Bagian - 8

1.9K 193 12
                                    

"Kamu nggak akan membiarkan orang yang sudah mengantarmu sampai rumah tetap di luar kan? Sekarang lagi hujan dan dingin-dingin. Setidaknya kamu akan mempersilakannya masuk terlebih dahulu dan membuatkan teh hangat sebagai ucapan terima kasih."

Laras mencibir mendengar ucapan mantan suaminya. Ia lalu memutar kunci dan mendorong pintu rumahnya. Tanpa dipersilakan lelaki itu ikut masuk ke dalam. Mulai sekarang Laras harus belajar untuk menebalkan sabar saat menghadapi mantan suaminya. Bukan tidak mungkin Damian akan tiba-tiba mengunjunginya suatu saat nanti, karena lelaki itu sudah mengetahui tempat tinggal Laras. Sebenarnya Laras tidak ingin terlalu percaya diri, tapi melihat sikap Damian yang tidak tahu aturan, membuat Laras sangsi.

"Makasih, ya. Kamu masih mengingat minuman kesukaanku." Damian tersenyum sambil mengangkat secangkir cokelat hangat buatan Laras. "Ras, di luar hujan deras banget. Kayaknya nggak mungkin buat langsung pulang. Boleh kan aku berteduh di sini dulu?"

Sudah jam delapan malam Laras baru sampai rumah karena kendala lalu lintas yang padat. Selain itu hujan angin juga membuat beberapa jalan pintas ditutup karena ada pohon tumbang dan beberapa kendala lain. Akan sangat berbahaya melakukan perjalanan di kondisi cuaca yang kurang mendukung. Dan entah mengapa Laras tidak tega jika harus membiarkan Damian menerjang hujan deras di luar sana.

Laras memutuskan membuat sesuatu untuk makan malam. Di kulkas ia mendapati daging sapi dan ikan patin. Ada sayur mayur juga. Ide di kepalanya langsung muncul. Ia akan membuat oseng daging sapi dan ikan goreng. Ia memilih sayur sawi untuk dijadikan tumis. Laras harus membuat nasi terlebih dahulu sebelum mengeksekusi yang lain.

Damian muncul di dapur dan langsung menawarkan diri untuk membantunya. Laras tidak mau melewatkan kesempatan untuk memperdaya manusia menyebalkan itu. Yang membuat Laras harus kerepotan di malam begini. Jika tidak ada Damian dan sopirnya yang harus dia kasih makan, mungkin Laras cukup membuat mi instan telur saja.

"Sini kamu!" Laras melambaikan tangannya. "Ini ikan sudah dibumbui, tinggal digoreng."

"Goreng ikan? Nggak ada yang lain, Ras? Yang gampang gitu? Mana bisa aku goreng ikan! Kalau minyaknya nanti muncrat ke wajahku gimana?" Damian langsung keberatan.

Laras bertolak pinggang. "Kalau gitu nggak usah sok sok-an mau ngebantu! Dasar anak mami!"

"Yaudah, sini!" Damian selalu tidak suka jika dikatain anak mami. Ibu kandungnya meninggal dunia saat Damian masih SD, dan ayahnya menikah lagi sehingga Damian harus diurus ibu tiri yang konon katanya tidak begitu baik.

"Apinya kecil aja, biar nggak muncrat!" Tegur Laras sambil mengatur besar kecil api di kompor. Damian terlihat kerepotan, tapi Laras menikmati pemandangan saat lelaki itu mendesis karena lengannya terkena cipratan minyak panas.

Laras sudah menyelesaikan satu masakan. Tinggal ia membuat tumis sawi yang akan dicampur dengan sosis. Diliriknya lelaki yang sibuk menghindari cipratan minyak. Laras menahan tawa. Meski tidak terbiasa dengan urusan dapur, Damian terus berusaha keras. Yang membuat Laras cukup salut.

"Kamu panggil Bimo sana, ajak makan sekarang! Ini biar aku lanjutin." Laras mengambil alih sotil dari tangan mantan suaminya yang mengangguk patuh.

Setelah selesai menghidangkan semua olahannya di meja makan. Tak lupa Laras membuat beberapa minuman hangat dan juga air putih. Kelar memasak malah membuatnya tidak berselera untuk mengunyah. Sehingga ia memutuskan untuk tidak ikut bergabung makan malam. Laras memilih masuk kamar membersihkan diri. Ia butuh berendam air hangat biar badannya yang loyo kembali segar.

Satu jam kemudian, Laras keluar dari kamarnya dan mendapati Damian sudah duduk santai di ruang keluarga sambil menonton tayangan televisi. Hujan di luar masih sangat deras.

"Bimo mana?" Tanya Laras tidak melihat sopir Damian di ruangan ini.

"Ngerokok di luar." Jawab Damian. "Ras, kamar mandi dapur nggak ada air hangatnya. Nggak ada bathtubnya juga. Badanku lengket. Aku butuh mandi air hangat." Lanjutnya menampilkan wajah melas. Tidak ada cara lain, mau tidak mau Laras harus merelakan Damian menggunakan kamar mandinya.

"Ras, tolong bilang ke Bimo, suruh ambilin baju gantiku di mobil!" Teriak Damian setelah beberapa saat kemudian. Namun, belum juga Laras melakukan titah itu, Bimo sudah muncul membawa koper kecil padanya.

Apa-apaan ini?! Batin Laras. Bagaimana bisa Damian membawa baju ganti sebanyak ini?! Apakah menginap di sini sudah menjadi niat Damian dari awal?! Astaga, kenapa Laras baru menyadarinya.

Laras duduk bersidekap saat Damian keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk putih yang menutupi bawah tubuhnya.

"Seger banget, Ras!" Lapor lelaki itu sambil tersenyum manis. Sejak kapan Damian menjadi sereceh ini? Sejak tadi manusia satu ini lebih banyak tersenyum. Meski laras terus menampilkan paras jutek.

"Aku nggak suka sama sikapmu yang kayak gini, Dam! Kamu sengaja kan rencanain ini semua?" Laras berdiri dan mendorong koper ke hadapan lelaki itu. "Pakai bajumu, dan pergi dari rumahku!"

"Di luar kan masih hujan, Ras." Damian lagi-lagi mengeluh. "Jalanan juga licin."

"Nginap di hotel sana! Jangan di rumahku!" Sebenarnya Laras tak tega, tapi mau bagaimana lagi?! Sekali Laras membiarkan Damian menginap di rumahnya. Bukan tidak mungkin Damian akan melakukannya di kemudian hari. Laras bahkan tidak pernah mengira akan berbagi kamar mandi dengan Damian saat hubungan mereka sudah bukan lagi suami istri.

Laras melengos saat mantan suaminya dengan santai berganti pakaian di depannya, dan bukannya kembali ke kamar mandi. Laras merasa sial sekali harus berurusan dengan manusia menyebalkan seperti Damian.

"Aku nggak terlalu ngerti Tulungagung. Jadi mending aku nginap di sini saja. Tenang, kamu nggak perlu repot-repot bersihin kamar tamu. Kamu tahu kalau aku orangnya tetap bisa tertidur meski dalam kondisi kamar berantakan." Senyum menyebalkan Damian membuat Laras ingin sekali menimpuk kepalanya.

Alasan konyol! Hanya manusia terbelakang yang tidak tahu caranya menggunakan aplikasi ponsel penunjuk arah untuk mencari tempat yang ingin dikunjungi. Sekarang zaman sudah canggih. Segalanya serba mudah. Tapi Laras memilih tidak mendebat. Rasa kantuk menyerangnya. Lebih baik ia segera memberitahu Damian di mana kamar tamu berada, agar ia bisa segera tidur.

"Tolong kunci pagar depan, ya." Laras memberikan gembok dan kuncinya pada sopir Damian. "Oiya, kamar buat kamu tidur ada di sana." Sebuah ruang kamar yang terletak di dapur. Yang biasa digunakan untuk asisten rumah tangga. Tapi sudah beberapa minggu ini Laras tidak menggunakan ART, saat yang terakhir pamit berhenti karena mau nikah.

"Baik, Bu."

Laras mengabaikan sosok yang kembali menekuri tayangan televisi dan langsung masuk ke kamar. Semoga saja saat terbangun besok pagi, Damian sudah enyah dari rumah ini. Laras mulai merebahkan tubuhnya setelah menyalakan lampu tidur dan mematikan lampu utama. Rasa kantuk tak terelakan. Semua terasa cepat hingga membuatnya masuk ke alam mimpi. Entah mengapa, saat di dalam mimpi, Laras masih saja dipertemukan dengan Damian.

Celah Yang Tak Tampak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang