Bab 28 ~ Berharap Bukan Keputusan Yang Salah

34 10 0
                                    

Semenjak memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Lian kerap merasa kebingungan, ia tidak tahu bagaimana caranya memberi tahu Hannah tentang semua ini. Ia takut keputusannya akan membuat Hannah bersedih.

Diliriknya jam yang nempel di dinding. Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi lewat lima belas menit. Itu artinya Hannah sudah tiba di toko kue satu jam yang lalu. Sebelum bergegas meninggalkan kamarnya, Lian menyemprotkan parfum wangi maskulin yang sudah menjadi ciri khasnya. Penampilan kini sudah terlihat sangat rapi dan segar.

Saat baru saja pintu terbuka, Lian dibuat kaget oleh keberadaan Zihan yang tiba-tiba berdiri di depan pintu kamarnya dengan tatapan tidak berseri ceria seperti biasanya. Lian cukup sadar jika keputusannya membuat Zihan kecewa.

"Ada apa, Ge?" tanya Lian sopan.

Tiba-tiba saja Zihan menerjang tubuh Lian dan memeluknya erat-erat. "Kau sebentar lagi akan pergi. Aku sangat berat hati, walaupun Papa sudah mengatakan hanya dua tahun saja kita berpisah," ucap Zihan merasa tidak ikhlas jika berpisah dengan adik kesayangannya.

Lian melepas pelukan Zihan. Kalimat terakhir yang diucapkan Zihan membuatnya kebingungan. "Masa perguruan tinggi itu empat tahun, Ge. Kenapa kau mengatakannya hanya dua tahun?" tanya Lian penasaran.

Zihan merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya ia mengatakan hal itu, padahal sang ayah telah mewanti-wanti dirinya agar tidak membocorkan rahasia tersebut. "Ah, iya. Empat tahun, ya? Aku lupa, maklum aku tidak kuliah," kata Zihan pura-pura tidak tahu.

Lian tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya. "Nah! Ayo ikut aku melanjutkan kuliah. Pasti Papa tidak akan keberatan dan malah merasa senang," ajak Lian.

Zihan menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, terima kasih," tolaknya mentah-mentah.

"Ya, sudah. Aku ingin mencari Guan Ge dulu," lanjut Zihan langsung berlalu pergi meninggalkan Lian.

Fokus Lian kembali ketujuan awal untuk menemui Hannah. Sebelum beranjak pergi, tidak lupa Lian menutup pintu kamarnya yang masih terbuka.

Sesampainya Lian di toko kue sang ibu. Ia langsung bisa melihat sosok gadis kesayangan yang sedang sibuk memasukkan beberapa macam kue ke dalam kotak kecil yang terbuat dari kertas. Sepertinya sedang ada pesanan kue kotak. Selain keberadaan Hannah, Lian juga dapat melihat keberadaan ibunya sedang menuangkan adonan kue dadar gulung ke dalam teplon.

"Mama," sama Lian mendekati ibunya.

Mendengar suara anak bungsunya, Nyonya Lee langsung menoleh cepat. "Ada apa, Nak?" tanay Nyonya Lee.

"Ada yang bisa aku bantu?" Lian menawarkan bantuan, sepertinya dua wanita kesayangannya sedang kerepotan.

"Kau bantu masukan kue ke dalam kotak bersama Hannah saja. Mama tidak perlu dibantu, sebentar lagi akan selesai," tutur Nyonya Lee dengan mata menatap adonan kue di dalam teplon yang sudah hampir masak.

Anggukan kepala Lian berikan sebagai respon. Walaupun sang ibu sedang tidak melihatnya. Ia berjalan mendekati Hannah yang terlihat begitu sibuk, sampai gadis itu tidak menyadari kehadirannya.

Tangan Lian mendarat di pundak Hannah, membuat gadis itu tersentak kaget. Hannah pikir yang memegang pundaknya adalah Nyonya Lee, ia sudah harap-harap cemas siapa tahu ia melakukan kesalahan. Namun, hanya wajah manis Lian yang ia dapatkan, bukan tatapan galak Nyonya Lee seperti apa yang ia bayangkan.

"Kau fokus sekali," ucap Lian. Laki-laki itu mendudukkan dirinya tepat di sebelah Hannah. Hanya duduk lesehan beralaskan karpet plastik.

Hannah sudah kembali fokus pada pekerjaannya. "Sebentar lagi kue kotak ini akan segera diantar. Jadi, aku sedikit terburu-buru," kata Hannah tanpa menoleh menatap Lian.

Senja Di Tepian Indragiri [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang