06 - TM

465 24 0
                                    

"Thalia, masuk ke kamarmu!" teriak sang ibu kali ini, penuh kemurkaan. "Masuk!"

"Mah, suruh aja dia tidur di luar, mulai sekarang kamar sama seisinya punyaku, dia kan udah ambil motorku!" kata abang kedua Thalia, tersenyum bengis. "Lo punya banyak utang sama gue!"

"Nanti Papah ganti motormu, Nak," kata sang ayah, begitu halus, beda sekali kata-katanya pada Thalia.

Thalia tertawa, menggeleng miris. "Ambil aja, Bang, ambil! Lo aja bikin gue jadi taruhan, sekalian nih ambil ginjal gue, lo jual buat judi!" teriak Thalia. "Enak banget gue balapan taruhan nyawa, elo dapet apartemen, minta ganti rugi motor yang notabenenya gue tebus dari bandar yang lo utangin. Anak cowok kalian banyak utang tuh, urusin tuh aib sebenernya!"

Semua menatap murka, abang Thalia pun siap menendang lagi, tetapi Thalia langsung menghindar dan mengaitkan kaki pemuda tersebut. Hingga akhirnya jatuh, dan tersungkur ke belakang. Thalia tersenyum penuh kemenangan.

"Kamu! Dasar anak sialan!" Thalia siap terkena amukkan dengan yang lain, tetapi mudah baginya menghindar dengan badan fit dan gesit.

Thalia berlari keluar, awalnya dia bingung mau lari ke mana, tetapi tak lama sebuah motor datang menghadangnya dan sang pengendara ....

"Thalia, naik sini!" teriak pengendara itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Bryan.

Thalia yang tak punya pilihan lain, berlari cepat sebelum ditangkap keluarganya, naik ke bagian belakang motor dan kemudian, Bryan tancap gas.

"Pergi kamu, anak gak berguna! Pergi sana dan jangan pernah tampakkan diri lagi! Kamu bukan keluarga kami lagi!" teriak ayahnya.

"Gak usah lo suruh, gue bakalan pergi, dasar pak tua kolot!" teriak balik Thalia, mendengkus sebal. "Bryan, sebaiknya lo turunin gue di depan gang aja!" kata Thalia.

"Nurunin elo di depan gang? Malem-malem begini? Jangan ngaco!"

"Hah?! Maksud lo?! Lo mau bawa gue ke mana, heh?!" Thalia terus mengoceh, bingung mau dibawa ke mana oleh Bryan, tetapi siapa sangka mereka berhenti di sebuah apartemen yang tak terlalu jauh dari sana.

"Heh, ini di mana sih? Lo bawa gue ke mana?!"

"Tempat buat istirahat, nih." Bryan menyerahkan kartu masuk apartemen tersebut pada Thalia. Thalia hanya menatapnya kesal. "Nih, pake aja apartemennya, emang lo mau tidur di kolong jembatan?"

"Lo ini berapa banyak sih punya apartemen? Kaya banget keknya." Thalia masih enggan menyambutnya. "Dan gak usah sok baik sama gue, gue bisa ngurus diri gue sendiri."

"Gue tau persis lo bisa ngurus diri lo sendiri, tapi sebagai pacar yang baik, mana mungkin gue biarin lo ngurus urusan lo sendiri?" tanya Bryan, tersenyum, dan Thalia menatap jijik dirinya.

Bryan tertawa geli. "Please, lo baru aja diusir tanpa boleh bawa apa-apa, gimana nanti lo sekolah sekarang? Hm? Ngurus diri?"

Thalia menggedikan bahu. "Badan gue bagus, mending jual badan--"

"Heh, jangan ngomong gitu!" Kali ini, Bryan kelihatan murka, Thalia terdiam karenanya. "Lo cuman milik gue, ngerti? Dan lo, harus terima semua ini. Gue sayang sama lo, Thalia, dan gak akan gue biarin hal buruk terjadi sana lo."

Thalia terdiam, ini kali pertama dia mendengar sesuatu semanis itu dari seseorang, bahkan yang masih kalangan asing baginya. Tidak ada satu kata seperti itu pun yang keluar dari mulut orang tua, abang-abangnya, dan siapa pun.

Tak ada.

Hanya Bryan.

Namun, itu hanyalah awal dari kehancuran, dari gadis malang yang sendirian dengan daddy dan mommy issues.

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang