Nginep

816 54 2
                                    

"Enak?"

Geo mengangguk sembari terus mengunyah makanan dimulutnya, tak bisa disangkal, masakan Shei sangat enak dan pas dimulutnya. "Enak banget, gue rela nambah seribu kali kalo kaya gini."

"Tubuh lo meledak!"

"Setau gue lo gak bisa masak, kenapa tiba-tiba jadi pro gini?"

Shei memutar otaknya sebentar, "Setau lo atau emang karena lo gak pernah mau tau tentang gue?"

Geo terdiam, apa yang dikatakan Shei itu benar. Ia tak pernah mau melihat keberadaan Shei dihidupnya, dan itu yang membuat ia menutup mata dan tidak tahu bagaimana dan apa yang sedang Shei perjuangkan untuknya.

"Abis makan anter gue balik."

"Tadi waktu lo masak, mommy telfon dan bilang kalau dirumah gak ada orang. Dia nyuruh lo nginep diapart gue, takutnya lo kenapa-napa lagi dirumah sendirian." Jelas Geo membuat Shei bimbang.

"Disini? Kenapa gak balik ke rumah mama aja?" Tanya Shei lagi.

"Mereka perginya berempat,  jadi dirumah gue pun gak ada orang, Shei."

"Disini cuma ada satu kamar, kan? Gue tidur dimana dong? Gue gak mau satu kamar sama lo, Ge." Shei mengatakan apa yang menganggu pikirannya.

"Gue tidur disofa, lo bisa pake kamar diatas. Biasanya juga gitu kan kalo lo nginep disini. Kenapa lo seakan-akan gak inget apapun tentang tempat ini, Shei?" Geo menatap Shei penuh tanya.

"Lo gak bisa ninggalin perasaan ini gitu aja, Shei. Kalau lo nyerahin tubuh ini ke gue, biarin gue lakuin sesuatu yang bisa bikin tubuh ini bahagia. Mau lo mati sekali pun, kalau cinta yang lo punya masih penuh buat satu orang, rasa itu akan tetap hidup. Jangan buat gue jadi orang yang ngelanjutin rasa itu, gue gak mau nerima dan hidup berdampingan sama orang yang gak gue cinta sedikitpun." Batin Kayara saat hatinya tiba-tiba berdebar kencang dengan rasa yang belum pernah Kayara rasakan sebelumnya.

"Shei!" Pekik Geo yang tak mendapat sahutan.

"E-eh, kenapa, Ge?"

Geo mengernyit bingung, "Akhir-akhir ini lo aneh banget, kayak bukan lo."

Deg

"M-maksudnya apa sih? Emangnya gue kenapa? Gue biasa aja tuh, kaya biasanya. Lo kebanyakan mikir, aneh banget, Ge."

"Tapi gue gak ngerasa ada Shei yang gue kenal disini, lo kaya orang asing yang lagi memantaskan diri sama keadaan."

Shei buru-buru mengalihkan pembicaraan karena ia tahu jika Geo mulai curiga padanya. "Jadi lo mau bicara sama bonyok kapan? Gue udah mikirin ini dari tadi, dan gue bakal bilang ke daddy besok kalo dia udah pulang."

"Bicara apa?" Tanya Geo lupa dengan apa yang mereka bicarakan dimobil.

"Pembatalan perjodohan."

"Lo bener-bener mau lakuin itu? Lo udah gak cinta sama gue, Shei? Secepet itu? Dalam waktu beberapa hari lo lupain rasa itu?" Geo merasa ada yang mengganjal dihatinya, dan itu terasa menyesakkan.

Shei memejamkan matanya sebentar saat hatinya kembali berdenyut nyeri, "Lo gak bisa kasih rasa ini ke gue, Shei. Sadar, Geo gak akan pernah ngelirik lo. Jangan nyakitin diri sendiri dengan ngasih harapan tentang sesuatu yang nyatanya gak bisa diharapkan." Batin Kayara menahan rasa sakit yang Shei beri.

"Gue pernah nonton series, dan salah satu tokohnya bilang, berhenti berfantasi tentang hal-hal yang tidak mungkin. Dan gue rasa, gue harus mulai berhenti dari semua ini. Toh juga lo gak ngerasain apapun buat gue. Jadi buat apa lagi dipertahanin? Besok atau nanti, endingnya tetep sama. Lo akan hidup bahagia sama Resha, dan gue? Gue harus lanjutin hidup dan mencari orang lain yang bisa mencintai gue dengan tulus." Ujar Shei lembut sambil menatap Geo yang juga menatapnya intens.

"Kita bisa jalanin hidup sendiri-sendiri, Ge. Mungkin emang takdirnya gue sama lo cuma jadi teman, gue gak masalah sama hal itu. Jadi anak dari dua orang yang menjalin hubungan dekat, bukan berarti kita juga harus dekat. Cukup tau dan cari bahagia sendiri-sendiri. Kalau lo tanya gimana perasaan gue ke lo selama ini, maaf, gue gak ngerasain apapun selain terpaksa jalanin ini semua. Dan kenyataannya, kita adalah sebuah kata yang gak akan pernah ada diantara gue sama lo."

"Gue gak pernah nyesel jadi diri gue yang dulu, Ge. Mungkin itu cara tuhan ngasih tau gue tentang seberapa nggak cocoknya kita, dari pada kita sama-sama diem dan nerima semuanya dan berakhir saling menyakiti, mending akhiri semuanya dari sekarang."

"Maafin semua sikap gue yang annoying, Ge. Gue gak suka atau pun cinta sama lo, tapi orang tua kita sepakat buat jodohin kita. Itu artinya suka gak suka, lo adalah milik gue. Gak boleh ada yang rebut lo, termasuk orang yang lo cintai sekalipun.   Gue selalu berusaha ngalah sama lo, lo tau alasannya apa? Karena gue awalnya berusaha nerima semuanya. Susah senengnya lo, baik buruknya lo, kasar lembutnya lo, semuanya gue berusaha terima, Geovano. Tapi kenyataannya dari baik buruknya sifat lo, lo lebih milih lakuin hal-hal buruk ke gue, kan?"

"Tapi ada satu hal yang gak akan pernah gue lakuin walaupun lo mohon-mohon sampe ngemis ke gue sekalipun, minta maaf ke Resha. Diluar gue suka atau nggak sama lo, tapi kita terikat yang artinya lo adalah punya gue. Dia udah rebut satu-satunya hal yang masih gue perjuangin mati-matian, jujur gue sakit hati. Lo adalah orang pertama dan mungkin satu-satunya yang gue perjuangin setengah mati, dan gue gak pernah ikhlas perjuangan gue sia-sia karena direbut orang lain."

"Gue juga minta maaf, Shei. Maaf buat semua kelakuan buruk gue, jujur gue gak pernah ada niatan buat nyakitin lo, tapi keadaan yang bikin gue lepas kontrol." Geo menatap Shei tulus.

Shei tersenyum manis hingga menampakkan satu lesung pipinya, "Kita lepas semua rasa sakit itu, ayo coba dari awal sebagai teman."

"Kenapa rasanya aneh, Shei? Hati gue sakit, otak gue seakan gak bisa berpikir kecuali tentang lo." Batin Geo.

"Tapi gue gak suka liat lo berduaan sama Cakra, Shei." Jujur Geo membuat Shei menatapnya aneh.

Shei menaikkan satu alisnya, "Lo cemburu?"

Geo menggeleng kecil, "Harusnya nggak gini, kan? Harusnya gue seneng karena lo mau lepasin gue, tapi kenapa sesak ya dada gue? Gue kenapa, Shei?"

Shei yang mendengar itu seketika menundukkan kepalanya, lalu tersenyum miring. "Rencana gue berhasil, kalo cara lembek menye' menye' gak manjur, gue harus jual mahal, kan? Gue akan terus bikin lo ngerasa gak bisa hidup tanpa gue, Geovano. Dan kita akan liat, gimana rasanya ngejar-ngejar orang yang nggak punya perasaan apa-apa ke lo." Gumam Shei yang hanya bisa didengar dirinya sendiri.

"Gak usah terlalu dipikirin, Ge. Yang terpenting sekarang, lo harus perjuangin Resha." Kata Shei dengan senyum lebarnya.

"Makan tuh perjuangan! Gue pastiin, bukannya dapet restu, si bitch itu bakal dapet azab." Maki Shei dalam hati.

"Hm, Shei..."

Shei menatap Geo intens, lalu tersenyum kecil. "Udahlah gak usah dibahas, bikin awkward. Eh btw, minggu depan gue jadi kepuncak, lo jadi ikut?"

Geo terdiam sejenak lalu mengangguk kecil, "Gue udah bilang iya waktu itu, mama sama papa juga pasti bakal maksa."

"Jangan dateng karena terpaksa,  gue bukan Shei yang dulu. Gue gak bisa nerima kedatangan lo dengan keterpaksaan, jangan jadiin gue tempat singgah. Kalau lo emang gak mau dateng, gue yang bakal bilang ke mama sama papa."

"Gue bakal tetep dateng, Shei." Telak Geo.

Shei mengangguk kecil, "Oke."

 

Kayara TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang