05 - TM

521 19 0
                                    

Bryan CS dibuat melongo akan kedatangan anak buah Bryan yang kini meringis kesakitan dan babak belur saat datang menghadap bosnya, sungguh mereka tak menyangka tubuh mereka yang besar-besar mampu dikalahkan oleh Thalia yang badannya lebih kecil meski gadis itu lumayan tinggi semampai, mungkin cocok menjadi model.

"Bos, keknya ni cewek bukan cewek sembarangan, bahaya, Bos--"

"Ck, justru itu gue suka dia! Cewek super kek gitu ... harus gue taklukin!" Bryan tersenyum semringah, seakan tak melihat betapa mengerikannya teman-temannya dipukuli brutal oleh Thalia, hanya fokus pada kehebatan gadis tersebut.

"Duh, Bos, dia susah jatuh cinta, sekali jatuh cinta malah makin susah," gumam temannya pelan.

Saat memperhatikan Thalia lagi, kini sang gadis naik ke ojek online yang dipesannya, dan mulai berangkat menjauh.

Bryan, tak mau kehilangan jejak, segera mengikuti Thalia menaiki motor gadis tersebut. Agak menjaga jarak agar Thalia tak sadar akan kehadirannya.

Meski faktanya, Thalia punya intuisi cukup bagus, hingga mau tak mau Bryan bersembunyi di belakang mobil atau truk atau membatasi sejauh mungkin dari mata Thalia.

Semua dia lakukan hingga akhirnya, sang gadis sampai di rumahnya. Bryan berhenti tak jauh dari sana, setidaknya matanya masih bisa memperhatikan Thalia dari kejauhan hingga sang gadis memasuki rumah.

Thalia buru-buru masuk rumah, terlebih dia melihat motor sang abang, tetapi baru di ruang tamu seketika Thalia berhenti. Ada dua orang tua di hadapannya, sosok yang serupa dengan sepasang insan dewasa di potret keluarga, tetapi lebih berumur saat ini. Tak hanya itu, dua lelaki dewasa di atas Thalia, ikut berdiri, termasuk abangnya yang memerintahkannya balapan.

Thalia seketika mati kutu di hadapan mereka.

"Lagi, dan lagi, Thalia! Mempermalukan keluargamu!"

Plak!

Thalia memegang pipi kanannya yang panas, sakit, ketika lancaran tamparan dilayangkan oleh tangan lentik pria tua tersebut. Namun, kebanding sakit tamparan, hatinya jauh lebih merasakan hal tersebut.

"Memangnya apa kurangnya kami memberi kamu ini itu sampai-sampai kamu kembali balap liar hah?!" teriak sang ayah murka. "Tidak tau diuntung! Anak tak berguna!"

Ucapannya begitu mengiris-iris rasa percaya diri Thalia, melebihi dipukuli habis-habisan. Namun, kini Thalia menatap mereka semua bergantian, penuh kekesalan.

"Berani juga lo natap balik, siniin kunci motor gue yang lu colong!" Kali ini, sang abang menadahkan tangan, Thalia menggeleng tak terima sekaligus tak menyangka.

"Jangan playing victim lo, Bang! Elo yang maksa gue buat balapan liar karena elo itu, biji doang punya, tapi nyali gak ada!" teriak Thalia murka. "Dia yang maksa buat gue balapan, dan lo playing victim seakan gue nyuri?! Noh, ambil motor lo sama Bryan, dan baiknya lo balikin tu apartemen sama dia buat ngambil tu--"

Plak!

Kali ini, tamparan kedua di sisi kiri menghentikan suara Thalia, kali ini dari abangnya. "Banyak bacot, lo! Mah, Pah, jangan mau percaya sama dia, ternyata lo taruhan motor gue buat balapan ya?! Sialan! Balikin motor gue!!"

"Anak kurang ajar!" Tambahan tamparan dilayangkan lagi, cukup keras hingga Thalia tersungkur ke belakang, tetapi Thalia meludah, dia menatap miris keempat keluarganya tersebut. Senyuman pahit.

"Lo gak usah negasin apa-apa, Bang, mau gimanapun orang tua lo lebih dukung elo kebanding gue," kata Thalia, mendengkus. "Karena keluarga ini keluarga kolot yang menganggungkan anak lelaki, gak mikir padahal anak lelakinya blangsak! Cuih!"

"Diam kamu, Thalia!" Kali ini, pemuda yang terlihat lebih tua, menendang kaki Thalia, Thalia meringis kesakitan.

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang