03 - TM

652 23 0
                                    

Masih menggerutu panjang lebar, Thalia memasang helm, kemudian tancap gas pergi meninggalkan Bryan yang kesakitan mengusap tangannya.

Meski demikian, Bryan tersenyum. "Memang elo cewek yang gue cari, Thalia."

Di sisi Thalia, sang gadis tak mau ambil pusing, dia pun pulang ke rumahnya yang luas dan lebar, disambut beberapa orang pembantu di sana.

Hanya para pembantu.

Meski nyatanya, dari foto keluarga yang terpampang di tengah rumah, terdapat sepasang suami istri dan dua anak lelaki dan anak perempuan paling kecil dan bersisi paling jauh bahkan tak disentuh dua orang dewasa di sana, itulah Thalia Sadaf.

Gadis muda tersebut makan sendirian dalam kamar, membersihkan diri, lalu bersama cemilan mulailah ia belajar. Belajar dengan tenang setidaknya sampai seseorang mengetuk pintu kamar.

Thalia mendengkus, tetapi mau tak mau membukakan pintu. Tampaklah seorang pemuda tinggi tegap, agak mirip dengan Thalia, berdiri sambil menyunggingkan senyum manis di sana.

"Mau apa, Bang?" tanya Thalia, dialah salah satu sosok anak lelaki di foto tersebut, abangnya Thalia, kedatangannya membuat perasaan Thalia langsung tak enak.

Tak ada jawaban, sang kakak melongokkan kepala, tepatnya ke arah meja belajar Thalia. "Keras amat belajar, kayak nilainya bakalan bagus aja," ucapnya, tertawa geli.

"Namanya juga orang usaha," gumam Thalia mendengkus.

"Usaha apaan, sih? Gak guna banget. Mending lo ikut tanding malam ini, gue ada taruhan bagus!" katanya.

Mata Thalia membulat sempurna menatap sang abang. "Bang, kita kan udah punya kesepakatan, jangan ada balapan ampe gue lulus!"

"Ck, ini satu kali aja, terakhir!" kata sang abang, melipat tangan di depan dada. "Nurut sama gue, taruhannya bagus ini!"

"Ck, Bang, gue--"

"Lo mau gue ngadu ke Mamah Papah, hm?" Ucapan Thalia terputus mendengar penuturan sang abang, seketika dia diam dengan wajah gelisah. "Lo tenang aja, ini yang terakhir, gak akan ada balapan lagi ampe lo lulus. Taruhannya pun bagus, menguntungkan! Miliaran keknya sih."

Mata Thalia membulat sempurna, menatap abangnya. "Miliaran?"

"Apartemen, taruhannya. Jadi, lo harus menang," kata sang abang, tersenyum semringah. "Tapi gak menang gak papa, sih," gumam sang abang pelan.

"Hah? Lo ngomong apa, Bang?"

"Pokoknya!" Abangnya mengangkat satu jari ke hadapan Thalia. "Malem ini, kita cus balapan, oke?"

"Bang, tapi, kalau taruhannya segede itu, emang kita pasang apaan?"

"Ah, nanti juga lo tau, lagian gue yakin lo menang! Udah, jangan dipikirin, intinya lo ikut balapan malam ini! Oke?!" Thalia bungkam, tetapi jelas abangnya tahu sang gadis tak punya pilihan lain, dia pun segera berlalu dari hadapan Thalia begitu saja hingga hilang dari hadapan.

"Bangs**!" Saat itu juga, Thalia bisa mengumpat bebas.

Padahal, Thalia hanya ingin belajar dengan tenang hari ini, tanpa diganggu apa pun, tetapi malam ini mau tak mau dia menuruti abangnya, turun ke lapangan menghadapi tantangan balap liar entah dari siapa dan taruhan apa.

Namun, Thalia hanya fokus ke satu hal, kemenangan.

Bersama motor andalannya, kini Thalia berada di garis start, nyatanya hanya dua orang di arena, seseorang yang sudah dibalut helm tertutup dan motor yang kelihatan sangat malah. Thalia memperhatikan penantangnya sejenak ....

"Orang sekaya apa ni orang ampe taruhan apartemen? Abang gak naruh perusahaan kan buat balasannya?"

Dan karena banyak pikiran, Thalia sempat tak fokus saat balapan dimulai. Segera, Thalia tancap gas melawan pemuda asing penantangnya tersebut.

Dan akhirnya ....

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang