Bagian - 15

1.9K 190 5
                                    

Laras sedang berada di sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat empat perempuan dewasa, tengah membahas suatu masalah yang muncul dari salah satu di antara mereka. Kehadiran Laras di tempat ini karena diseret paksa oleh Yessi, untuk menjadi saksi dalam proses menyidang si pembuat onar.

Dari awal Laras sudah memperingatkan Yessi untuk tidak perlu memperpanjang masalah. Tapi bukan Yessi jika tidak keras kepala. Sehingga, yang awalnya Laras tidak ingin ikut campur, mau tidak mau akhirnya ia harus berurusan lagi dengan Sita dan Ibunya. Jujur saja Laras malas. Merasa waktunya terbuang-buang untuk hal tak berfaedah.

Terlebih saat Tante Hesti mewajarkan tindakan Sita yang mengaku-ngaku dihamili oleh Damian karena rasa cintanya yang berlebih. Upaya apapun boleh dilalui asalkan Damian kembali pada Sita.

Astaga, apakah sekarang Laras sedang menonton serial Drama Korea? Bila iya, mengapa terkesan berlebihan sekali? Dan tumben, produser perfilman di Korea menyuguhkan tontonan tak berbobot?

Tapi sayangnya, Laras tidak sedang menonton film di iPad yang kalau tidak suka ia bisa segera menyudahinya. Melainkan, Laras sedang dihadapkan dengan kisah nyata yang wajib disaksikan hingga akhir. Semoga setelah ini Laras tidak kapok.

"Tante Hesti gimana sih? Kelakuan Sita salah kok malah dibiarin aja? Ini aku nggak salah dengar kan?" Lagi-lagi Yessi menampilkan paras tak habis pikir mendengar respon adik dari ibunya. "Astaga, please!" Yessi melempar tatapannya pada Laras. Sedangkan Laras tidak bisa menanggapi apapun selain ringisan.

"Yess, kamu belum ngerasain aja saat nanti Keysa gedhe, terus naksir sama laki-laki, dan ngerengek minta kamu buat bantuin supaya bisa bersama laki-laki itu. Kamu melihat Keysa mogok makan karena patah hati. Wajahnya yang ceria jadi murung. Coba, ibu mana yang tega melihat anaknya nggak bahagia? Seharusnya kamu ngerti dan coba bayangin seandainya kamu berada di posisi Tante."

"Aku pastikan saat besar nanti anakku nggak akan ceroboh dan malu-maluin kayak Sita! Apalagi kalau urusannya sama cowok! Aku didik mulai kecil untuk tidak menggantungkan diri pada siapapun. Aku bekali Keysa dengan ilmu agama yang cukup sehingga dia tidak kehilangan arah cuma karena patah hati." Bukan Yessi bila tidak arogan pada orang yang lebih tua. Tapi, di dalam hatinya Laras setuju. Kedua sosok di depannya itu cukup pantas mendapatkan respon seperti yang baru saja Yessi lontarkan.

Akan tetapi, memang sudah dasarnya susah diberi wawasan. Sehingga semua yang Yessi ucapkan, mental di otak lawan bicaranya. Tante Hesti kembali membela diri. "Sekarang kamu bisa bicara begitu karena kamu belum mengalaminya sendiri. Tunggu saja nanti saat Keysa dewasa. Peranmu sebagai ibu diuji dan dipertanyakan. Tante sudah lebih tua dari kamu. Sudah lebih berpengalaman. Kamu nggak usah ngajarin Tante caranya urus anak. Tante jauh lebih paham soal itu."

Untuk yang kesekian kalinya Yessi menganga mendengar menuturan adik kandung Tante Yunis. Sementara telinga Laras sudah mulai terbiasa dengan suguhan bersifat hiperbola yang membuat Laras harus lebih seding menahan bosan.

"Laras ...." Kini Tante Hesti beralih menatapnya. "Sita ini cinta banget sama Damian. Tante sebagai ibunya belum pernah melihat Sita sampai segitunya sama laki-laki. Dan Tante juga sudah ngomong sama kamu. Kasarannya, minta izinlah, meskipun antara Damian dan kamu sudah tidak ada hubungan apa-apa. Perpisahan kalian juga sudah lama. Tapi Tante dan Sita masih punya etika, karena kami dan Laras saling kenal. Ya, Tante tahu kalau Sita terlalu sembrono dan naif, tapi namanya juga masih anak-anak, ya gimana ya? Tolonglah, Yess, maklum sama adekmu!"

Yessi menarik napas panjang dan membuangnya pelan. Diulangi hingga sebanyak tiga kali. Terlihat Yessi sedang berusaha mengendalikan dirinya agar tak kelepasan mengamuk. Laras yang sudah paham dengan tabiat temannya ini yang frontal dan tidak berperasan jika sudah berhadapan dengan orang yang membuat emosinya meledak.

"Tante langsung marahin kok sepulang Sita dari Tulungagung. Langsung Tante tegur. Tapi, Tante nggak bisa keras juga, Yess. Sita ini anak Tante satu-satunya. Di hidup Tante juga cuma ada Sita. Wajar kalau Tante nggak bisa marah terlalu lama. Karena Tante nggak mau Sita jadi risi dan kesel." Tante Hesti terus mengeluarkan kalimat-kalimat belaan.

"Maafin aku ya, Ma." Terdengar Sita mengeluarkan suaranya. "Aku frustasi banget. Mas Damian tetap nggak mau balikan sama aku. Berhari-hari aku rawat Mas Damian di rumah sakit, tapi aku malah dicuekin. Aku buntu. Jadi yaudah aku coba samperin Mbak Laras dan ngomong kalau aku lagi hamil. Siapa tahu bisa bikin Mbak Laras marah dan menjauhi Mas Damian. Tapi ternyata nggak semudah itu ngebohongi Mbak Laras."

Seingat Laras, dulu, saat ia berusia dua puluh lima tahun. Tidak pernah ia bertingkah menggelikan seperti yang dilakukan Sita. Bahkan Laras sudah bisa membedakan mana yang salah dan benar dalam bersikap.

"Sekarang malah Mbak Laras pindah ke sini." Lanjut Sita sambil mendesah. "Bakalan bikin Mas Damian makin susah move on. Aku harus gimana dong, Ma?"

"Sit, kamu bisa setop untuk alay nggak?! Sumpah, aku sudah mulai kehabisan kesabaran ini!" Yessi berdiri sambil berkacak pinggang. "Di dunia ini masih banyak laki-laki baik. Yang seumuran sama kamu. Dan bisa nerima kamu tanpa kamu harus berubah jadi gadis tolot begini. Bisa kan, Sit? Elegan sedikit bisa kan? Jangan bikin malu keluarga besar kita!"

"Sudah berapa kali sih aku bilang ke Mbak Yessi, kalau nggak semudah itu pindah ke lain hati. Cintaku sama Mas Damian itu tingkatannya sudah akut, Mbak. Kalau diibaratkan penyakit, sudah nggak tertolong lagi. Kapan sih Mbak Yessi bisa ngerti? Aku juga capek loh, Mbak. Aku juga sudah berusaha untuk lupain Mas Damian. Sehari dua hari aku coba nggak chat dia. Aku tahan-tahan meskipun susah banget.

"Mohon maaf, saya permisi mau ke toilet dulu!" Laras sudah tidak tahan dan memilih keluar dari ruangan yang biasa digunakan untuk rapat evaluasi. Seharusnya Laras melakukan ini dari tadi. Tapi baru terpikirkan sekarang. Terkadang memang alasan itu muncul saat sudah benar-benar mendesak. Tidak perduli Yessi akan mengomelinya nanti. Yang penting Laras harus menjauh dari orang-orang yang berpotensi membuat telinganya berasap.

Keluar dari toilet, Laras memilih bertandang ke kantin membeli sesuatu untuk mengganjal perut. Ia masih ada jam praktek nanti sore dan ia tidak berniat pulang agar tidak bolak-balik. Biasanya Laras akan menghabiskan waktu rehatnya di depan iPad untuk membaca paper dan sesekali juga menengok aplikasi berbayar menyaksikan serial drama korea.

Laras sudah kembali ke ruang kerjanya setelah membawa beberapa camilan dan es kopi dari kantin. Diletakkan di atas meja sembari ia duduk nyaman dan mulai menyalakan iPad. Selanjutnya, untuk beberapa jam ke depan Laras tidak bisa diganggu.

Celah Yang Tak Tampak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang