07 - TM

479 25 0
                                    

Bryan memang memberikan perhatian yang tak pernah diberikan keluarganya, hingga Thalia begitu gampang terlena, dengan semua fasilitas yang ada serta cinta kasih, Thalia yang keras melunak, terbuai akan uluran lembut serta pelukan hangat Bryan yang begitu effort pada Thalia.

Bagi Thalia pun, Bryan adalah segala-galanya.

Namun, bagi Bryan ....

"Tu cewek mulai boring dah lama-lama, ternyata gampang ditaklukin." Begitu, dia curhat dengan teman-temannya. "Gue tinggalin aja kali ya?"

"Jangan tinggalin gitu aja, kan lo udah ngasih banyak sama tu cewek, rugi bandar, Bos. Icipin lah, biar ada timbal balik!" Itu saran temannya.

"Sialan lo, gue gak mau ngerusak anak orang!" Bryan menegaskan.

"Alah, dia tuh udah rusak, tapi serah lo aja deh, kan yang rugi elu. Dia mah matre mana peduli!"

Hasutan itu, melekat di kepala Bryan, terulang-ulang bagaikan kaset rusak dan Bryan mulai berpikir ... rasanya benar. Bryan selalu memberikan apa saja pada Thalia, tetapi Thalia, selain waktu dan kebahagiaan, bahkan yang sekarang semakin memudar.

Kini, Thalia lulus dengan nilai lumayan, dia pun sudah mulai meniti masa depan barunya.

"Bryan, aku udah siap-siap, aku mau kuliah kelas karyawan sambil kerja sekarang, aku gak mau terus-terusan membebani kamu. Aku mau usaha di atas kakiku sendiri, gimana menurut kamu?" tanya Thalia, mengamit tangan Bryan manja.

Bryan tersenyum paksa. "Ya, bagus." Dan dia agak menghindari skinship dengan sang gadis. "Uh ...."

Wajah tak nyaman itu, membuat Thalia heran. "Kamu kenapa, Bryan?"

"Aku ...." Bryan diam sejenak, semakin memikirkan hasutan teman-temannya, dan saat menatap Thalia.

Sosok gadis perkasa yang digantikan sosok gadis imut nan manja itu, semakin membuat Bryan merasa kehilangan rasa cintanya. Namun, dia tak mau rugi. "Thalia, kamu ... sayang samaku kan?"

"Kenapa nanya gitu? Jelas aku sayang banget sama kamu!" jawab Thalia mantap. "Karena kamu, yang selalu bantu aku saat susah, setelah aku diusir dari rumah. Kamu segalanya bagiku."

"Kalau gitu, aku mau minta sesuatu sama kamu, Thalia ...." Thalia menatap Bryan, masih positif.

"Mau apa, Sayaaaang?" Thalia manja.

"Aku pengen kita ... itu."

"Itu? Itu apa?" tanya Thalia, bingung, meski kemudian kedua pipinya memerah. "Nikah?"

"Eh, bukan, aku gak siap sama itu, aku pengen kamu ...."

Awalnya, itu kebimbangan terbesar bagi Thalia, kala Bryan meminta mahkotanya. Namun, karena luka batin yang menganga, serta rasa sayang pada Bryan, balas budi, dan keyakinan tak akan ditinggalkan.

Thalia menuruti keinginan kekasihnya tanpa ragu.

Setelah melakukannya sekali, Thalia meyakini, dengan bodohnya, Bryan akan semakin menyayanginya. Namun ternyata, mereka makin jauh, Bryan malah makin sering berteman lagi dan bahkan ikut balap liar.

Thalia menerima balasan dari surat lamaran dia akan interview, ketika dirinya sadar sesuatu mengganggu perutnya hingga rasanya mual, muntah, disertai perbedaan signifikan lain.

Ciri khas ... morning sickness kehamilan.

Saat mengecek, garis dua terpampang, Thalia hamil, hamil anak Bryan.

Sudah cukup lama Bryan tak pulang, dan kala pulang ....

"Bryan, a-aku hamil."

Mata Bryan melotot mendengar penuturan itu, seakan kaget, memangnya hubungan suami istri untuk mendapatkan apa? Piring cantik?

"Ka-kamu bakalan tanggung jawab, kan, Bryan? Kamu sayang aku, kan?" Thalia yakin, Bryan bisa jadi ayah yang baik, tidak seperti orang tuanya dan saudara-saudaranya.

Dia yakin, sangat, sampai penuturan itu membuatnya terkejut.

"Gak, aku gak bisa. Thalia, gue mau kita putus, dan anak di kandungan lo ... gugurin aja!"

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang