Kali kedua Laras menginjakkan kakinya ke kota yang membuat hidupnya mengalami trauma berkepanjangan. Pertama saat pesta pernikahan Yessi beberapa tahun silam. Yang kedua setelah tujuh tahun lebih ia meninggalkan kota ini. Dan lagi-lagi karena keluarga Yessi yang mengharuskan Laras merelakan waktu berharganya untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, demi menghadiri acara tasyakuran bertambahnya bangunan rumah sakit milik keluarga Soetomo.
"Iya, ini aku sudah sampai hotel dari setengah jam yang lalu. Sekarang aku mau siap-siap dulu." Jawab Laras saat sosok di dalam telepon menanyakan keberadaannya.
"Oke, kamu siap-siap diomelin Mama!" Ujar si penelepon.
"Kenapa Tante Yunis harus ngomelin aku?" Laras pura-pura tak paham. Yessi sudah mewanti-wantinya untuk menginap di rumah orang tuanya, tapi tidak Laras turuti. Rumah orang tua Yessi memang cukup besar, dan tidak akan berpengaruh jika Laras menginap di sana hingga beberapa hari ke depan. Hanya saja, meski berhubungan sangat baik, tapi keluarga Yessi tetaplah orang lain. Intinya, Laras tidak nyaman jika harus menumpang di rumah orang.
"Emangnya keluargaku sudah sejauh itu ya, Ras? Mama sedih banget loh kamu jadi berubah begini." Lanjut Yessi dari seberang sana. "Kita lagi di satu kota tapi nggak ketemu. Kalau saja kamu mau nurut, kita nggak perlu menggunakan HP untuk ngobrol."
"Ya ampun, Yess, bentar lagi juga kan kita ketemu. Acaranya jam sepuluh kan? Kurang satu jam lagi. Nggak usah berlebihan gitu deh!"
"Huft! Emang susah ngasih tahu cewek kepala batu!" Dengus Yessi yang membuat Laras menahan tawa. "Terserah, ya, nanti kalau kamu diomelin sama Mama, aku nggak bisa ngebelain. Aku angkat tangan."
Laras manggut-manggut meski tindakannya tidak terlihat oleh Yessi. "Siap. Nanti aku urusnya sendiri. Lagian, Tante Yunis nggak mungkinlah bisa ngomel. Tante Yunis adalah seorang ibu paling lembut yang pernah aku temui. Kamu saja yang gampang berburuk sangka." Kali ini sengaja Laras sedikit memberi pujian pada ibu sahabatnya. Baru saja ia samar-samar mendengar suara lain masuk. Yessi jelas tidak sendiri. Ibunya berada di sekitarnya, dan Yessi mengloudspeaker panggilannya agar ibunya bisa mendengar suara Laras.
"Belum tahu saja kamu, kalau Mama sudah terlanjur kecewa." Ujar Yessi berusaha terus menakut-nakuti Laras. "Jangan nyesel kalau nanti Mama nggak mau ngomong sama kamu. Berarti itu tandanya tingkat kekecewaan Mama sama kamu sudah besar banget."
"Tenang saja, aku sudah punya alat sogokan biar Tante Yunis nggak bisa mengomeliku." Laras terkekeh kecil. "Krupuk kulit gurih enak. Tante Yunis, mana bisa menolaknya."
"Sudah, berhenti main-mainnya!" Suara wanita paruh baya tiba-tiba terdengar jelas dan mengambil alih ponsel Yessi. "Laras, benar kamu bawakan Tante krupuk kulit?"
"Mama gimana sih? Kan ceritanya mau bikin Laras panik biar dia nggak seenaknya sendiri ngelawan perintah Mama. Kok Mama gampang banget disogok kripik gitu aja langsung tergoda. Gagal semua deh!" Meski tidak begitu jelas tapi Laras masih bisa mendengar suara kekesalan Yessi di belakang ibunya.
"Halah! Nggak penting!" Sahut Tante Yunis. "
Tawa Laras langsung mengudara. "Beneran dong, Tan. Krupuk kulit kebo kesukaan Tante. Pokoknya yang kebo kesukaan Tante, sampai nggak mau yang lain. Sudah aku bawain sekarung. Aku siap-siap dulu, habis ini aku antar ya, Tan."
"Makasih, Nduk. Yawes, Tante tunggu." Lalu, panggil telepon diakhiri.
Laras segera mengganti pakaian kasualnya dengan gaun warna merah darah tanpa lengan. Di depan cermin, Laras terpaku menatapi sosoknya. Laras tidak ingin terkesan sombong. Namun, Tuhan begitu baik sudah memberinya aset berupa kemolekan tubuh bak gitar spanyol dan paras yang mampu membuat jantan paling suci sekalipun tergoda. Gaun yang dikenakan kali ini mungkin saja jauh dari pribadi seorang Laras. Potongan dada yang rendah, dan punggung terekspos. Laras tidak paham apa yang membuatnya harus tampil sempurna. Mungkin karena ia sudah cukup lama tidak menghadiri sebuah acara dan bertemu dengan banyak orang. Akan tetapi, mengenakan gaun yang mencolok untuk acara yang bisa dikatakan tidak terlalu besar, bukankah ini sangat berlebihan? Kepada siapa Laras akan menunjukkan tubuh seksinya di acara tersebut? Apakah Laras sudah memperkirakan seseorang yang akan ditemuinya nanti?
Yang pasti, Laras tidak ingin berandai-andai. Boleh jadi tujuh tahun ia dipenjara dalam keterpurukan. Namun saat ia sudah memutuskan untuk tampil kembali, Laras tidak akan membiarkan satu orangpun berani melemahkannya. Wanita tangguh tak butuh dikasihani. Wanita tangguh tak butuh sosok penguat. Wanita tangguh bisa berdiri di kakinya sendiri.
Laras membuka pouch make up hadiah dari Yessi dan sejenak ia disibukkan dengan isi di dalamnya. Sejak dulu Laras selalu suka merias diri. Hampir semua alat make up dari banyak merek terkenal berjejer di atas meja riasnya. Salah seorang kenalannya dulu pernah ada yang berkomentar, bahwa tanpa make up, wajah Laras tidak akan secantik itu. Laras tidak ingin ambil pusing dan hanya bisa tertawa sebagai tanggapan.
Saat ia terpaksa keluar rumah tanpa harus berias terlebih dahulu. Nyatanya, masih tetap banyak laki-laki yang menggodanya. Dari situ bisa terlihat, jika dengan atau tidaknya make up, seorang Laras akan tetap menarik perhatian.
Lagi-lagi, Laras bertanya-tanya, kepada siapa ia akan menunjukkan penampilannya kali ini? Yang ia tatap di cermin sekarang ini bukan sekedar wanita cantik, melainkan bidadari yang turun dari kayangan. Begitulah orang-orang berkata, saat mendapati sosok yang sempurna berada di depan mata.
Laras melengkapi pergelangan tangan kirinya dengan dua buah Love Bracelets milik Cartier. Laras bukanlah wanita bodoh yang akan membuang barang pemberian mantan ketika sudah berpisah. Gelang berlapis berlian ini bernilai ratusan juta. Belum tentu ia bisa memilikinya kembali meski sesukses apapun dirinya. Jika bukan karena mantan suaminya anak orang kaya, menghambur-hamburkan uang demi barang sekecil ini rasanya terlalu berlebihan.
"Aduh! Ya ampun, Ras! Aku pikir tadi wanita cantik plus seksi yang ada di depanku Angelina Jolie." Seperti biasa, Yessi menyambut kedatangannya dengan heboh. "Ternyata yang KW. Kecewa aku!"
"Sori, udah bikin kecewa!" Ujar Laras membalas drama yang dimulai oleh sahabatnya yang menyebalkan ini. "Pak, tolong bawa masuk ke dalam." Laras meminta satpam rumah Yessi untuk membawa oleh-oleh yang dibawanya ke dalam rumah.
Seluruh anggota keluarga Yessi berkumpul di ruang keluarga. Sudah siap bersama-sama berangkat ke acara. Orang tua Yessi menyambut hangat kedatangannya. Asga, dokter slengekan tak berhenti memuji penampilan Laras yang memukau. Beberapa sanak famili Yessi juga ikut berpartisipasi memberikan perhatiannya.
Pagi hari ini, Laras sukses menjadi primadona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celah Yang Tak Tampak (TAMAT)
RomanceSebuah kisah yang menceritakan tentang kandasnya pernikahan Laras Hanastasya Ismawan, akibat penyelewengan yang dilakukan suaminya Damian Satriyo Wijaya.