Bagian - 5

2.5K 256 13
                                    

Laras tidak menyangka sosok yang beberapa saat lalu ditemuinya, sekarang sudah berada di depan kamar hotel tempatnya menginap. Lelaki itu hanya seorang diri, terlihat jelas sedang menunggunya. Laras yakin ini semua ada campur tangan keluarga Yessi. Sebab tidak mungkin Damian akan mengetahui Laras menginap di hotel ini jika bukan Yessi atau Asga yang memberitahu. Laras membuang napas gusar. Seharusnya ia tidak memberitahu siapapun. Jika sudah begini, acara untuk tinggal di Surabaya sejenak lebih lama harus gagal.

Tidak ingin terkesan menghindar, Laras kembali melangkah. "Memang sudah jadi kebiasaanmu, ya, mengunjungi mantan diam-diam tanpa sepengetahuan pasanganmu." Sindirnya.

"Hai, gimana kabarmu? Kapan kamu sampai Surabaya?" Damian seperti akan menerjangnya tapi Laras sudah lebih dulu menghindar. "Ke mana saja kamu selama ini, Ras? Aku terus mencarimu."

Laras rasanya ingin tertawa keras. "Ngapain nyariin aku, Dam? Buang-buang waktu saja!"

"Kamu sudah bohong sama aku. Kamu nggak pernah selingkuh sama Kelvin. Aku butuh penjelasanmu."

"Selingkuh nggaknya, itu bukan lagi hal yang seharusnya kita bahas setelah kita resmi bercerai. Terlebih kita berpisahnya sudah bertahun-tahun. Kita sudah sama-sama move on, Dam. Nggak ada gunanya ngebahas masa lalu." Laras mengambil key card dari tasnya untuk membuka pintu kamarnya. "Sebaiknya kamu pulang! Dan jangan pernah berniat untuk nemuin aku lagi. Kita sudah nggak punya urusan."

Laras tidak sempat menahan pergerakan Damian yang ikut serta masuk ke dalam. "Ngapain kamu ikutan masuk?! Keluar!" Teriaknya.

Mantan suaminya itu terus melangkah masuk ke dalam tanpa menghiraukan racauan Laras. Lalu duduk dengan tenang di sofa. "Aku nggak akan pergi sebelum kamu jelasin semuanya. Aku sudah tahu, antara kamu dan Kelvin nggak ada hubungan apa-apa. Kelvin bahkan nggak tahu-menahu tentang kamu yang minta cerai. Beberapa waktu lalu Yessi sempat mengajakku ketemu, katanya ada yang pengin disampaikan padaku mengenai kamu. Tapi sepertinya dia berubah pikiran. Dia hanya berpesan untuk membicarakan ulang tentang alasanmu minta cerai." Lelaki itu terdiam sejenak sebelum melanjutkannya dengan kalimat yang pelan. "Subuh-subuh kita bahkan masih bercinta, tapi malamnya kamu minta cerai."

Sudah ia duga, bahwa Yessi biang keroknya. Damian tidak tahu jika Yessilah yang membuat Laras harus mengambil keputusan besar dalam pernikahannya. Dan jika benar hubungan antara Damian dengan Silviana saat itu hanya sebatas klien, dipastikan bahwa Laras sendiri yang sudah membuat tujuh tahunnya hancur berantakan.

Selama ini ia sudah terlalu banyak menyalahkan Damian atas rusaknya pernikahan mereka. Memaki Damian dengan sumpah serapah meski tidak secara langsung. Nyatanya, Laras sendirilah si kejam itu, dan bukan sebaliknya. Laras bahkan tidak memberi kesempatan Damian untuk mempertahankan rumah tangganya. Saat itu, Laras terlalu percaya dengan apa yang sudah dilihat. Tanpa tahu detail yang sebenar-benarnya terjadi.

Laras berdeham. Bingung harus memulainya dari mana. Baiklah, mungkin memang ia yang salah. Tapi apapun yang ia jalani di dunia ini tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Jelas-jelas Tuhan memang menakdirkan jodohnya bersama Damian berakhir tragis.

"Sudah takdirnya begini, Dam. Kita harus bisa menerimanya. Kita nggak bakalan hidup tenang kalau terus meratapi masa lalu." Tidak ada cara lain untuk menjelaskan pada lelaki ini selain berkata yang sebenarnya. "Saat itu aku lihat kamu sama Silviana masuk hotel. Satu alasan itu saja sudah cukup buat aku ngajuin gugatan kan? Kamu selingkuh."

Damian terlihat terkejut. "Aku nggak selingkuh! Harusnya kamu tanya dulu apa yang aku lakukan dengan Silviana di hotel. Silviana itu klienku."

"Tapi dia juga mantanmu! Jadi, menurutmu aku harus bisa mewajarkan tindakan suamiku yang bertemu dengan mantan pacarnya di hotel?"

"Astaga! Di hotel, kami juga nggak hanya berdua. Di sana ada keluarga kakaknya. Kalau kamu memang melihatku, harusnya kamu samperin aku, dan kamu boleh mengamuk sesukamu, kalau memang aku terbukti berselingkuh."

Akan lebih baik Laras bertingkah seperti istri-istri yang viral di media sosial saat mendapati suaminya selingkuh, daripada hanya berasumsi sendiri tapi ternyata semuanya salah. 

"Entahlah!" Laras tidak memiliki pembelaan lagi untuk dilontarkan.

"Kamu masih nggak percaya?" Damian mendekati Laras yang masih belum bergerak dari tempatnya berdiri. "Kamu butuh diyakinkan oleh Silviana? Aku akan menghubunginya kalau memang dibutuhkan. Dia kaget dan ikut prihatin saat tahu kita bercerai."

Laras menggeleng, tidak ingin larut dalam kekalutan yang dibuatnya sendiri. "Seharusnya kita sudah nggak perlu lagi ngebahas ini, Dam. Masalah ini sudah berlalu."

"Apa maksudmu?" Ekspresi yang ditampilkan Damian persis seperti tujuh tahun yang lalu, saat Laras mengutarakan niatnya untuk bercerai. Terluka. Laras terlalu marah sehingga tidak bisa menilai dengan baik mimik wajah mantan suaminya. "Kalau ternyata aku nggak selingkuh seperti yang kamu pikirkan, kamu nggak akan mau ngasih kesempatan padaku? Apa kita sudah nggak ada harapan lagi?"

"Dam, kita sudah berpisah selama tujuh tahun!" Laras benar-benar frustasi. "Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar untuk kita memperbaiki masa lalu yang rusak."

"Bagaimana kalau selama tujuh tahun itu hidupku nggak baik-baik saja?! Apa kamu nggak pernah ngerasa bersalah untuk itu?! Pikiran burukmu tentangku, membuat pernikahan kita hancur. Membuat aku sakit. Apa kamu pernah memikirkan ini? Apa aku nggak berarti buatmu? Sehingga kamu begitu tega melakukannya?"

"Cukup! Cukup! Cukup!" Laras menutup kedua telinganya. Ia tidak sanggup lagi mendengarnya.

Hening.

Laras mundur saat langkah Damian semakin dekat. Hingga ia tidak bisa lagi bergerak karena sudah mencapai tembok. Damian berdiri tepat di hadapannya. Jarak keduanya sangat tipis. Hembusan napas keduanya saling menerpa. Laras memejamkan matanya saat Damian membelai pipinya dengan pelan. Tangan Laras terkepal gugup.

"Kamu tahu, betapa aku sangat merindukanmu?" Damian menangkup pipi mantan istrinya dengan kedua belah tangannya. Tatapannya sendu, memaku Laras. "Kamu tahu gimana hancurnya aku waktu kamu pergi menghilang? Kamu ... apakah sebenci itu padaku? Sehingga kamu harus menghilang bertahun-tahun?"

Air matanya Laras tak terbendung. Tujuh tahun yang lalu saat menerima akta cerai ia bahkan tidak menangis sama sekali. Tapi, sekarang, melihat Damian yang tersakiti, membuat hati Laras rasanya hancur berkeping-keping. Sungguh Laras sudah berdosa dengan lelaki ini.

Yessi berusaha melindungi sahabatnya, hanya saja mungkin caranya salah. Dan bodohnya Laras langsung percaya dengan asumsinya. Cemburu membutakan segalanya. Yang seharusnya Laras mengkonfirmasi kesalahpahaman ini pada Damian, tapi justru ia main hakim sendiri dan memilih kabur dengan alibi menyelamatkan hati.

Tubuh Laras luruh ke lantai saat akhirnya Damian menutup pintu kamar hotelnya dari luar. Ini semua salahnya. Laras tidak akan menahan lelaki itu untuk tetap tinggal dan mendengarkan keluh kesahnya selama hidup sendiri di kota orang. Selama ini Laras juga tidak baik-baik saja. Bila Damian juga melewati tujuh tahun dengan tidak mudah, begitu pun sebaliknya.

Celah Yang Tak Tampak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang