12 | Melepas Rindu

2.9K 508 235
                                    

Sebelumnya terima kasih buat yang ada rencana vote dan komen di bab ini, yang nggak mau, ya udah, aku nggak maksa🙏. Enjoy reading✨.

Aku ingetin lagi, ini cuma side story dan nggak akan panjang. Panjang dan detailnya nanti aja lebih lengkap kalo aku jadiin buku.
.
.

Sore datang membawa senja yang lembut, mewarnai langit dengan palet kemerahan yang mengusapkan sentuhan hangat pada dinding-dinding Rumah Klandestin. Cahaya matahari yang mulai meredup menciptakan bayangan-bayangan yang panjang, menyelinap di sepanjang lantai dan menyentuh setiap sudut ruangan.

Di ruang keluarga, cahaya lampu yang mulai bersinar memberikan suasana yang hangat dan nyaman. Aroma pisang goreng dan donat yang dibeli Aji tersaji di tengah meja bersama beberapa gelas minuman. Sore itu diliputi dengan tawa dan percakapan antara tiga member yang berkumpul, mengisi udara dengan kehangatan dan kebersamaan.

"Jadi tuh anak akhirnya bakal ke sini?" Reihan bersuara sebelum menandaskan minumannya.

Haikal sempat menggigit donat yang ia ambil, kemudian menjawab, "iya, besok sore dia ke sini. Katanya sih ada yang mau diomongin juga."

"Ngomongin apa?" sahut Aji.

"Ya kan ngomongnya masih besok, gue juga gatau mau ngomong apa, Ji," jawab Haikal.

"O iya bener." Aji langsung membungkam mulutnya sendiri rapat-rapat.

Hening sempat menyergap ruangan itu beberapa saat.

"Gue kangen Marka, deh." Celetukan Reihan membuat dua membernya spontan menatapnya dengan bingung.

"Tiba-tiba?" tanya Aji.

Reihan dengan santai mengedikkan kepalanya ke arah tembok tak jauh di belakang sofa yang Aji duduki.

"Liat foto itu, gue jadi kangen kita ngumpul formasi lengkap, tapi ya gimana, ya."

Ketiganya kini menatap sebuah foto yang terbingkai cukup besar di dinding.

"Kalo gitu sama, gue juga kangen, apalagi dia yang nggak mungkin pulang ke sini lagi mau semaksa apapun kita minta," sahut Aji.

"Gue kangen banget sama Nana, kangen senyumnya Nana. Kenapa dia ngangenin banget sih? Ngeselin," timpal Haikal.

"Karena dari awal ketemu kalian lengket banget, Bang. Kalo nggak kangen malah gue yang bingung," kata Aji diekori kekehan kecil Reihan.

"Makanya."

Haikal menghela napas sebelumnya melanjutkan.

"Itu yang baju item boleh dibalikin nggak, sih, Tuhan? Haikal bingung kalo kangen harus gimana."

"Doa, Kal."

"Tiap hari gue doa, Rei," ujar Haikal. "Tapi tetep aja, kangen ya kangen, kalo belum liat orangnya atau denger suaranya, nggak akan terobati."

Reihan lamat-lamat mengangguk setuju sebab ia sendiri juga merasakan hal yang sama.

"Gue belum jenguk dia selama di Jakarta," celetuk Reihan.

"Besok kita ke sana bareng-bareng," sahut Haikal.

Seketika atmosfer di rumah itu berubah bersama dengan senja yang memudar dengan perlahan, membiarkan langit dipenuhi oleh sutra biru yang berganti menjadi gelap malam. Bintang-bintang muncul satu per satu, membentuk kaligrafi indah di kanvas langit. Suara gemerisik angin mulai berubah menjadi bisikan malam yang misterius, mengantar langkah-langkah waktu ke dunia yang sepi.

Eternal Flutter (SIDE STORY) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang