004

9.4K 528 10
                                    

"Arson ayo sini cepetan!" Devon menarik-narik tangan Arson dengan tidak sabaran ketika mereka baru saja sampai di kedai es krim dengan warna dominan merah dan maskot putih yang bulat gendut.

"Sabar, Devon!" kata Arson yang baru saja menutup pintu transparan di kedai tersebut.

Arson menatap Devon yang sedang menatap pada layar menu dengan mata yang berbinar dan mulut yang sedikit terbuka. Kata lucu seperti sudah melekat alami pada setiap hal yang Devon lakukan.

"Lo mau beli yang mana?" tanya Arson.

"Emm..." Devon masih berpikir. Dia mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada dagu, alisnya juga menukik serius yang menandakan dia tengah berpikir keras seperti akan membuat keputusan sulit.

"Emm Arson..." Bukannya menyebutkan menu yang akan dia pesan, Devon malah menolehkan kepalanya menatap Arson yang berdiri di samping. "Apa bener ini Devon boleh beli dua es krim?" tanyanya sambil memegang ujung seragam yang Arson kenakan.

Sialnya Devon terlihat sangat menggemaskan dengan tatapan memohon yang secara natural keluar atas permintaannya barusan. Saking gemasnya tingkah Devon, petugas kedai itu sampai memalingkan muka hanya untuk menyembunyikan senyum kecil yang tertahan.

Arson mengangguk pelan. "Iya beneran boleh. Pilih aja yang lo mau"

"Oke! Makasih Arson" katanya sambil tersenyum lebar. Devon kembali menatap menu yang terpampang, sebelum dia menunjuk pada dua menu yang menjadi pilihannya. "Mba mau Sundae Boba sama Oreo Sundae ya!"

"Oke baik, ada lagi?" tanya petugasnya sambil mencatat pesanan Devon.

Devon kembali menoleh pada Arson dengan kepala sedikit dimiringkan lantaran bingung. "Arson apa gak mau pesen juga?"

Arson meneguk ludahnya kasar menahan gemasnya pada Devon. Dia lebih memilih tidak menoleh dan terus menatap lurus pada menu di depannya. "Hawaiian Fruit Tea satu ya mba!" pesannya.

"Silahkan di tunggu ya kak!" ucap pegawai peremouan itu setelah menyebutkan ulang pesanan mereka.

Arson menuntun Devon menuju meja yang berada di pojok dekat area merokok, kemudian duduk di bangku yang masih kosong.

"Arson kapan kita dipanggil? Masih lama ya? Ih ih Devonnya udah gak sabar mau mam es krim dua" seru Devon dengan riang sambil mengepalkan tangannya memukul-mukul meja.

Arson meraih tangan Devon supaya berhenti menimbulkan suara berisik dari ketukannya. "Tangannya diem atau es krimnya gua batalin!" ancam Arson.

Devon langsung merengut seketika. Dia memajukan bibirnya tanpa sadar sambil membulatkan matanya yang sudah berkilat sedih. "Ih gak boleh begitu tau!" protes Devon merasa tidak terima dengan ancaman yang Arson layangkan.

"Bisa. Kenapa gak bisa?" tanyanya dengan usil.

"Arson gak baik bohong-bohong kaya gitu!"

"Siapa yang bohong? Tadi lo udah janji mau jadi anak baik kan? Mana? Anak baik gak ada yang pukul-pukul meja" Arson semakin gencar mengusili Devon dengan perkataannya.

"Ih!" Devon mencebikkan bibirnya kesal. Dia membuang muka ke arah lain tak mau menatap Arson dan tangan yang bersedekap di depan dada. "Devonnya anak baik kok. Arson yang gak baik"

"Enggak. Devon gak baik jadi es krimnya buat gua aja semua"

"Enggak!" Devon menggeleng ribut. "Jangan diambil es krimnya... Devon ini anak baik, ya Arson, ya?" katanya menatap Arson dengan pandangan memelas. Tatapannya persis seperti anak kucing kecil bagi Arson.

Arson terkekeh kecil. Dia mengulurkan tangannya untuk mengacak asal rambut Devon. "Iya" katanya.

Sesaat kemudian nomer urut mereka di panggil. Baru saja Devon hendak berdiri, Arson sudah lebih dulu menahan tangannya untuk kembali menyuruhnya duduk dan menggantikan dirinya mengambil pesanan mereka.

Secret Innocence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang