08 | Menyambut Rindu

4.3K 716 310
                                    

Kalo bisa tembus 500 vote + 500 komen, aku up next chapter ya
.
.

"Assalamu'alaikum."

Albi memasuki rumah dengan kantong kresek berisi risol pesanan Haikal ditangannya. Makanan itu berhasil ia peroleh setelah berkeliling mencari penjual langganan yang Haikal maksud selama kurang lebih setengah jam. Dengan hati-hati, ia meletakkan kantong tersebut di meja makan.

"Haikal! Ini risolnya udah ada!" seru Pria itu mengingat anak itu tak terlihat di sekitarnya. Ia hanya berharap suaranya dapat mencapai telinga sepupunya itu jika saja pemuda itu sedang berada di kamar atas.

Tak berselang lama, saat Albi beralih memeriksa kamar tidurnya, terdengar langkah langkah kecil yang cepat di tangga. Haikal meluncur turun dengan gesit, matanya berbinar-binar melihat risol favoritnya sudah terhidang di meja makan. "Makasih, bang Albi!" serunya penuh kegembiraan, membuat Albi merasa bahagia mendengarnya dari dalam kamar.

"Apa? Kok dia bilang terimakasih?" tanya Naisha. Wanita itu mengambil kesempatan untuk mengaplikasikan skincare pada wajahnya selagi putri kecilnya tidur.

"Dia dapat risolnya," jawab Albi. Dengan perasaan lega, ia menggantungkan coatnya di gantungan dekat pintu, menyisakan kemeja putihnya.

Tak berhenti di situ, Pria itu juga melepas kacamatanya, dan dengan gerakan terampil, ia melingkarkan jarinya di sekitar pergelangan tangan, membuka kancing jam tangannya. Jam tersebut bergeser perlahan dari pergelangan tangannya dan Albi meletakkannya di atas meja dengan hati-hati.

Dengan perasaan nyaman, ia berjalan menuju istrinya usai melepas kancing atas kemejanya.

Dengan lembut, Albi meraih pinggang Naisha dan memeluknya dari belakang. Mereka berdua terlihat dalam refleksi cermin, menciptakan adegan yang penuh kehangatan dan kebersamaan.

Pria itu memeluk pinggang istrinya erat, seolah ingin menyampaikan rasa cintanya melalui sentuhan. Mereka berdua terpantulkan di cermin, menciptakan gambaran kebersamaan yang indah dan penuh kasih di dalam rumah mereka.

Suasana di ruangan itu terasa hangat ketika Albi dengan lembut bertanya pada istrinya, "Kenapa kamu cantik banget? Bikin khawatir aja." Sorot mata Albi penuh kelembutan, dalam matanya terpancar rasa kagum pada istrinya.

Naisha tersenyum manis, kemudian membalas dengan nada lembut, tangan kirinya menangkup pipi suaminya. "Kenapa kamu ganteng banget? Bikin khawatir aja."

Senyum di wajah mereka berdua menjadi simbol pertanyaan yang seringkali tak memiliki jawaban pasti, tapi saling memberi pengakuan akan keindahan yang mereka lihat satu sama lain.

Albi masih memeluk pinggang Naisha, ditambah kini dagunya bersandar di bahu istrinya. Suara lembut Naisha memecah keheningan sementara di antara mereka, "Gimana hasilnya? Deal?"

Albi hanya berdeham. Ia menggerakkan kepalanya hingga semakin terselip di ceruk leher istrinya. Pria itu membiarkan matanya memejam. Napas hangatnya menyentuh leher istrinya dengan lembut.

"Kenapa? Kok nggak semangat gitu? Ada yang bikin nggak nyaman?" tanya Naisha lagi, mencoba membaca ekspresi suaminya. Albi menggeleng pelan, memberi isyarat bahwa ketidaksemangatan bukan karena ketidaknyamanan.

"Capek aja kayaknya," jawab Albi dengan suara yang lirih, nyaris berbisik.

"Ya udah. Mandi dulu, abis itu Kakak bisa istirahat," tutur Naisha.

"Sayang, maaf, tapi boleh nggak di posisi ini lebih lama?" tanya Albi.

Senyum terbit di wajah Naisha. "Boleh." Wanita itu mengusap rambut suaminya dengan lembut. "Kakak udah kerja keras. Nai bangga sama Kakak."

Eternal Flutter (SIDE STORY) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang