Bab 27 ~ Sebuah Keputusan

28 9 0
                                    

Sesederhana melihat keluarga kecilnya berkumpul, membuat Tuan Lee dan Nyonya Lee begitu bahagia. Mereka tidak menyangka, ketiga anak laki-laki menggemaskan yang selama ini mereka rawat sudah tumbuh menjadi laki-laki berparas tampan. Rasanya pasti sangat sulit bagi sepasang suami istri itu untuk merelakan jika suatu saat nanti ketiga anaknya akan memilih hidup bersama keluarga yang mereka pilih. Pasti momen-momen seperti ini akan sangat sulit terulang lagi.

Sepasang suami istri itu saling bertatapan beberapa detik. Kemudian tatapan itu terputus saat Tuan Lee teringat tujuan awalnya mengumpulkan keluarga kecilnya di ruang tamu. Sebelum memulai pembicaraan. Tangan kanan Tuan Lee meraih pegangan cangkir yang berisikan teh hangat, kemudian ia menyeruput teh buatan sang istri yang tidak pernah berubah rasanya, selalu nikmat tidak pernah mengecewakan.

"Lian," panggil Tuan Lee setelah meletakkan kembali cangkir tehnya di atas meja.

Mata Tuan Lee dan anak bungsunya saling bertatapan. Mata sipit dan teduh milik Lian selalu membuat candu bagi siapa pun yang melihatnya.

"Iya, Pa?" sahut Lian beberapa kali berkedip.

"Kau benar-benar menyetujui tawaran Papa waktu itu, kan?" Tuan Lee kembali menyinggung tawarannya waktu itu.

Lian termenung sejenak, mempertimbangkan tawaran ayahnya. Setelah itu ia mengangguk atas keputusannya. "Iya, Pa. Aku setuju," jawab Lian mantap.

"Baiklah, kalau begitu." Tuan Lee kembali menyeruput tehnya. "Tapi kau harus melanjutkan perguruan tinggimu di negara asal kita," lanjut Tuan Lee.

Guan dan Zihan membelalak sempurna. Apa-apaan ayahnya itu. Ingin mengirim Lian ke Cina? Tidak! Mereka tidak setuju.

"Kenapa harus ke Cina, Pa?" protes Guan merasa keberatan.

"Iya, Pa. Kenapa harus jauh-jauh?" timpal Zihan ikut keberatan.

Lian menatap kedua orang tuanya bingung. Ia tidak menyangka jika sang ayah akan mengirimnya ke negara asal mereka. "Kenapa harus jauh-jauh, Pa? Aku dengar di Pekanbaru ada universitas juga," kata Lian kebingungan. Setelah kemarin sang ayah memberi penawaran, Lian sempat mencari perguruan tinggi yang ada di Riau.

"Di sana lebih bagus. Papa ingin yang terbaik untukmu," jelas Tuan Lee tidak sepenuhnya berbohong. Tuan Lee ingin Lian melanjutkan pendidikannya di universitas yang sempat ia tempuh sewaktu masih muda. Selain itu, ia juga ingin memberi jarak yang sangat jauh antara Lian dan Hannah.

"Iya, Nak. Mama setuju dengan usulan Papa. Lebih baik kau mendapatkan sarana pendidikan yang lebih bagus, agar usahamu semakin maksimal." Kini giliran Nyonya Lee angkat bicara, ia menyetujui usulan sang suami. Mereka berdua sudah terlebih dahulu mempertimbangkan hal tersebut.

Di dalam hati Lian merasa senang karena ia akan tinggal di negara asalnya untuk beberapa tahun ke depan. Namun, ia kembali teringat dengan gadis tercintanya. Walaupun waktu itu Hannah sempat mengatakan akan tetap setia menunggu Lian jika laki-laki itu memintanya untuk menunggu. Namun, tetap saja Lian merasa gusar. Jarak Cina dan Indonesia sangatlah jauh. Akankah mereka berdua sanggup untuk saling menunggu sampai waktu kembali mengizinkan mereka untuk bertemu?

Guan dan Zihan menatap adiknya, berharap Lian akan tidak menyetujui usulan kedua orang tuanya. Sungguh, Guan dan Zihan sangat menyayangi adik bungsu mereka. Terlebih lagi Zihan, sejak kecil Zihan dan Lian tumbuh bersama karena keduanya hanya terpaut usia dua tahun.

Embusan napas terdengar berat dikeluarkan oleh Lian menggunakan mulutnya. Membuat Hannah menunggu paling lama lima tahun sepertinya tidak apa-apa. Ia akan berjanji untuk pulang dan menemui gadis itu kembali. Lian berjanji akan melukiskan kisah indah di antara keduanya dan berakhir hidup bahagia bersama-sama.

Senja Di Tepian Indragiri [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang