Berubah

86 6 0
                                    

Pagi hari telah tiba, cahaya mentari terus berusaha menembus tirai yang menutupi jendela. Di dalam kamar itu, seorang gadis tengah duduk seraya menutup mata.

"Non, Retha! Non, bangun, Non..." seru Mbok Hera sesekali mengetuk pelan pintu kamar Gabriel.

Gabriel membuka matanya, lalu meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Ia sebenarnya sudah bangun sejak jam 4 untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, tapi ia malah tertidur dengan mukena yang masih ia pakai.

"Non, Re-,"

"Iya, Mbok. Gue udah bangun!" sahut Gabriel dengan suara khas orang bangun tidur. Ia langsung melipat dan menyimpan kembali alat shalat ke dala lemari khusus. Setelah itu, ia langsung bergegas ke kamar mandi dan melakukan rutinitas paginya.

Hanya butuh dua puluh menit, Gabriel sudah rapi dengan seragam khas SMA GENTALA. Ia langsung memakai sepatu putih yang ia perkirakan harganya bisa untuk membeli mie instan satu mobil. Ia kemudian meraih tas ransel berwarna ping dengan cora sedikit putih dan hitam tanpa melihat jadwal hari ini.

Kaki jenjangnya melangkah menuju meja makan untuk menambah asupan. Perutnya sudah bunyi sedari tadi, dilihatnya anggota Smith sedang bersarapan bersama tanpa menunggu dirinya, tapi ia tak peduli. Ia langsung duduk di salah satu kursi yang kosong, mengambil nasi, lauk, dan memakannya hingga habis tak tersisa. Jangan lupa, ia sarapan tanpa menggunakan sendok atau garpu, hal itu membuat orang yang melihatnya mengerutkan keningnya heran. Sejak kapan? Pikir mereka.

Setelah selesai, Gabriel langsung berjalan menuju wastafel dan mencuci bersih piring dan gelas bekasnya. Tanpa ia sadari, gerak-geriknya menjadi bahan tontonan keluarganya sendiri. Selesai dengan tugasnya, Gabriel langsung menuju pintu utama.

"Gue pamit, assalamualaikum," pamit Gabriel saat melewati meja makan yang masih dipenuhi orang terdekatnya.

Tanpa menunggu balasan, Gabriel terus melanjutkan langkahnya.

"Gak punya sopan santun lo?!" seru Zidan yang membuat Gabriel otomatis menghentikan langkahnya, ia berbalik.

"Gak salah lo tanya itu?" tanya Gabriel balik. "Pernah gak gue diajarin sopan santun sama orang tua lo itu? Bukannya sopan santun, gue malah diajarin untuk kuat kan? Buktinya gue selalu dibully sama kalian dirumah ini." lanjutnya datar.

"TAPI MEREKA ORANG TUA LO! MOMMY SAMPAI MEREGANGKAN NYAWANYA DEMI LO! DADDY YANG BEKERJA BUAT LO!" teriak Zidan membuat Gabriel terkekeh di setiap langkahnya. Ia tak berniat membalas ucapan yang penuh omong kosong itu.

Sesampainya di garasi khusus motor, ia langsung menaiki motor barunya dan menarik gas dengan cepat. Gerbang rumahnya itu tak tertutup rapat, jadi ia langsung menerobos yang membuat para satpam yang berjaga benar-benar kaget.

"Setan, kah?" celetuk Jamal yang memiliki kulit sawo matang.

Berhubung masih sangat pagi, Gabriel memilih melewati jalan yang lebih jauh daripada jalan yang biasanya ia lalui. Ia sengaja melakukan itu karena ia malas jika dicap sebagai orang rajin. Saat ini, Gabriel tengah menunggu lampu merah berganti hijau di barisan pertama. Matanya menyipit melihat seorang nenek tua yang berusaha cepat melewati zebra cross.

Gabriel melirik detik yang terpanjang disana, waktunya akan berganti setelah tiga puluh detik. Tanpa ragu, Gabriel langsung turun dari motornya dan mendekati sang nenek dengan langkah lebar. "Nek, sini aku gendong. Bentar lagi lampu akan berganti, nanti nenek malah di-spam klakson saa pengguna jalan," ujar Gabriel ramah. Benar-benar berbeda dengan Gabriel yang dirumah.

Nenek menatap Gabriel ragu, lalu naik ke punggung gadis itu.

"Cari tahu tentang gadis itu," titah seseorang yang berada di dalam mobil mewah berwarna putih.

TRANSMIGRASI GLADYS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang