Alex menghampiri sosok yang baru saja memanggilnya kala itu. Dia mengulurkan tangan. Keduanya menjabat satu sama lain, lalu mengepalkan tangan dan mengadu layaknya salam tos. "Wassup, Bro?"
"Yo! Lagi tantrum gue."
Pupilnya melebar sebelum akhirnya ia tertawa lepas. "Aelah, Bim ... bim. Napa lagi, sih, lu?" Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terkekeh.
"Lo tau nggak yang awal lo ngajakin gue taruhan. Kan, gue bilang, tuh, kalo gue kayaknya udah nemu target. Lo tau apa?"
"Wait, mending lu duduk dulu, Bim, di sana. Kita ngobrol sambil minum," tawarnya yang tak mendapat elakan dari Bima.
Keduanya berjalan menuju bartender, lalu mendudukkan posisi tepat di depannya dengan kayu yang berbentuk memanjang serta sedikit mengkilap sebagai sekat atau pemisah antara pembeli dan pembuat minuman tersebut.
"Hexa, gue red wine, ya, kayak biasanya. Gratisin buat dia, temen gua. Lu pesen apa, Bim?" Pesannya pada Hexa-Sang Bartender.
"Siap, Bos," jawabnya langsung mengambil satu botol wine berwarna hitam serta segelas sloki di belakangnya.
Bima mengerutkan keningnya. "Wait, wait. Bos?"
"Kenapa? Ya, kan, emang ini bar gua. Lu kaga baca itu di depan ada tulisan segede gaban, Motasa Bar," tuturnya membulatkan mulut Bima.
"Kaga, dibilangin gue lagi tantrum, lagi sakit ati gue. Tadi keliatan ada bar di kaca gue langsung mampir aja," decak Bima. Alex hanya membulatkan mulut.
"Gue Bintang, satu, Hexa," pintanya.
"Hallah, sok-sok-an lu."
Hexa berjalan ke arahnya lalu menuangkan Bir dalam segelas sloki dan menyerahkannya pada Bima. "Ini, gue permisi dulu, Bos. Ada pelanggan," tuturnya mendapat satu anggukan dari Alex.
"Bentar. Kata lo waktu itu mau bayarin utang bokap lo? Otomatis kaga ada uang, dong?" sahut Bima.
"Oh, itu. Udah gua lunasin, ya, gara-gara bar gua laris manis beberapa hari terakhir ini," jelasnya.
Bima hanya mengangguk. "Terus, ngapain lo ikut taruhan kalo udah banyak duit?"
"Lu pikir? Ya, buat nambahin uang belanja di bar, lah. Dipikir gratis kali. Lu tau juga kalo biaya bar kaga murah. Sekarang gua yang nanya balik, lu juga kaya, bokap lu banyak uang, ngapain ikut taruhan juga?" cecarnya membuat Bima diam tak berkutik.
"Udah, dah, jangan bahas gua. Terus, apa problem lu sekarang?"
"Target gue udah punya cowo."
Pupil Alex melebar, lalu diiringi tawanya yang lepas kembali. Terkejut? Pasti, tetapi lebih tepatnya merasa iba juga keheranan dengan Bima. "Astaga, Bim ... bim. Lu ini presma, tapi kelakuan lu kayak bukan presma. Macam oon dikit."
"By one aja, Lex."
"Lagian lu aneh, lu suka, kan, sama target lu sendiri? Kok, bisa, Bim ... bim." Ia menghela napas sambil menggeleng tak habis pikir. Ia mengambil sebotol wine, lalu menuangkan sendiri karena Hexa dan yang lain tengah sibuk melayani pembeli.
Bima turut meneguk se-sloki Bir yang sedari tadi Hexa siapkan. "Kaga tau, dah. Awalnya gue biasa aja. Tapi diliat-liat, cantik juga lama-lama. Akhirnya, naksir dah gue."
"Siapa, sih, emang?" tanyanya sambil meneguk kembali se-sloki red wine miliknya.
"Kalyla Anastasya, anak Psikologi," ujarnya membuat Alex tersedak.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS BURDEN [TERBIT]
Fanfiction[BELUM REVISI] Terlalu dalam menaruh rasa seringkali membuat kita lupa akan sebuah lara. Padahal kedua hal itu selalu mengikat satu sama lain. Kalyla selalu menganggap cinta adalah beban dan tak sedikit pun ia berminat untuk jatuh cinta. Beberapa ka...