Bahagia milik Shei

791 39 1
                                    

Vote dan komen dulu gaisss💙




Siang ini Villa dihebohkan dengan dua pasangan paruh baya yang kelakuannya kembali seperti dua puluh tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siang ini Villa dihebohkan dengan dua pasangan paruh baya yang kelakuannya kembali seperti dua puluh tahun yang lalu. Adhi dan Reno sibuk bicara ngalor ngidul sambil membakar seafood dan beberapa ayam, sedangkan Vena dan Luna sibuk membuat bumbu dan minuman.

Sheirna duduk diayunan yang jaraknya cukup jauh dari tempat orang tuanya berada, hal itu dikarenakan kesehatan jantungnya yang tidak sebaik milik orang lain. Sesak nafas adalah hal yang paling Shei benci dalam dirinya, karena penyakit itu ia tidak bisa melakukan hal-hal menyenangkan bersama teman-temannya sejak kecil.

"Bukannya kalo kita dihidupkan kembali kesehatan kita juga bakal balik lagi? Gimana sama tubuhnya Shei? Kira-kira sehat juga gak, ya? Kalau iya, gue bakal lebih bebas ngelakuin banyak hal yang belum pernah Shei lakuin selama dia hidup. Selain nyelamatin hidup gue, gue juga harus bahagia-in Shei, kan?" Gumamnya pada diri sendiri. Dengan tekad yang kuat ia berdiri dan berjalan mendekati keluarganya.

"Mau kemana? Lo gak boleh deket-deket sama asep, nanti penyakit lo kambuh!" Belum juga ia keluar dari area taman, ia lebih dulu ditahan oleh Geo.

"Gue mau bantuin mereka, Ge."

Geo menggeleng kuat, "Lupa kalo sesak nafas lo itu bisa kambuh kalo ada asep? Jangan cari penyakit, Shei, mending lo balik lagi duduk disana."

"Gue nggak papa, Ge, toh asepnya gak banyak. Gue bisa kok." Bantah Shei membuat Geo mendengus kesal.

"Gue khawatir sama lo, Shei, tolong dengerin gue sekali ini aja. Kalau terjadi sesuatu sama lo, gue adalah satu-satunya orang yang bakal disalahin karena gak becus jagain lo." Geo mencekal lengan Shei lalu ditariknya lembut kembali kearah ayunan.

Shei menghentikan langkahnya, "Lo bisa temenin gue, kalo sesaknya kambuh gue bakal balik kesini. Gue cuma mau ikut gabung, Ge. Gue jarang bisa ngerasain hangat keluarga kaya gini, dan ketika gue dapet kesempatan, apa lo tega biarin gue sia-siain hal itu? Tolong biarin gue kesana, Ge." Lirih Shei membuat Geo mengangguk pasrah.

"Gue temenin, dan kalo seseknya kambuh lo harus langsung bilang."

Shei langsung merubah raut mukanya menjadi senyum bahagia, "Ayo!"

Tanpa Shei sadari, tangannya masih setia bergandengan dengan Geo. Hal itu membuat sebuah rasa aneh tumbuh dalam hati Geo. "Rasa apa ini? Kenapa gue ngerasa ada yang beda dari gue? Jantung gue berdebar-debar, kenapa kalo sama Resha gue gak ngerasain ini? Bukannya ini salah satu tanda adanya cinta?"

"Shei, ngapain kamu kesini? Kamu tunggu disana aja sama Geo." Adhi mendekati Shei dengan panik dan khawatir, ia takut jika penyakit Shei kambuh.

Shei tersenyum menenangkan, "Shei gapapa, dad. Liat nih, Shei bisa bernafas normal!" Shei menghirup udara panjang sebelum akhirnya menghembuskannya dengan perlahan. Jantungnya tidak bereaksi apa-apa, ia tidak merasa sesak sedikitpun.

Semua orang yang ada disana terkejut melihat itu, "Kamu beneran gak ngerasa sesak, Shei?!" Tanya Adhi dengan air mata yang mengalir tanpa disadari.

Shei mengangguk cepat, "Shei sembuh! Shei gak ngerasain sesak lagi, dad. Shei bisa bernafas normal dimanapun, Shei sembuh!" Serunya membuat semua orang tersenyum haru.

Adhi dan Luna dengan cepat memeluk putri semata wayangnya itu, "Kamu hebat, Shei, mommy bangga sama kamu. Kamu sembuh, kamu udah gak harus terbebani sama penyakit kamu. Mommy sayang sama Shei." Bisik Luna dengan terbata-bata karena menangis.

"Mommy sama daddy jangan nangis, harusnya kalian senyum, Shei sembuh!" Ujar Shei membuat Adhi dan Luna langsung menghapus air mata dan tersenyum lebar.

"Mommy bahagia, Shei."

Shei mengangguk lalu mencium pipi kedua orang tuanya, "Jangan nangis lagi, kita lagi liburan lho ini. Ayo lanjutin bakar-bakarnya, Shei mau bantu!"

Tanpa mereka sadari, Geo ikut tersenyum lebar dibelakang Shei. "Lo hebat, Shei, berjuang sejauh ini dan akhirnya bahagia jadi milik lo seutuhnya." Katanya yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

"Geo, ayo bantuin daddy sama papa!" Seru Shei yang sudah berada didekat pembakaran bersama Adhi dan Reno. Dengan segera Geo bergabung bersama ketiganya.

"Papa bangga sama kamu, Shei. Selamat ya sayang, kamu mau hadiah dari papa?" Tawar Reno yang diangguki Adhi.

"Daddy juga bakal kasih kamu hadiah, papa gak mau kalah sama calon besan." Sahutnya membuat Reno tertawa.

Shei menggeleng kecil, "Shei cuma mau kita bisa sering-sering kumpul kaya gini, walaupun sekedar lunch atau dinner, Shei udah bahagia kok."

Adhi dan Reno mengangguk setuju, "Kita bakal adain hal kaya gini setiap weekend, gimana?"

Shei mengangguk semangat, "Makasih daddy, papa, dan Geo." Shei melirik Geo yang hanya diam sibuk membakar kepiting.

Geo menatap Shei bingung, "Kenapa gue juga?"

"Karena lo jadi alasan paling kuat buat gue berjuang buat sembuh, gue udah gak lemah, Ge. Gue kuat." adhi dan Reno mendengar itu tersenyum bahagia, berbeda dengan Geo yang menegang ditempat. Dulu ia sering menghina Shei karena penyakitnya itu, dengan kejam ia pernah membuang obat milik Shei saat gadis itu sedang kambuh.

"Maaf" Lirih Geo tanpa suara, ia mengalihkan pandangannya tak mau menatap Shei.

"Gapapa, karena lo gue punya banyak semangat buat sembuh, dan sekarang gue sembuh. Makasih, Ge."

"Shei, lo sembuh. Lo bisa lakuin banyak hal sekarang, ayo lakuin hal itu bareng gue. Gue yang bakal wujudin semua hal yang dulu pengen banget lo lakuin tapi gak bisa. Bahagia terus ya, Shei. Sekarang lo bebas." Ujar Kayara dalam hati. Setelah mengatakan hal itu, entah kenapa tiba-tiba saja ia merasa ada yang lepas dari hatinya. Dan itu sangat melegakan untuknya.

"Shei, tolong ambilin Alpukat didapur, mommy mau bikin jus kesukaan kamu sama Geo." Ujar Luna membuat Shei mengangguk.

Geo menggenggam tangan Shei, "Gue bantu, ayo."

Shei mendongakkan kepalanya menatap Geo yang sedikit lebih tinggi darinya. Ia baru sadar jika selama ini tingginya hanya sebatas pundak Geo. Tanpa sempat menolak, Shei lebih dulu ditarik Geo menuju dapur lewat pintu samping.

"Sepertinya Geo dan Shei sudah bisa menerima keadaan mereka sekarang, saya senang sekali melihatnya, Ren. Saya harap Geo mau menemani Shei hingga akhir usianya dan hidup bahagia bersama, saya mempercayakan Shei pada Geo." Ujar Adhi yang diangguki Luna.

Sedangkan Reno dan Vena terdiam, mereka merasa jika hal itu tidak seharusnya diucapkan oleh Adhi. Rasa bersalah kian merayap mengingat bagaimana perlakuan Geo pada Shei dibelakang Adhi dan Luna.

"Saya juga berharap seperti itu, Dhi." Hanya itu yang bisa Reno uacpkan sekarang. Ia merasa hatinya tengah dihantam sebuah batu besar.

Finish!

Kayara TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang