Happy reading
•••
Gabriel menunggu dengan perasaan gelisah. Ia pun tidak tau mengapa merasa cemas, padahal ia tak mengenal gadis kecil bernama Bulan itu. Mungkinkah ini perasaan kemanusiaan?
Sudah satu jam Gabriel menunggu di kursi yang ada di depan ruang IGD. Ia melirik jam tangannya, setelah melihat jam ia langsung berlari tergesa-gesa mencari masjid atau mushola di area rumah sakit. Ternyata, adzan maghrib sudah berlalu setengah jam-an yang lalu. Karena itulah Gabriel reflek berlari agar tak meninggalkan shalat maghrib.
Banyak pasang mata yang menatap Gabriel heran. Bagaimana tidak heran, Gabriel dengan penampilannya yang masih menggunakan seragam sekolah dan rambut yang berwarna membuat Gabriel dipandang sebelah mata. Gabriel sendiri merasa sedikit canggung saat kakinya melangkah mendekati kran untuk berwudhu.
'Pasti si tolol ini gak pernah shalat,' batin Gabriel saat berkaca disana.
Orang yang selalu menjalankan kewajibannya sebagai orang muslim, pasti memiliki kulit yang cerah alami dan wajah yang mengumbar aura positif. Tapi, itu semua tidak ada di raga Gabriel yang membuat jiwa Gladys menerka yang tidak-tidak. Walaupun kulit Gabriel cerah dan putih bersih, itu hanya terbantu oleh skincare yang dulu digunakan setiap hari.
Gabriel shalat dengan khusyuk, ia menggunakan mukena yang ada di mushola rumah sakit itu. Di setiap gerakan dan bacaan-bacaan shalat, ia merasakan getaran yang benar-benar dahsyat. Selepas shalat, Gabriel mengadahkan kedua tangannya.
"Ya Allah yang Maha Kuasa, sembuhkanlah gadis kecil itu dari penyakit yang ada, angkatlah penyakitnya, beri dia bahagia sebelum Kau ambil seperti Kau mengambil Ibunya. Berilah kelapangan hati untuknya, Ya Rabb. Kuatkanlah dia yang sedang berjuang di dalam sana, jangan Engkau ambil nyawanya. Aku berjanji kepada-Mu, aku akan menjaga gadis kecil itu semampuku, membahagiakannya, dan menjadi teman sekaligus figur Ibu yang menyayanginya." Gabriel menunduk, mengusap air mata yang sempat terjun bebas. Nafasnya tersengal-sengal, terasa sangat perih.
"Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Pemaaf, maafkanlah semua kesalahan hamba yang telah melupakan-Mu, mungkin karena itu yang membuat Engkau murka dan memberi hamba ujian yang sepadan. Hamba bukanlah orang alim yang memiliki akhlak mulia, masih membuka aurat, membantah bahkan membalas perbuatan orang tua. Sekali saja, Ya Allah... Kabulkan doa hamba untuk Bulan..."
Pada akhirnya, Gabriel tak bisa lagi menahan air mata. Ia menangis dan merasa berdosa. Saat adzan isya berkumandang, Gabriel langsung mengusap kedua pipinya dan berdiri guna ikut shalat berjamaah disana. Ia berharap, ketika ia kembali Bulan sudah selesai ditangani dan dalam keadaan yang baik-baik saja.
~~~
Gabriel menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Jam sudah menunjukkan pukul 22.38 yang membuat jalanan sedikit sepi. Setelah tadi menemui dokter dan meminta dokter melayani Bulan sebaik mungkin, Gabriel langsung ke bagian administrasi dan membayar semua tagihan rawat inap Bulan.
Sampai di jalanan yang sangat sepi, Gabriel mendengar suara rusuh didepan sana. Apakah ada pembegalan?
"GUE GAK ADA MASALAH SAMA LO, DAN GUE GAK KENAL SAMA CEWEK YANG LO BILANG!"
Gabriel langsung mematikan motornya, ia berjalan mendekati kerumunan dengan langkah yang sangat pelan. Bahkan tidak ada yang menyadari kehadirannya, padahal ia berdiri tepat di belakang sekumpulan laki-laki yang mengenakan jaket dengan lambang yang sama.
"Victory?" gumamnya pelan. Ia mengamati lambang yang ada dibelakang jaket kulit hitam yang digunakan semua laki-laki didepannya.
"SERIUS LO GAK KENAL HANA, HAH?!" teriak seseorang dari kubu sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI GLADYS
Teen Fiction"Aaa, bisakah aku bertransmigrasi, Tuhan?" Kisah seorang gadis remaja yang ingin berpindah raga ke seorang putri kerajaan, namun takdir membawanya kedalam raga seorang gadis broken home, dibenci oleh semua orang, dan keberadaannya yang tak pernah di...