sayuran. "Mau coba bakar kentang juga, gak?" tanyanya.

Pemuda itu meletakkan baki itu di depan Haikal, kemudian ia kembali masuk setelah mendengar jawaban Haikal dan Aji yang serentak menyatakan, "Boleh."

"Oke, gue ambil bentar," ucap Reihan.

Melihat itu, Haikal terkekeh, "Kenapa nggak dibawa sekalian sih, Rei? Demen bener bolak-balik."

"Kalo kalian nggak mau, kan, gue juga harus bawa ke dapur lagi, sama aja, beda waktu aja," balas Reihan.

Tawa riang mereka mengiringi proses persiapan sederhana untuk merayakan malam tahun baru yang penuh kehangatan di halaman rumah.

✨✨✨

Suasana malam menyelimuti ruang tamu di rumah Samuel, diwarnai oleh sentuhan hangat dari lampu-lampu yang redup. Albirru duduk dengan nyaman di salah satu sofa panjang, terlelap dalam dunia buku yang sedang dibacanya, diiringi oleh gemerisik halaman yang berbalut dalam keheningan malam.

Namun, keheningan itu terputus oleh langkah seseorang yang memasuki rumah tanpa izin. Albi hanya melirik ke arahnya tanpa ada minat menggerakkan kepalanya saat langkah itu terdengar semakin dekat.

"Iya, ini aku udah masuk ke rumah papa kamu," ujar gadis itu tanpa menyadari ketidaksenangan yang terpancar dari Albirru, bahkan mungkin belum melihat ada Albirru di sana.

Tanpa menggerakkan kepala sedikitpun, Albirru langsung bisa memastikan bahwa perempuan itu pasti adalah kekasih kakaknya. Senyum miring menghiasi wajah Albirru.

"Lagi-lagi cewek tanpa sopan santun," gumamnya pelan, suaranya hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Di antara lembaran buku dan langit malam yang tak lagi sunyi. "Sebenernya kapan Leo bisa cari cewek yang bener?" imbuhnya dengan nada keheranan. Ia kembali fokus membaca buku di tangannya.

"Rumah papa kamu kosong, ya, Sayang? Aku nggak liat ada orang lain di sini," tanya perempuan itu lewat panggilan telepon yang terhubung dengan Leo.

Di tempatnya, Albi praktis membatin dengan ekpresi sinis. "Kocak. Punya mata buat apa sebenernya?" gumamnya di balik masker hitam yang ia kenakan.

Eternal Flutter (SIDE STORY) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang