09 - TM

479 25 0
                                    

"Tha-Tha ... na-napas ...." Thalia langsung mendorong Bryan menjauh, serta merta menendang bokongnya hingga si pria dewasa tampan yang kini memakai jas itu tersungkur ke depan.

Bryan menarik napas dari sekitarnya dengan rakus, sambil memegang lehernya yang tadi dikunci hingga kesulitan bernapas. Ia baru berbalik ketika Thalia menarik rambutnya dan menatap kejam tanpa ampun.

"Pergi lo dari sini," kata Thalia, dingin menusuk.

"A-argh ... Tha-Thalia, a-aku mohon, dengerin aku dulu, a-aku ...." Thalia meremas rambut Bryan yang lumayan panjang itu, membuat si pria mengerang dengan mata berkaca-kaca sambil memegangi tangan sintal wanita yang sering gym dan guru judo tersebut. "A-anak-anakku ...."

"Anak lo? Anak lo apa? Anak lo udah mati diaborsi sama ibu mereka. Sekarang, lo pergi dari sini, sebelum gue teriak maling buat lo." Thalia tersenyum smirk pada Bryan.

"Enggak, gak mungkin, mereka anak-anakku kan, Thalia?! Wajah mereka, mirip aku pas kecil!" Bryan agak memekik mengatakannya.

Thalia menghela napas gusar. "Bukan, mereka mirip sama lo karena gue benci aja sama lo. Lagian kami bertiga udah mati."

Namun, jelas, baik Bryan dan Thalia sendiri tahu, itu pernyataan paling tak masuk akal. Thalia tengah sarkastik pada Bryan.

"Maafkan aku, Thalia ... aku--"

Thalia tersenyum manis. "Sebaiknya lo pergi dari sini. Jangan ganggu ketenangan arwah gentayangan. Nanti lo mati mengenaskan, Bryan. Kami udah tenang di alam kubur."

Thalia mendorong Bryan, pun melipat tangan di depan dada sambil menatap Bryan yang tersungkur, bak bawang putih dan ibu tirinya.

"Aku nyesel ninggalin kamu, Thalia, aku bener-bener nyesel. Aku mohon, kasih aku kesempatan ...."

"Kesempatan? Buat apa? Ngehancurin kehidupan gue sekali lagi? Udahlah, Bryan, gak usah kebanyakan drama, gue muak sama lo. Gak usah menyesal, lagian tujuh tahun ini lo gak nampakkin batang idung aman-aman aja kan? Lo santai aja, gue gak akan nguber-nguber hidup lo, jadi gue minta sebaliknya, jangan ganggu gue. Anggap aja kami udah mati, gak usah nyesel, kek lo punya aja hati buat nyesel." Thalia tertawa miris.

Bryan menggeleng. "Enggak, a-aku selama ini nyari kalian--"

"Pffft, bullshit, lu itu kaya raya Bryan, nyewa orang gampang, sat set sat set, pasti kami ketemu. Masa ampe tujuh tahun, sih?" Kedua pipi Bryan memerah, malu ketahuan berbohong. "Pergilah, gue minta baik-baik, gak usah kebanyakan drama, kek sinetron ikan terbang aja."

"Ta-tapi Thalia, a-aku ...."

Thalia menatap Bryan dengan alis naik satu, menunggu si pria menyelesaikan kalimatnya, tetapi perkataan Bryan seakan tertahan.

"Hm ... sebenernya gue penasaran, selama tujuh tahun lo gak peduli, tiba-tiba datang nemuin kami? Bahkan keknya udah lama lo buntutin kami, ya? Aneh juga, ya, Bryan. Seakan ada something, tapi gue gak tau apa, karena keknya gak ada bedanya kalau lo buang kami, you can keep going just like that. Dan oh, gue baru ingat, bukannya lo sendiri udah punya tunangan dan OTW nikah, itu kan acara yang nanti diadain besar-besaran?"

Thalia menatap Bryan, pria itu tiba-tiba menangis. Dia semakin bingung dengan tingkahnya.

"Mommy, a-apa yang terjadi?" Thalia terkejut, spontan dia menoleh ke belakang, dan nyatanya dia menemukan kedua anak kembarnya, Zoya dan Zayn, sambil memeluk boneka beruang serta robot dinosaurus di tangan masing-masing.

"Kenapa Om itu nangis, Mommy?" tanya Zayn.

"Om itu siapa?" Zoya menimpali.

"Mm, Sayang, sebaiknya kalian--"

Namun, ungkapan Thalia terputus oleh Bryan.

"Zoya, Zayn, i-ini Daddy, ini Daddy kalian, Nak!" Bryan mengatakan itu dengan senyum semringah.

"Daddy?" Dua anak kecil tersebut bertukar pandang kemudian menatap ibu mereka yang menahan geram akan tingkah Bryan.

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang