Bab 4 ~ Bolu Berendam dan Kue Asidah

69 18 1
                                    

Ditemani kebisingan yang berasal dari suara radio. Keluarga Tuan Lee terlihat sedang bersantai menikmati semilir angin sore di teras rumah. Mereka semua menikmati setiap lagu-lagu yang diputar melalu radio.

"Sebentar lagi Mama akan membuka toko kue dan manisan," ucap Nyonya Lee setelah satu lagi telah selesai diputar.

Zihan menoleh cepat saat mendengar ucapan sang ibu. Dirinya sangat menyukai kue dan manisan, apalagi buatan ibunya. "Yang benar, Ma?" tanya Zihan memastikan.

"Kau setiap mendengar kata kue dan manisan, langsung bersemangat," ejek Guan pada adik pertamanya.

Zihan hanya mendelik tajam ke arah Guan tanpa merespon sepatah kata pun, Guan memang sangat menyebalkan.

"Jadi, toko yang sedang dibangun itu untuk toko kue, Ma?" tanya Lian setengah menebak. Jari telunjuknya mengarah pada bangunan hampir jadi yang ada di samping kanan rumah mereka.

"Iya, Lian. Mungkin satu atau dua minggu lagi toko baru bisa buka," jawab Nyonya Lee.

"Asyik! Makan kue dan manisan buatan Mama," teriak Zihan heboh.

"Kau ini, Zihan!" Kesabaran Guan yang sangat tipis itu selalu saja diuji dengan tingkah laku Zihan.

Langit sore yang awalnya masih terang kini sudah mulai menggelap. Jalan di depan rumah mereka mulai sepi, karena masyarakat sekitar tidak ada yang ke luar rumah jika sudah tiba waktu magrib.

Untuk menghargai tradisi masyarakat sekitar. Tuan Lee mengajak istri dan ketiga anaknya masuk ke dalam rumah.

'~• •~'

Matahari mulai memberi kehangatan alam semesta beserta isinya. Pagi yang cerah diiringi dengan kicauan burung. Terlihat masyarakat sekitar berlalu-lalang melakukan kegiatannya masing-masing.

Lian mulai menyukai suasana kehidupannya yang baru. Pemuda bertubuh tidak terlalu tinggi itu menatap keadaan luar memalui jendela kamarnya. Sesekali Lian mengirup udara dalam-dalam, lalu dihembuskan secara perlahan. Udara yang segar selalu memanjakan paru-parunya.

Pintu kamar Lian yang berbahan kayu jati seperti ada yang mengetuk dari luar. Mendengar ketukan yang kencang tidak berperasaan, pasti pelakunya adalah Zihan-abangnya yang super aneh.

Lian memutar kenop pintu kamarnya. Setelah pintu terbuka, Lian menatap Zihan penuh kekesalan. "Ada apa?" tanya Lian.

Zihan tersenyum lebar dan sedikit terkekeh geli melihat wajah Lian yang kurang bersahabat dengannya. "Aku ingin jalan-jalan. Ayo, temani," pinta Zihan yang terdengar seperti paksaan.

Lian mengangguk tanda mengiyakan permintaan Zihan. "Sebentar, aku ganti pakaian terlebih dahulu," ucap Lian kembali menutup pintu.

Zihan melenggang pergi meninggalkan pintu kamar Lian. Laki-laki itu bersiul santai, pagi yang cerah membuat suasana hatinya ikut gembira.

"Kau ingin ke mana? Tidak biasanya kau sudah bangun jam segini," ucap Guan secara tiba-tiba.

Zihan menghentikan langkah kakinya, lalu balik badan menghadap Guan yang sudah berdiri di dekatnya. "Aku ingin jalan-jalan bersama Lian. Kau ingin ikut, Ge?" tawar Zihan.

Guan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku ingin pergi bersama papa," jawab Guan lalu melenggang pergi meninggalkan Zihan.

Zihan menatap acuh kepergian abangnya. Selain sibuk membantu kedua orang tuanya, Guan juga terlihat kurang tertarik dengan lingkungan sekitar.

Senja Di Tepian Indragiri [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang