The Real Ratu Drama

1K 64 0
                                    


"K-kamu kenapa sih, Ge? Kamu selalu nuduh aku selingkuh, padahal udah jelas kalau kamu yang selingkuh. Satu sekolah juga tahu kalau kamu selalu bangga-banggain Resha dan hina aku, aku gak apa-apa kalau kamu selingkuh, mungkin ini emang salah aku. Tapi tolong jangan hina aku, aku nerima perjodohan ini juga karena terpaksa, sama kaya kamu." Shei menatap Geo dengan wajah yang dibuat seperti kesakitan, kecewa, dan lemah.

Kini Shei beralih menatap Vena, "Ma, Shei gak mau kalau terus-terusan dihina dan dituduh sebagai pelakor diantara Geo dan Resha. Shei bisa bujuk daddy buat batalin pertunangan ini tanpa harus campur adukkan masalah perusahaan, mama mau kan bantu, Shei?" Shei menatap Vena penuh harap. Tapi bukan itu tujuannya, ia akan membuat Geo semakin terlihat salah dan dibenci orang tuanya.

"N-nggak sayang, kamu gak boleh batalin pertunangan ini. Mama jamin, setelah hari ini, gak ada lagi yang bakal bilang kamu pelakor. Geo, kamu putusin Resha sekarang juga!"

Geo menggeram marah, tangannya terkepal kuat, ia menatap Shei tajam. "Gak. Geo gak bakal putusin Resha, Geo cinta sama dia, ma! Lagi pula, Resha jauh lebih baik dari pada Sheirna, dia gak ada apa-apanya dibanding Resha!"

"Geovano!"Bentak Vena penuh emosi. Shei menahan tangan Vena yang hendak menampar Geo, huhh, harusnya ia biarkan saja camernya itu menabok pipi kurang ajar si bajingan itu. "Jangan ma, nanti Geo tambah benci aku."

"Putusin Resha sekarang atau mama bakal buat perempuan itu pergi sejauh-jauhnya dari kamu!"

"Geo gak mau, ma!"

Sheirna mengusap air matanya kasar, "Biar Shei yang mengalah, ma. Shei gapapa kok, mungkin Shei sama Geo emang gak berjodoh."

"GEOVANO!"

Teriakan penuh aura kemarahan itu datang dari arah belakang Geo dan Vena, Shei kembali tersenyum miring. Tadi saat dijalan, ia sempat mengirim pesan pada ayah Geo agar lekas pulang karena ada hal yang perlu dibicarakan. Dan ya, kini Reno sudah berdiri tak jauh dari tempat mereka berdiri. Dengan cepat ia menghampiri Geo dan memukul pipinya kuat hingga membuat Geo terjerembab.

"Kamu ini anak yang tidak tahu diri! Sudah untung keluarga Shei mau membantu keluarga kita, tapi kamu malah menyakiti dia! Dimana letak otak dan pikiran kamu itu? Dan bodohnya kamu malah memilih perempuan tidak baik itu!" Kemarahan Reno jelas membuat aura di rumah itu semakin mencekam.

"Resha baik, pa!"

"Perempuan baik macam apa yang mau menjadi perusak hubungan orang, Geo?! Apa kamu pikir selama ini papa tidak tahu jika kamu masih berhubungan dengan perempuan itu dan selalu menyakiti Sheirna, bahkan dihadapan orang banyak? Papa tahu semuanya, Geo. Tapi Shei menahan papa dan melarang untuk marah ke kamu, tapi ini balasan kamu ke dia?!"

"Papa, udah. Kasihan Geo, ini bukan salah dia, ini semua salah Shei. Shei yang mau bertahan untuk Geo, mungkin ini udah jadi resiko karena menjalani hubungan yang salah satunya gak mau berusaha nerima. Shei gapapa kok, pa." Shei kembali berperan sebagai malaikat penyelamat dihadapan Reno dan Vena, sebaliknya, ia menjadi malaikat pencabut nyawa bagi seorang Geovano.

"Kamu diem aja, Shei. Dia pantes dapet itu karena udah nyakitin kamu, bahkan satu kali pukulan fisik aja rasanya gak cukup untuk puluhan luka hati yang udah kamu terima selama ini." Reno menatap Sheirna dengan lembut. Begitupun dengan Vena, sebenarnya ia kasihan pada anaknya itu, tapi ia juga perempuan. Ia tahu bagaimana rasanya menjadi Shei yang selalu diperlakukan buruk oleh Geo.

"Minta maaf ke Shei, Geo!" Perintah mutlak dari Reno.

Geo hanya diam tanpa mengindahkan perintah papanya, hal itu kembali menyulut emosi Reno. Dengan kuat ia menarik Geo agar kembali berdiri lalu memukul wajah itu sekali lagi, "Minta maaf!!"

Shei bergegas memeluk lengan Geo erat, menahan pukulan Reno yang hampir mengenai wajah laki-laki itu. "Cukup pa, biar Shei yang minta maaf ke Geo. Geo, aku minta maaf kalau selama ini kamu gak nyaman sama kehadiran aku. Aku tahu kalau kamu terpaksa menerima perjodohan ini, aku juga tahu kalau kamu punya Resha yang kamu anggap jauh lebih baik dari aku. Aku bakal berusaha gak deket-deket lagi sama kamu, sekali lagi, aku minta maaf."

"Bilang aja mau nempelin selingkuhan lo itu setiap saat, banyak alesan!" Desis Geo menahan perih dibibirnya.

"A-aku gak punya selingkuhan, Ge." Lirih Shei.

"Kamu berani nuduh Shei yang nggak-nggak, Geo?!"

"Pa, udah. Shei gapapa kok kalau Geo mikir Shei selingkuh, aku cuma bisa bilang kalau siapapun yang ada dideket aku itu cuma temen. Aku tahu batasan, Geo, jangan samain aku kayak kamu."

Geo sudah tak tahan dengan drama yang Sheirna lakukan, ia segera menarik gadis itu kearah taman belakang rumahnya. Reno hendak mengejar namun lebih dulu ditahan Vena, "Mungkin mereka butuh bicara berdua pa, kasih mereka ruang."

"Papa gak habis pikir sama kelakuannya Geo, ma. Dia sudah terlalu dibutakan oleh cinta, sayangnya, cinta yang membuat dia buta itu penuh kepalsuan."

Geo menghempas tangan Shei kuat hingga gadis itu terhuyung kebelakang, "Ngapain kesini? Aku mau pulang aja, kamu jahat!"

"Katanya mau latihan basket? Gak jadi? Mau minta ajarin selingkuhan lo itu?!"

Shei kini menatap Geo berani, "Kalau iya kenapa? Masalah buat lo?"

Geo tertawa kecil, "Hidup lo drama banget, ya? Tadi aja didepan bokap-nyokap gue lo akting lemah dan penuh luka, tapi sekarang? Dengan berani dan lantang, lo natap kayak mau bunuh gue. Drama lo bagus, gak salah keputusan gue buat benci lo seumur hidup!"

"Oh, ya? Makasih loh pujiannya, menurut lo gimana sama bogeman papa, eum, om Reno? Sakit? Perih? Atau lo marah karena dia lebih belain gue yang notabenya orang luar dibanding lo yang anak semata wayangnya? Ututuu, kasihan banget sih Geovano ini." Shei terkekeh sinis, matanya tak henti memberi aura permusuhan pada Geo yang terdiam ditempat menahan emosi.

"Kalau bukan perempuan, udah habis lo sama gue, Shei!"

"Lo bisa habisin gue sekarang juga kalo lo mau, anggep aja gue bukan perempuan. Gimana? Kalau iya, gue bisa kasih lo ini." Shei menyerahkan sebuah pisau lipat yang ia keluarkan dari saku cardigan yang ia pakai.

"Nyatanya, dalam kehidupan sebelumnya, lo selalu lakuin percobaan pembunuhan ke gue, Geo. Tapi sayang, gue malah mati ditangan mantan pacar, pacar kesayangan lo itu." Batin Shei bergetar. Hati dan otaknya kembali merasakan marah, kecewa, dendam, dan. sedih. Semuanya bercampur menjadi satu hingga membentuk Shei yang sekarang.

Geo terkejut saat melihat pisau lipat yang Shei genggam, "Lo bawa ginian buat apa, Shei?!"

"Persiapan, siapa tahu suatu saat lo butuh ini buat gue. Mungkin sekarang?" kekehan dari bibir pink itu membuat sesuatu dalam diri Geo bergejolak.

"Bajingan lo, Shei!"

Kayara TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang