Bersama Tanpa Rasa

940 57 0
                                    

Setelah menjalani rawat inap dirumah sakit selama semalam, kini Shei tengah berbaring diranjangnya ditemani oleh Luna dan Vena. Kedua perempuan paruh baya tersebut sedari pagi terus saja berada disana tanpa ada niatan untuk beranjak, Shei hanya bisa diam mendengar segala kerepotan mommy dan calon mertuanya itu.

"Mau buah?"

"Sayur?"

"Rumah?"

"Beli pulau?"

Shei menggeleng-geleng mendengar tawaran absurd Luna, dirinya tengah berbaring lemas sempat-sempatnya diajak berinvestasi. "Mom, jangan gila deh. Shei lagi sakit, kenapa ditawarin yang aneh-aneh, sih?"

Luna tersenyum kaku, "Biasanya kamu kalo sakit gini suka minta yang aneh-aneh, makanya mommy tawarin sebelum kamu minta."

Shei melebarkan matanya, "Jing o?"

Luna mengangguk, "Kamu lupa?"

"Saking seringnya minta aneh-aneh, Shei jadi sering lupa pernah minta apa aja, Hehehe." Shei berusaha tersenyum kecil.

"Agak lain ya orang kaya kalo lagi sakit. Kira-kira Shei udah sakit berapa kali, ya? Pasti propertinya udah satu kota sendiri!" Batin Kayara.

"Mom, sekarang jam berapa?" Tanya Shei tiba-tiba.

"Jam empat sore, kenapa?"

"Kita kan mau dateng ke acara ulang tahun perusahaan, kenapa masih pada santai gini? Perempuan lama loh, dandannya." Shei mengingat acara yang kemarin dibicarakan.

Vena menggeleng kecil, "Kita gak jadi dateng, Shei, kan kamu lagi sakit."

Bayang-bayang bertemu laki-laki tampan idaman pupus sudah dalam otak Sheirna, tapi ia tak akan membiarkan rencananya gagal. "G-gak jadi? Cuma gara-gara aku kecapekan? Gak bisa dibiarin, kita harus tetep dateng, mom, ma!" Kini Shei tampak sangat bersemangat membuat Luna dan Vena dibuat bingung.

"Cuma acara biasa, Shei, gak lebih penting dari kesehatan kamu." Ujar Luna membuat hati Shei sedikit menghangat.

"Tapi Shei mau dateng, mom."

Luna mencium kening Shei lembut, "Kenapa mau dateng?"

"Mau nemuin ayang!"

"HAH?!"

Teriak Vena dan Luna terkejut, apa maksud Sheirna? Apa gadis itu benar-benar memiliki pacar seperti yang Geo bilang?

"E-eh itu, mom, maksud aku, itu- aku mau berduaan sama Geo. Kalian kan tahu sendiri kalau Geo gak mau kalo aku ajak ngedate atau sekedar ketemu berdua tanpa ada alasan yang kuat." Shei sengaja memelankan suaranya karena melihat Geo yang berdiri didepan pintu.

"Yaudah, nanti kita datang." Putus Luna dengan senyum mengembang.

"No, Geo gak setuju!" Suara lantang pria itu membuat Shei, Luna, dan Vena terlonjak kaget. Kompak mereka menatap Geo bingung.

"Kenapa, Geo? Kamu tidak mau datang bersama Shei?" tanya Luna membuat Geo menggeleng.

"Geo tidak keberatan untuk datang bersama, Shei, mom. Hanya saja, Shei masih lemas karena pingsan semalam. Dokter juga menyarankan agar dia istirahat total selama beberapa hari, Geo gak mau Shei kenapa-napa lagi. Geo harap kalian mengerti dan setuju dengan keputusan Geo."

Shei melotot kearah Geo, "Ipret." Umpatnya tanpa suara.

"Tapi Shei udah gapapa, mom."

"Shei, mungkin kamu bisa bilang kamu udah gapapa, tapi badan kamu gak bisa bohong. Lagipula ini cuma ulang tahun perusahaan orang lain, kita masih bisa dateng nanti kalau keadaan kamu udah membaik. Jangan keras kepala, ini semua demi kebaikan kamu." Lagi, Geo berusaha membuat Luna dan Vena berpihak padanya.

"Sialan lo, Geovano!"

"Geo benar, kamu istirahat aja, Shei." Luna tersenyum lembut pada Shei.

"Mommy"

Rengekan Shei tak membuat Luna melunak, apa yang diucapkan Geo benar, Shei harus banyak istirahat. "Geo, tolong kamu temani Shei dulu, mommy akan berbicara dengan daddy. Oh ya, sekalian bujuk Shei agar makan dan minum obat."

Geo mengangguk kuat, "Mommy sama mama istirahat aja, biar Shei, Geo yang jaga."

"Terima kasih." Luna dan Vena beranjak keluar dari kamar, menyisakan Shei yang menatap Geo tajam, sedangkan Geo menatap Shei santai.

"Apa?"

Shei melempar Geo dengan bantal, "Lo nyebelin! Sengaja kan lo hasut mommy biar gue gak keluar dari kamar ini!"

Geo menghendikkan bahu acuh, "Makan."

"Gak selera!"

"Makan, mau lo selera atau nggak, gue gak peduli." Geo mulai menyuapi Shei, ia duduk disamping ranjang tempat Shei duduk.

"Gue gak mau, Geo."

"Makan atau gue bikin lo gak bisa keluar dari kamar ini berminggu-minggu!"

Shei menatap Geo sengit, "Ngancem? Lo pikir gue berani? Sini, aaa."

Geo menahan senyumnya saat Shei membuka mulutnya lebar-lebar, ia segera menyuapkan makanan itu. "Lucu." Lirih Geo yang masih didengar Shei. Entah kenapa, tiba-tiba hatinya berdesir.

"Shei, lo kalo mati, perasaannya jangan ditinggal, nyusahin gue, satt." Maki Kayara pada Shei.

"Kenapa kekeh pengen dateng? Ada selingkuhan lo disana?" Tanya Geo membuka pembicaraan.

"Kalau iya kenapa? Masalah buat lo?!"

Geo mengangguk, "Gue gak akan biarin lo ketemu sama selingkuhan lo itu."

"Siapa lo ngatur gue?"

Geo tersenyum miring, ia mendekatkan wajahnya pada Shei hingga hidung mereka bersentuhan. "Tunangan lo, nggak lupa, kan?"

Shei membatu, tubuhnya tiba-tiba tak bisa digerakkan. "Mundur."

Geo terkekeh kecil, sebelum ia memundurkan kepalanya, ia sempatkan untuk mencium ujung bibir Sheirna. "Lo kalo diem kaya gini lucu, pengen gue cubit ginjalnya, hahahaaa."

"GEO BANGSAT!"

Shei memukuli Geo dengan sekuat tenaga, "Pelecehan! Balikin keperawanan bibir gue, sat! Aaaa, mommy, daddy, gantung Geo sekarang juga tolooongg!"

Geo tertawa kencang, lihatlah wajah merah padam Shei, ini sangat menyenangkan. "Mau dibalikin? Yaudah sini, gue balikin." Tantang Geo dengan senyum lebar.

"Saraleo!"

"Lo jadi sering ngomong kasar pake bahasa asing, banyak yang berubah dari lo sekarang. Udah capek, ya?"

Shei menegang, "Gue gak berubah, lo aja yang gak pernah tau tentang gue!"

Geo mengangguk membenarkan ucapan Shei, dua tahun mengenal gadis itu, tak ada sedikitpun rasa ingin tahu dalam hatinya. Bagi Geo, sekedar mengenal Shei saja itu adalah sebuah kesialan.

"Lo pernah mikir gak sih, Ge, kalo gue juga gak mau dijodohin kaya gini? Bukan lo satu-satunya orang yang kesiksa disini, gue juga. Bedanya, gue mau belajar, setidaknya itu salah satu usaha gue buat bikin nama lo nggak tercoreng dan dianggep gak tau diri sama orang lain. Tapi lo dengan bodohnya malah nunjukkin semua ketololan lo didepan semua orang. Lo dengan bangga-nya mamerin perselingkuhan lo ke orang lain, lo pikir semua orang bisa nerima itu? Enggak, Ge!"

"Mereka diem bukan karena takut, tapi mereka jijik liat cowok sebrengsek lo. Buat sekedar buka mulut ngucapin nama lo aja, itu satu hal yang menjijikan dimata gue. Tapi gue nahan semuanya, biar apa? Biar lo gak dibenci sama orang tua lo, tapi lo malah mikir kalo gue cari muka. Otak lo terlalu busuk untuk mikirin satu hal baik tentang gue, ya?"

"Emangnya lo pernah liat gue bully Resha secara langsung? Bukannya lo selalu dateng disaat drama itu udah selesai dan si bitch itu nangis-nangis kayak orang gila? Kenapa nggak lo coba nanya ke gue apa masalahnya, atau minimal lo tanya ke mereka yang ada disana jadi saksi? Apa dimata dan otak kecil lo itu, cuma ada Resha? Najis kalo lo mikir gue cemburu, Ge, gue gak pernah punya rasa ke manusia kaya lo."

Shei menahan sesak didada saat mengatakan kalimat terakhirnya. "Shei bangsat, disaat kaya gini lo masih sempet ngasih rasa sesek dan kit heart ke gue? Otak lo juga udah konslet kata gue, Shei!"

Kayara TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang