12 - TM

469 25 2
                                    

Bryan menggeleng. Begitu takut. "Enggak, Thalia, bu-bukan gitu."

"Kalau begitu, ya udah, gak usah balikan, apa pun alasan lo ngajak balikan gue gak akan mau. Kasih tau juga sama tunangan lo, gue gak akan bawa anak-anak gue buat nekan kehidupan asmara memuakkan kalian. Lagian, gue bisa berdiri di atas kaki gue sendiri, jadi single mother, tanpa ganggu kalian. Cuman, jangan kaget suatu hari nanti, gue bakalan injek kepala lo dan keluarga lo karena gue bakalan ada di atas lo semua!" Begitu ancaman Thalia, dia menunjuk tepat ke wajah Bryan. "Ya udah, gue urus administrasi dulu."

Namun, saat Thalia ingin pergi, Bryan menahan tangannya.

"Thalia, tolong dengerin semuanya, aku bakalan jujur sama kamu, Thalia! Aku mohon."

Mendengarnya, Thalia menghela napas gusar seraya menepis tangan Bryan. "Apa?"

"Aku ... aku ... aku ...."

"Aku aku aku, ngomong yang bener, Pe'a! Gue gak ada waktu!" kata Thalia kesal.

"Ja-jangan di sini, ada orang, kita ... ke tempat lain." Thalia melangkah keluar sejenak, dia menatap kiri kanan Bryan.

"Gak ada orang, cepetan ngomong, bertele banget sih!" Thalia kembali berada di sisi Bryan.

Pipi pria muda itu tampak amat memerah, malu setengah mati, sebelum akhirnya mulai membuka suara. "A-aku ngalamin kecelakaan, beberapa bulan yang lalu. Kecelakaan itu, bikin aku cedera cukup parah, terutama bagian ... anu."

"Anu?" Thalia mengangkat sebelah alis. "Tunggu, anu?! Pisang lo?"

Mata Bryan berkaca-kaca, pun mengangguk.

Bukannya bersimpati, Thalia ngakak. "Jiahahaha, karma karena buang sperm sembarangan, mana gak tanggung jawab! Mampus!"

Dan Bryan, akhirnya menangis terisak. "I-iya, aku sadar itu karma ... kekasihku pun ninggalin aku karena aku gak sempurna, perusahaan Papah pun terancam dialihkan ke keluarga lain karena aku anak satu-satunya dan gak bisa punya anak penerus perusahaan, aku hancur, Thalia. Aku hancur. Dan hanya kamu ... Zoya dan Zayn, yang bisa--"

"Bentar, bentar. Jadi begitu alasan lo balik? Takut dengan perusahaan lo yang gak diwarisin ke elo? Ya jelas sih, orang gak punya hati kek elo, mana mikir yang lain selain materi. Dan lagi, andai aja gak ada kecelakaan itu, mungkin lo bakalan hepi sama tunangan lo, dan gak pernah tahu eksistensi kami. Kasian amat karmanya, kasiaaan. Gue gak berharap banyak sama lo, sih, tapi gak kaget lah alasannya."

Bryan menggeleng. "Eng-enggak, bukan itu maksudku, Thalia. I-ini karma, tanda kalau aku harus memperbaiki masa laluku, bersama kamu. Aku--"

"Ya kalau gak dikasih karma kan sesuai yang gue bilang, mana ada lo liat ke arah kami." Thalia menggedikan bahu. Kemudian dia tersenyum. "Kenapa cuman mandul? Padahal gue berdoa biji lo meledak! Ah, tapi gak apa, keknya masih terkabul, enam huruf aja. M. A. M. P. U. S!"

"Thalia, aku mohon, aku akan memperbaiki semuanya, aku mohon Thalia--"

"Omong kosong, paling-paling lo buang kami, selayaknya dulu. Orang manipulatif kek elo emang begitu, gak bisa dikasih hati. Menjijikkan. Sana berobat, kali aja sembuh tuh, kan biji lo masih ada bukan diledakkin! Sesuai yang gue bilang, anggap aja kami udah mati!"

Thalia berbalik, siap pergi, tetapi tiba-tiba suara Bryan terdengar lagi. "Thalia, aku akan berjuang buat bikin kamu percaya, kalau aku udah berubah untuk kamu, aku mohon, Thalia, aku--"

"Gue muak sama janji busuk lo!"

"Thalia!!" Dan kali ini, Bryan berteriak, dia kelihatannya emosi. Thalia langsung menoleh tajam. "Ma-maaf, aku gak bermaksud, a-aku ... gak mau menyakiti kamu lagi dengan kekuasaanku, aku akan berjuang ... selayaknya pria sejati, Thalia. Untuk kamu, untuk anak-anak kita."

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang