Gabriel yang sedang duduk santai di balkon apartemennya sedikit terkejut saat ponsel pintarnya tiba-tiba berdering sedikit keras. Dengan gerakan malas, Gabriel meraih ponselnya itu dan menekan tombol hijau.
"Hati-hati, nanti bakal ada kecelakaan hebat antara kamu dan Cia di persimpangan jalan pertama dari arah sekolah."
Tut!
Gabriel menatap ponselnya dengan kerutan yang sangat jelas. "Siapa sih?" gumamnya kesal.
Jari lentik Gabriel mengetuk-ngetuk meja yang ada disebelahnya. Sudut bibirnya terangkat, "Suara lo memang beda, tapi kosakata itu gak asing buat gue. Lo disini juga ternyata," monolognya seraya tersenyum tipis.
Setelahnya, Gabriel memilih masuk dan melakukan rutinitas paginya. Sejak kemarin, ia tidak pulang dan memilih bermalam di apartemennya. Ia takut jika tidak ditempati, apartemennya itu akan dihuni oleh sebangsa jin dan iblis, ia tidak rela tentunya.
Sekitar lima belas menit, Gabriel sudah rapi dengan seragam sekolah yang terlihat begitu mewah dan pas di tubuhnya. Sengaja ia membiarkan rambutnya tergerai, tidak di ikat satu seperti hari-hari sebelumya. Ia takut jika ada hal mendesak rambutnya akan ditarik, dan ia akan kesurupan karena kesal dengan hal tak menyenangkan itu. Jadi, ia memilih jalur aman saja.
Menyantap makanan yang sudah tertata rapi di meja dapur. Tadi, setelah shalat subuh Gabriel memasak sedikit makanan untuk dirinya sarapan. Dan yeah, rasanya tidak mengecewakan tetapi minus sedikit. Di dalam dunianya, Gladys bukanlah gadis mandiri dalam hal masak memasak. Ia lebih sering meminta ke rumah nenek kakeknya.
Selesai sarapan, Gabriel langsung bergegas menuju lobby apartemen dan ikut mengantri di jalan raya. Ia akan tetap melewati jalan dimana katanya ia akan kecelakaan dengan Cia. Percaya tidak percaya, ia ada sedikit rencana jika kecelakaan itu benar-benar terjadi. Menjalankan motornya dengan kecepatan sedang dikarenakan banyaknya pengendara yang juga ada disana.
Selang beberapa menit, akhirnya Gabriel sampai di sekolah. Ia memarkirkan motornya dan tersenyum sinis. "Gue baru tahu kalo lo pembohong," gumamnya lirih. Hatinya sedikit tersentil karena orang yang sangat ia percaya ternyata seorang pembohong. Ia tertawa miris.
"Udah gak caper sih, tapi kok ketawa sendiri kayak orang gila, ngeri deh!"
"Iya tuh, gue jadi ngeri anjing!"
"Eh, udah, udah. Liat noh, dia natap tajam kita. Gue merinding woy!"
Walaupun ketiga sekumpulan siswi itu berada sedikit jauh dengan posisi Gabriel saat ini, tapi Gabriel mendengarnya dengan sangat jelas. "Gue emang gila, masalah buat lo pada?" celetuk Gabriel yang sudah berdiri tepat didepan ketiga siswi yang sedang duduk di taman sekolah.
Shira, sebagai ketua di geng gibah itu terus disenggol-senggol oleh kedua temannya.
Kesal karena terus dipojokkan oleh Lia dan Erlin, Shira langsung berdiri dan menatap tajam Gabriel yang selalu menampilkan wajah setenang danau.
"Kalo lo gila, tempat lo bukan disini, say. RSJ masih banyak yang kosong, kesana gih!" ujar Shira dengan suara lantang.
Mendengar suara Shira, siswa-siswi lain langsung mengerubungi tempat mereka. Banyak juga yang sudah siap mengarahkan kamera, bahkan ada yang langsung live di akun sosial medianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI GLADYS
Teen Fiction"Aaa, bisakah aku bertransmigrasi, Tuhan?" Kisah seorang gadis remaja yang ingin berpindah raga ke seorang putri kerajaan, namun takdir membawanya kedalam raga seorang gadis broken home, dibenci oleh semua orang, dan keberadaannya yang tak pernah di...