Bryan bersikeras sebelum akhirnya menjalankan mobil menjauh.
Sementara itu, tanpa disadarinya, di dalam sebuah mobil Thalia memperhatikan itu semua sambil meminum kopi Americano-nya.
"Pahit sekali, kan?" tanyanya bermonolog, selain menanggapi rasa dari kopinya, dia pula menanggapi nasib Bryan yang pulang dengan rasa hampa.
Sangat hampa.
Wanita muda itu tersenyum bengis, dia jadi menyukai pembalasan manis ini, mempermainkan pria yang dulu pernah melakukan hal paling buruk dari yang paling buruk padanya serta anak-anaknya seakan mereka tebu, habis manis sepah dibuang.
Namun, dia tak mau menikmatinya sampai-sampai bersantai akan hal itu, Thaila akan tetap bermain elegan bersama ragam rencana menghancurkan Bryan, sehancur-hancurnya.
Sekarang, apa yang mau dilakukan pria itu untuk caper ke anak-anak yang dulu ia perintahkan aborsi?
Kegiatan Thalia kembali berjalan setelah itu meski tetap memperhatikan Bryan yang agak hening dari pergerakan apa pun, walau demikian penjagaan Zayn dan Zoya serta merta diperketat. Bukan tanpa alasan, Bryan memang hening, tetapi di hari berikutnyalah dia memulai aksinya diam-diam ke sekolah putra putri Thalia.
Gila saja, pria itu rela menyamar dan mendaftarkan diri menjadi tukang bersih-bersih bersama janggut, kumis, serta identitas palsunya. Dengan segera, Thalia pun mengirim orangnya, yang akan bekerja seperti halnya Bryan.
Akhirnya, di hari kedua, Bryan dan bawahan Thalia diterima, saat itu pula dia sudah melakukan sesuatu.
"Bu, Pak Bryan mulai beres-beres, dan tampaknya mulai mendekati kelas Zoya dan Zayn," katanya pada Thalia.
Thalia mengangguk. "Terus awasi dia dan catat apa pun yang terjadi."
"Baik, Bu." Panggilan terputus dan Thalia perlu mengurus pekerjaannya saat ini.
Dia menghela napas gusar. "Agak sialan pria itu."
"Permisi, Bos." Thalia menoleh ke sumber suara, tepatnya di ambang pintu yang terbuka, seorang pemuda berbadan tegap hadir di sana. "Bu Bos, apa tengah sibuk?"
"Ya, kamu bisa lihat sendiri pastinya?" Thalia menjawab seadanya, matanya melirik beberapa berkas bertumpuk di atas meja.
"Uh, baiklah, Bu ...."
"Ada apa huh? Katakan."
Mendengar kesempatan itu, si pemuda kelihatan gugup, pun menggaruk belakang kepala. "Jadi, malam ini orang tua saya merayakan thanksgiving, jika Ibu berkenan datang, datanglah. Yang lain juga ada. Oh ya jangan lupa ajak Zoya dan Zayn."
"Sure, why not? Terima kasih."
"Siap, Bu. Malam ini pukul 7 ya." Thalia menggumam seraya mengangguk. "Kalau gitu saya permisi dulu."
"Ya!" Si pemuda berbalik dan bersorak bahagia dalam diam.
Sementara di satu sisi, kelihatan Bryan yang menyamar jadi pria berkumis janggut agak seram menyusuri koridor sambil beberes-beres kecil, tetapi matanya terus mengedar ke sana kemari penuh pencarian. Tak ada yang menyadari itu, selain orang suruhan Thalia yang terus saja memperhatikannya.
"Sedikit lagi," gumam Bryan, karena dia makin dekat dengan kelas Zayn dan Zoya, semakin dekat dan dekat ....
Itu dia!
Dari balik jendela, Bryan mengintip kelas, dan menemukan putra-putri yang begitu mirip cetakkannya seperti dia versi mini ada di sana, duduk rapi dan fokus ke pembelajaran yang ada. Betapa bahagianya Bryan bisa melihat mereka berdua, meski tak ada interaksi apa pun di sana.
Bryan menghela napas pasrah.
Masih banyak waktu untuk itu, sekarang dia harus beberes dulu, hingga nanti istirahat ... lebih banyak waktu untuk mencari tahu.
Menunggu, menunggu, sabar menunggu.
Sampai akhirnya ....
Kring! Kring! Kring!
"Istirahat pertama!"
Bryan yang rehat segera bangkit dan menuju ke Zoya dan Zayn lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomboy Mommy
Romance"Kenapa cuman mandul? Padahal gue berdoa biji lo meledak!" Thalia Sadaf hamil di luar nikah tepat setelah lulus SMA, hingga ia yang pada dasarnya tak pernah diinginkan pun akhirnya benar-benar dibuang dari keluarga. Bahkan, kekasihnya yang merupakan...